Puisi: Syair Tahun Baru (Karya Cecep Syamsul Hari)

Puisi "Syair Tahun Baru" mengundang pembaca untuk merenungkan perasaan-perasaan yang kompleks terkait dengan perpisahan dan perjalanan waktu.
Syair Tahun Baru


Haruskah kita berpisah malam ini, katamu, ketika separuh
tubuhku hilang di masa silam dan menemukannya kembali
pada bau rambutmu yang lembut.

Tidak, tak akan kuucapkan selamat tinggal. Menepismu
dalam ingatan atau memahamimu sebagai pertemuan kebetulan.
Juga sejumlah pujian dan kecupan.

Perpisahan adalah akhir seluruh kepiluan,
gumammu, dan kau mencarinya seumur hidupmu:
Bukankah ia sorga yang dijanjikan padamu?

Namun bau rambutmu pula yang tertinggal dalam telapak tanganku.
Malam itu. Jalanan penuh kerumunan manusia.
Kekanak-kanakan dan gembira.

Bunyi tuter dan terompet kertas riuh menyambut tahun baru tiba.
Tahun yang dulu juga, sebenarnya.

Kutampung cahaya paling rahasia
dalam matamu, ibu segala kesedihanmu.

Cahaya itu menjerat sepasang sayap kupu-kupu,
mengirisnya menjadi serpihan-serpihan sepi batinmu.

Tetapi haruskah kita berpisah malam ini, bisikmu.
Ragu. Waktu pun berhenti mengiris separuh tubuhku yang lain.

Kemudian detak jam.
Kemudian sunyi, menjawab pertanyaanmu.

1997-1999

Analisis Puisi:
Puisi "Syair Tahun Baru" karya Cecep Syamsul Hari mengeksplorasi tema perpisahan, kehidupan, dan nostalgia melalui penggambaran momen pergantian tahun.

Nostalgia dan Tema Perpisahan: Puisi ini dibuka dengan pertanyaan retoris tentang perpisahan. Nostalgia terhadap masa silam dan kemungkinan perpisahan menciptakan atmosfer melankolis. Puisi menyiratkan keraguan dan refleksi terhadap keputusan untuk berpisah atau tetap bersama.

Keterhubungan dengan Masa Lalu: Puisi menyajikan pengalaman tubuh yang hilang dan ditemukan kembali dalam bau rambut yang lembut. Ini menciptakan gambaran tentang bagaimana aroma tertentu dapat menghubungkan seseorang dengan kenangan dan waktu yang telah berlalu.

Penolakan Selamat Tinggal: Penolakan untuk mengucapkan selamat tinggal menyoroti perlawanan terhadap kehilangan dan perpisahan. Pemilihan kata-kata seperti "menepis" menekankan keinginan untuk menjaga kenangan dan momen bersama.

Simbolisme Bau Rambut: Aroma rambut menjadi simbol penting dalam puisi ini. Bau yang tertinggal dalam telapak tanganku membawa ingatan dan emosi terhadap momen-momen bersama. Simbol ini menciptakan hubungan sensual dan pribadi yang intens antara dua individu.

Momen Pergantian Tahun: Pergantian tahun digambarkan melalui kerumunan manusia, bunyi tuter, dan terompet kertas. Namun, puisi juga menyoroti keunikan momen ini dengan menyebutkannya sebagai "tahun yang dulu juga, sebenarnya." Ini mengajak pembaca untuk merenungkan sifat siklus waktu dan pengulangan dalam kehidupan.

Cahaya Rahasia dalam Matamu: Penyair mengekspresikan pengampunan dan penerimaan melalui kutampung cahaya rahasia dalam matamu. Matamu digambarkan sebagai sumber cahaya yang membentuk sepasang sayap kupu-kupu, simbol keindahan dan transformasi.

Detak Jam dan Sunyi: Detak jam menjadi simbol waktu yang terus berjalan. Sunyi yang menjawab pertanyaan menciptakan ketegangan dramatis dan memperkuat momen perpisahan.

Gaya Bahasa yang Simbolis: Puisi ini menggunakan bahasa simbolis untuk mengekspresikan emosi dan pemikiran yang mendalam. Penyair menggambarkan momen-momen dengan kata-kata yang meresap dan memberikan kedalaman pada pengalaman yang diungkapkan.

Pertanyaan yang Menciptakan Misteri: Puisi ditutup dengan pertanyaan yang tidak terjawab tentang keharusan berpisah. Ini menciptakan misteri dan meninggalkan pembaca dengan perasaan rasa ingin tahu.

Puisi "Syair Tahun Baru" adalah puisi yang mengundang pembaca untuk merenungkan perasaan-perasaan yang kompleks terkait dengan perpisahan dan perjalanan waktu. Dengan menggunakan gambaran sensual dan simbolisme, Cecep Syamsul Hari berhasil menciptakan karya yang memikat dan penuh dengan lapisan emosional.

Puisi
Puisi: Syair Tahun Baru
Karya: Cecep Syamsul Hari
© Sepenuhnya. All rights reserved.