Puisi: Kepada Munir (Karya Isma Sawitri)

Puisi "Kepada Munir" karya Isma Sawitri adalah sebuah karya sastra yang penuh emosi dan memilukan, mengenang sosok Munir Said Thalib, seorang .....
Kepada Munir


Kebenaran tentang petaka kematianmu dijanjikan awal November ini
Demi kejelasan, skenario yang teramat laknat semestinya tidak lalu dipendam dalam laci instansi penanggungjawab
Detik ini urusannya bukan sekedar hidup mati, juga bukan cuma upaya mengungkap misteri
Pada hakikatnya inilah perang melawan penindas hati nurani, perang yang akan berlanjut tanpa keberadaanmu di sisi kami

Kepedihan hatimu dulu belum tertebus sejak kepergian Lopa, Udin dan Marsinah
Ketidakrelaan kami tiap kali meruyak luka, di saat mereka yang zalim lagi-lagi kesurupan memburu mangsa
Nasib peradabanlah yang kini dipertaruhkan, bukan kebenaran itu semata-mata
Kelak biarkan sejarah yang lantang bicara, karena pedang keadilan masih akan lama tersimpan dalam sarungnya


2004

Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Munir" karya Isma Sawitri adalah sebuah karya sastra yang penuh emosi dan memilukan, mengenang sosok Munir Said Thalib, seorang aktivis hak asasi manusia Indonesia yang tewas secara misterius pada November 2004. Puisi ini mencerminkan rasa kehilangan dan keadilan yang belum terpenuhi, serta mengekspresikan perlawanan terhadap penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Pencarian Kebenaran: Puisi ini menggambarkan tekad untuk mengungkap kebenaran di balik kematian Munir. Penekanan diberikan pada perlunya kejelasan mengenai penyebab kematian Munir, dan penulis menuntut agar skenario misterius tersebut tidak lagi diabaikan atau disembunyikan oleh pihak berwenang. Pencarian kebenaran dianggap sebagai hak yang penting dan tidak boleh diabaikan.

Perang Melawan Penindas Hati Nurani: Puisi ini menggunakan bahasa metafora untuk menggambarkan perjuangan melawan penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Penulis menyebutnya sebagai "perang melawan penindas hati nurani," yang mengacu pada upaya untuk menghadapi sistem yang berusaha memadamkan suara hati nurani dan mengabaikan penderitaan.

Kepedihan dan Kehilangan: Puisi ini mengingatkan pada penderitaan dan kehilangan yang telah dialami sebelumnya, termasuk kepergian tokoh-tokoh seperti Lopa, Udin, dan Marsinah. Kepedihan hati Munir tidak hanya dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi padanya sendiri, tetapi juga oleh sejarah penderitaan dan tindakan kezaliman lainnya.

Peradaban dan Kebenaran: Penulis menunjukkan bahwa perjuangan untuk mengungkap kebenaran lebih besar daripada individu atau kasus tertentu. Nasib peradaban dan prinsip-prinsip keadilan yang lebih luas sedang dipertaruhkan. Puisi ini menggambarkan bahwa upaya ini memiliki dampak yang mendalam pada perkembangan masyarakat dan peradaban.

Penegasan Keberlanjutan Perjuangan: Puisi ini menunjukkan bahwa meskipun Munir telah tiada, perjuangan melawan penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia akan terus berlanjut. Penulis meyakinkan bahwa pedang keadilan akan terus ada dan akan dikeluarkan dari sarungnya pada waktunya, menunjukkan tekad untuk tidak menyerah dalam menghadapi ketidakadilan.

Puisi "Kepada Munir" karya Isma Sawitri adalah sebuah ungkapan yang menggetarkan dan penuh makna tentang rasa kehilangan dan tekad melawan ketidakadilan. Puisi ini menyuarakan penolakan terhadap penindasan, mengingatkan akan perjuangan tokoh-tokoh hak asasi manusia yang telah tiada, dan menekankan pentingnya mengungkap kebenaran serta melanjutkan perjuangan untuk keadilan dan hak asasi manusia.

Isma Sawitri
Puisi: Kepada Munir
Karya: Isma Sawitri

Biodata Isma Sawitri:
  • Isma Sawitri lahir pada tanggal 21 November 1940 di Langsa, Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.