Puisi: Kepada Ratu Kidul (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kepada Ratu Kidul" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menyampaikan perasaan rindu, kerinduan, dan penghormatan kepada .....
Kepada Ratu Kidul


gelombang laut bangkit menggunung 
gemuruh mengirim sinyal kepada raja
langit menghitam tersaput mendung
angin mengusung cinta dan nafsu purba

ada sepasang burung terbang rendah
membawa seberkas puisi ke pantai
ada perahu terombang-ambing resah
terapung-apung dalam sunyi sendiri

apakah kau ingin menitipkan salam
sebelum aku kembali ke pringgitan?
apakah kau ingin mengirimkan telegram
dengan kata-kata, “kangen, kangen…”?

gelombang laut menggelora di dalam dada
gemuruh mengirimkan isyarat kepada raja
di pasir putih basah kugores ashabul kahfi
aku ingin pulang tapi tak sanggup berdiri

2020

Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Ratu Kidul" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menyampaikan perasaan rindu, kerinduan, dan penghormatan kepada Ratu Kidul, sosok mitos dalam budaya Jawa yang dianggap sebagai penguasa lautan selatan Pulau Jawa. Melalui bahasa yang puitis dan imaji yang kuat, penyair menggambarkan kekuatan alam dan perasaan manusia yang terkait dengan keberadaan Ratu Kidul. Mari kita analisis lebih lanjut tentang makna dan pesan yang terkandung dalam puisi ini.

Kekuatan Alam: Puisi ini membuka dengan gambaran gelombang laut yang bangkit menggunung dan gemuruh yang mengirim sinyal kepada raja. Gambaran ini mencerminkan kekuatan alam yang luar biasa dan menjadi simbol dari Ratu Kidul yang dikenal sebagai penguasa lautan. Langit yang menghitam dan angin yang mengusung cinta dan nafsu purba juga mencerminkan kekuatan alam yang mengesankan.

Keberadaan Ratu Kidul: Penyair menyampaikan bahwa ada sepasang burung yang terbang rendah membawa puisi ke pantai, dan ada perahu yang terombang-ambing dan resah di tengah laut. Hal ini menunjukkan adanya perasaan rindu dan kerinduan kepada Ratu Kidul yang diungkapkan melalui alam dan elemen-elemen alam tersebut.

Rindu dan Kerinduan: Pada bagian tengah puisi, penyair menanyakan apakah ada pesan atau salam yang ingin disampaikan kepada Ratu Kidul sebelum dia kembali ke pringgitan, tempat dia berasal. Pesan tersebut mungkin berisi perasaan kangen dan kerinduan kepada sosok Ratu Kidul yang dihormati dalam budaya Jawa.

Konflik Dalam Dada: Puisi ini menggambarkan gelombang laut yang menggelora di dalam dada, mengirimkan isyarat kepada Raja, dan pasir putih basah yang diukir dengan ashabul kahfi. Gambaran ini mencerminkan konflik perasaan dan pikiran penyair yang ingin pulang, tetapi merasa tak sanggup berdiri karena rasa rindu dan kerinduannya kepada Ratu Kidul yang menghambatnya.

Puisi "Kepada Ratu Kidul" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang menyajikan gambaran kuat tentang kekuatan alam dan perasaan manusia yang terkait dengan Ratu Kidul. Puisi ini menggambarkan rindu dan kerinduan kepada sosok mitos yang dihormati dalam budaya Jawa, serta perasaan konflik dalam dada penyair yang ingin pulang tetapi terikat oleh rasa cinta dan kerinduan. Puisi ini mencerminkan keindahan bahasa dan emosi yang mendalam dalam pengungkapan perasaan manusia terhadap legenda dan mitos budaya mereka.

Foto Gunoto Saparie
Puisi: Kepada Ratu Kidul
Karya: Gunoto Saparie

GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). 

Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015).

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang) dan Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.