Puisi: Tanah Kelahiran (Karya Ramadhan K.H.)

Puisi "Tanah Kelahiran" karya Ramadhan K.H. menggambarkan cinta dan nostalgia terhadap tanah kelahiran, khususnya wilayah Priangan, yang terletak ....
Tanah Kelahiran (1)

Seruling di pasir ipis,
merdu antara gundukan pohon pina,
tembang menggema di dua kaki,
burangrang - Tangkubanprahu.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun

Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit.
Nyanyikan kentang sudah digali,
kenakan kebaya merah ke pewayangan.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.

Tanah Kelahiran (2)

Harum madu
di mawar merah,
mentari di tengah-tengah.

Berbelit jalan
ke gunung kapur,
antara Bandung dan Cianjur.

Dan mawar merah
gugur lagi,
sisanya bertebaran
di kekeringan hati.

Dan belit jalan
menghilang lagi,
sisanya menyiram
darah di nadi.

Tanah Kelahiran (3)

Kembang tanjung berserakan
di jalan abu menghitam,
ditusuk bintang di timur,
hati luka di pekuburan.

Mau pergi, Nak?
-Ya, Ma. Ke mana?
- Entah, turutkan jejak lama.
Tak singgah dulu, Nak?
- Ya, Ma,
singgah cucurkan air mata.

Kembang tanjung berserakan
dipungut gadis berdendang.

Gede mengungu di pagi hari,
bintang pudar, bulan pudar,
si anak tinggalkan pekuburan,
bersedih hati.

Kembang tanjung berserakan,
dan melayu di tali benang.

Tanah Kelahiran (4)

Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat musim penghujan.

Gadis-gadis menyongsong pagi
di pucuk-pucuk teh yang menggeliat,
di katil orang lain menanti.

Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
lewat angin dari selatan.

Ujang-ujang menyongsong hari
memikul kentang ubi galian,
dengan belati orang lain menanti.

Berbelit membiru jalan
ke Gede dan Pangrango,
juga penyair dinanti tikaman orang.

Tanah Kelahiran (5)

Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak

Dan mawar merah
disobek di tujuh arah,
dikira orang menyanyi,
lewat di kayu kecapi.

Hijau tanahku,
hijau Tago
dijaga gunung-gunung berombak.

Dan perawan sendirian,
disamun di tujuh jalan,
dikira orang menyanyi,
tangiskan lagu kinanti.

Hijau tanahku,
hijau Tago,
dijaga gunung-gunung berombak.

Tanah Kelahiran (6)

Seruling berkawan pantun
tangiskan derita orang priangan,
selendang merah, merah darah
menurun di cikapundung.

Bandung, dasar di danau
lari tertumbuk di bukit-bukit.

Seruling menyendiri di tepi-tepi
tangiskan keris hilang di sumur,
melati putih, putih hati,
hilang kekasih dikata gugur.

Bandung, dasar di danau,
derita memantul di kulit-kulit.

Tanah Kelahiran (7)

Setengah bulatan bumi
kusilang arah membusur,
Nyatanya
aku hanya pengembara

Seruling dan pantun
di malam gelap
menyeret pulang
turun di kali Citarum.

Dan aku kembali
ke pangkuan asal.
Bunda,
dan aku kembali
ke pelukan asal.
Kiranya
dengan tambah tua!

Sumber: Priangan Si Jelita (1958)

Analisis Puisi:
Puisi "Tanah Kelahiran" karya Ramadhan K.H. menggambarkan cinta dan nostalgia terhadap tanah kelahiran, khususnya wilayah Priangan, yang terletak di sekitar Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Puisi ini mencerminkan rasa kecintaan penyair terhadap tanah airnya, serta kesedihan dan kerinduan yang muncul saat menjalani kehidupan di tempat lain.

Cinta dan Nostalgia Terhadap Tanah Kelahiran: Dalam puisi ini, penyair mengekspresikan rasa cinta dan nostalgia terhadap Priangan, tanah kelahirannya. Dia menciptakan gambaran puitis tentang alam dan kehidupan sehari-hari di wilayah tersebut. Gambaran tentang pegunungan, sungai, dan kehidupan sehari-hari masyarakat Priangan memberikan nuansa khas pada puisi ini, yang menjadi ekspresi cinta yang mendalam terhadap tempat kelahiran.

Simbolisme Alam dan Kehidupan Manusia: Penyair menggunakan simbolisme alam, seperti gunung-gunung berombak, mawar merah, sungai, dan hutan, untuk menggambarkan kehidupan manusia dan perasaannya. Alam dan lingkungan sekitar menjadi cerminan perjalanan hidup, cinta, penderitaan, dan kenangan penyair. Misalnya, mawar merah yang gugur menggambarkan kehilangan dan kehampaan hati.

Penyair sebagai Pengembara: Puisi ini mencerminkan perasaan penyair sebagai seorang pengembara, yang menjelajahi Priangan dan melihat perubahan dalam alam dan kehidupan masyarakatnya. Pengembaraan tersebut memicu refleksi tentang kehidupan dan kematian, serta menyadarkan akan keindahan dan kedalaman makna di balik setiap momen.

Sentimen Kehilangan dan Harapan: Dalam beberapa bagian puisi, terdapat nuansa kehilangan dan kerinduan yang kuat. Penyair merenungkan orang-orang yang telah meninggalkan tempat itu, merasa melihat mereka dalam kenangan. Namun, ada juga harapan yang tersirat, bahwa kembali ke tanah kelahiran bisa memberikan kenyamanan dan kebahagiaan.

Keterkaitan dengan Identitas dan Akar Budaya: Puisi ini menyoroti keterkaitan penyair dengan tanah kelahirannya dan akar budayanya. Melalui gambaran-gambaran yang indah dan simbolisme yang kuat, penyair menunjukkan betapa kuatnya keterikatan dengan tanah airnya dan bagaimana identitasnya terbentuk oleh lingkungan dan kehidupan di wilayah Priangan.

Puisi "Tanah Kelahiran" adalah ekspresi cinta, nostalgia, dan refleksi penyair terhadap tanah airnya, Priangan. Melalui simbolisme alam dan perasaan sebagai pengembara, penyair menghadirkan nuansa keindahan dan kedalaman makna di balik perjalanan hidup dan identitasnya sebagai anak tanah Priangan. Puisi ini mencerminkan pentingnya identitas dan akar budaya dalam membentuk dan menghubungkan manusia dengan tanah kelahirannya.

Ramadhan K.H.
Puisi: Tanah Kelahiran
Karya: Ramadhan K.H.

Biodata Ramadhan K.H.:
  • Ramadhan K.H. (Ramadhan Karta Hadimadja) lahir pada tanggal 16 Maret 1927 di Bandung, Jawa Barat.
  • Ramadhan K.H. meninggal dunia pada tanggal 16 Maret 2006 (pada usia 79 tahun) di Rumah Sakit Cape Town, Afrika Selatan.
  • Ramadhan K.H. adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.