Puisi: Satu Bunga (Karya S. Rukiah Kertapati)

Puisi "Satu Bunga" karya S. Rukiah Kertapati menggambarkan perasaan kesendirian dan harapan yang tersisa dalam keadaan yang tampak putus asa.
Satu Bunga


Musim bunga tiada lagi
daun-daun sudah kering
dan ranting
bergeletakan merindu hujan di pagi hari.

Musim bunga tiada lagi
tapi di tanganku masih ada
satu bunga berwarna dua:
“merah nyala
dan putih semurni kasih”

Bunga lain sudah gugur
bagai mayat pergi ke kubur
tinggal bungaku yang terlepas dari akar
nantikan hujan sebelum warna menjerit pudar.

Tapi seperti manusia
yang tak mau meninggalkan hari
ini bunga yang satu tak mau mati
dan aku pun hilang warna
bila bunga ini mati.

Di musim panas sebengis ini
masih menggeletar di tanganku
satu bunga berwarna dua:

Lindungi ia
dari jajahan matahari.

Balai Pustaka, Jakarta 1952

Sumber: Tandus (1952)

Analisis Puisi:
Puisi "Satu Bunga" karya S. Rukiah Kertapati adalah karya sastra yang merenungkan tentang musim bunga yang telah berakhir dan satu-satunya bunga yang tersisa. Puisi ini menggambarkan perasaan kesendirian dan harapan yang tersisa dalam keadaan yang tampak putus asa.

Musim Bunga yang Berakhir: Puisi ini membuka dengan gambaran tentang musim bunga yang telah berakhir. Daun-daun sudah kering dan ranting-ranting pohon merindukan hujan. Ini menciptakan gambaran musim yang gugur dan penuh dengan kekeringan.

Satu Bunga yang Tersisa: Penyair menggambarkan bahwa di tangannya masih ada satu bunga yang tersisa. Bunga ini adalah simbol dari harapan dan keindahan yang tersisa dalam keadaan yang sulit.

Deskripsi Bunga: Puisi ini menggambarkan bunga ini dengan rinci. Bunga tersebut memiliki dua warna, "merah nyala dan putih semurni kasih." Ini bisa diinterpretasikan sebagai perwujudan cinta, keindahan, atau harapan yang masih tersisa meskipun musim telah berakhir.

Bunga yang Terlepas dari Akar: Penyair menyebutkan bahwa bunga ini telah terlepas dari akarnya. Ini bisa menggambarkan perasaan keterputusan atau perpisahan dengan asal-usul atau akar yang kuat.

Harapan yang Tersisa: Meskipun musim telah berakhir dan bunga-bunga lain telah gugur, satu bunga ini masih memiliki harapan. Penyair menyatakan bahwa bunga ini masih "menggeletar" meskipun di musim panas yang panas.

Lindungi dari Matahari: Puisi ini diakhiri dengan permohonan untuk melindungi bunga tersebut dari "jajahan matahari." Ini menciptakan perasaan perhatian dan cinta terhadap keindahan yang masih tersisa dalam keadaan yang sulit.

Simbolisme: Puisi ini menggunakan bunga sebagai simbol untuk menggambarkan perasaan dan harapan manusia dalam situasi yang sulit. Bunga tersebut menjadi representasi dari kekuatan manusia untuk bertahan dalam musim sulit.

Puisi "Satu Bunga" adalah karya yang merenungkan tentang keindahan dan harapan yang tersisa dalam keadaan yang sulit. Ini menciptakan perasaan ketahanan dan kekuatan manusia dalam menghadapi perubahan dan perpisahan.

S. Rukiah Kertapati
Puisi: Satu Bunga
Karya: S. Rukiah Kertapati

Biodata S. Rukiah Kertapati:
  • S. Rukiah lahir pada tanggal 25 April 1927 di Purwakarta.
  • S. Rukiah menikah dengan Sidik Kertapati pada tanggal 2 Februari 1952 di Purwakarta.
  • S. Rukiah meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 1996 di Purwakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.