Puisi: Agustus (Karya Mansur Samin)

Puisi "Agustus" karya Mansur Samin adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keheningan malam di bulan Agustus dan refleksi terhadap peristiwa ...
Agustus

Berdirilah hening dalam kehampaan malam
jiwa siapa yang patut dikenang
hitung dari mula
kerna letak kejadian indah
adalah hadirnya upacara duka
membangun kepercayaan teguh

Apakah mereka dengan kita bicara
menghitung hari-hari silam kehilangan rupa
atas rumah-rumah di lingkaran gelap
atas anak-anak di ketiadaan harap
dari dulu terduga selalu

Berdirilah hening dalam kehampaan malam
ucapkan lunak kesanggupan yang bimbang
jangan tangisi, jangan hindari kenyataan ini
kerna fajar pagi akan membuka langit letihnya
menyediakan tanya untuk kita saling tidak bicara

Di mendung gerimis Agustus ini
simpanlah risalah lama melantung kedalaman
tentang hari-hari gemilang yang akan datang
tentang akhir-akhir hutang yang tiada pegangan
heningkan di sini, jangan dengan separo hati!

Berdirilah hening dalam kehampaan malam
melupakan cedera kehilangan rupa
tegakkan pula
suatu bentuk baru di hatimu mengorak jauh
suatu pandangan kudus di pilumu diam bergalau
kita pun semua tahu untuk apa mengenang itu.

Sumber: Mimbar Indonesia (1960)

Analisis Puisi:
Puisi "Agustus" karya Mansur Samin adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keheningan dan kehampaan malam di bulan Agustus, dan bagaimana orang mengenang dan merenungkan peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi. Puisi ini mengeksplorasi tema perasaan kehilangan, harapan, dan ketidakpastian di tengah keheningan malam. Mari kita analisis lebih dalam tentang makna dan pesan yang terkandung dalam puisi ini.

Keberadaan Upacara Duka dalam Kenangan: Puisi ini membuka dengan ajakan untuk berdiri dengan hening dalam kehampaan malam dan mengenang jiwa-jiwa yang patut dikenang. Penyair menghubungkan upacara duka dengan hadirnya peristiwa-peristiwa indah dalam kehidupan, yang membangun kepercayaan teguh.

Kerinduan pada Masa Lalu dan Kehilangan Rupa: Penyair mengajak pembaca untuk menghitung hari-hari silam kehilangan rupa, merujuk pada masa lalu yang penuh kenangan indah, tapi juga penuh kehilangan dan kerinduan. Rumah-rumah dalam lingkaran gelap dan anak-anak tanpa harapan menjadi simbol dari masa lalu yang telah hilang.

Kesiapan Menghadapi Kenyataan dan Masa Depan: Puisi ini menegaskan pentingnya menerima kenyataan dan tidak menghindarinya. Fajar pagi yang akan membuka langit letih adalah gambaran dari harapan dan kemungkinan masa depan yang akan datang. Pembaca diajak untuk menerima kehidupan dengan kesanggupan yang bimbang dan menghadapinya dengan keyakinan yang kuat.

Melupakan Cedera dan Mencari Bentuk Baru: Penyair mengajak pembaca untuk melupakan cedera dan kehilangan rupa, dan mencari bentuk baru dalam hati dan pikiran. Pandangan kudus di pilu merupakan cara untuk merenungkan dan mencari makna di tengah keheningan malam.

Mengenang untuk Menyongsong Masa Depan: Puisi ini menekankan pentingnya mengenang peristiwa-peristiwa lama untuk menyongsong masa depan yang gemilang. Risalah lama yang melantung kedalaman adalah arsip kenangan yang berharga untuk diingat dan dipelajari.

Puisi "Agustus" karya Mansur Samin adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan keheningan malam di bulan Agustus dan refleksi terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan. Puisi ini mengeksplorasi tema kehilangan, harapan, dan ketidakpastian di tengah perenungan akan masa lalu dan masa depan. Dengan bahasa yang puitis dan menyentuh, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan dan menerima kenyataan dengan kesanggupan yang bimbang, serta mengenang peristiwa-peristiwa lama untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Mansur Samin - Horison
Puisi: Agustus
Karya: Mansur Samin

Biodata Mansur Samin:
  • Mansur Samin mempunyai nama lengkap Haji Mansur Samin Siregar;
  • Mansur Samin lahir di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara pada tanggal 29 April 1930;
  • Mansur Samin meninggal dunia di Jakarta, 31 Mei 2003;
  • Mansur Samin adalah anak keenam dari dua belas bersaudara dari pasangan Haji Muhammad Samin Siregar dan Hajjah Nurhayati Nasution;
  • Mansur Samin adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.