Puisi: Antara Seribu Gunung Menjulang Seribu Rindu (Karya Upita Agustine)

Puisi "Antara Seribu Gunung Menjulang Seribu Rindu" karya Upita Agustine menghadirkan gambaran tentang keindahan alam yang megah dan rindu cinta ...
Antara Seribu Gunung
Menjulang Seribu Rindu

Antara seribu gunung menjulang seribu rindu
Menghidupkan cinta di lima benua

Beribu bunga kuncup, mekar dan gugur
Dan pohon-pohon tak berdaun di sana
Di sini hutan-hutan menjulang
Menghadang cakrawala yang kian sayup

Dan di sini aku pada hari ini terbenam
Dilulur rindu yang tertahan
Dalam hari-hari yang lengang
Dari cintaku yang dihangatkan rindu
Antara seribu gunung

Menjulang.

Buo, Juli 1973

Sumber: Horison (Januari, 1975)

Analisis Puisi:
Puisi "Antara Seribu Gunung Menjulang Seribu Rindu" karya Upita Agustine menghadirkan gambaran tentang keindahan alam yang megah dan rindu cinta yang mendalam. Dalam setiap baitnya, penyair menciptakan harmoni antara alam dan perasaan.

Keindahan Alam sebagai Latar Cerita: Puisi ini dimulai dengan gambaran alam yang megah, antara seribu gunung yang menjulang dan seribu rindu yang hidup. Ini menciptakan latar cerita yang kaya akan keindahan dan kebesaran alam, menggambarkan pemandangan yang begitu menakjubkan dan mendalam.

Cinta yang Menghidupkan Lima Benua: Penyair menyebut bahwa cinta yang terpancar dari seribu gunung tersebut mampu "menghidupkan cinta di lima benua." Ini menciptakan gambaran bahwa kekuatan cinta yang bersumber dari keindahan alam mampu menjalar dan menghidupkan perasaan cinta di seluruh dunia.

Siklus Bunga dan Pohon sebagai Metafora Keindahan Hidup dan Kematian: Gambaran ribuan bunga yang kuncup, mekar, dan gugur menciptakan metafora siklus kehidupan. Sama seperti bunga-bunga yang tumbuh dan memudar, begitu pula perasaan cinta yang mengalami perubahan. Pohon yang tak berdaun menciptakan gambaran tentang ketidakpastian, menghadang cakrawala yang sayup.

Landscape Alam yang Menjulang: Puisi menciptakan visual dari hutan-hutan yang menjulang, menghadang cakrawala yang sayup. Ini memberikan kesan akan kebesaran dan keindahan alam yang mempesona, sementara pada saat yang sama, menciptakan rasa misteri dan kegelapan.

Keadaan Pribadi Penyair dalam Alam yang Megah: Penyair menggambarkan dirinya tenggelam dalam rindu pada hari ini, dalam hari-hari yang lengang. Ini menciptakan kontras antara keindahan alam yang megah dan keadaan batin penyair yang tertahan dalam rindu, menunjukkan kompleksitas perasaan pribadi dalam harmoni dengan alam.

Rindu Cinta yang Hangat di Antara Seribu Gunung: Penutup puisi menciptakan kesan rindu cinta yang menghangatkan dalam keterpautan dengan seribu gunung yang menjulang. Rindu cinta menjadi pengikat antara penyair dan keindahan alam, menciptakan harmoni dan kesatuan.

Bahasa yang Romantis: Penyair menggunakan bahasa yang romantis dan imajinatif, menciptakan suasana yang memikat dan menyentuh. Pilihan kata-kata seperti "menghidupkan cinta," "lulur rindu yang tertahan," dan "cakrawala yang kian sayup" membawa nuansa keindahan dan kompleksitas perasaan.

Puisi "Antara Seribu Gunung Menjulang Seribu Rindu" bukan sekadar puisi tentang alam yang megah, tetapi juga tentang rindu cinta yang mendalam. Upita Agustine berhasil menciptakan gambaran yang indah tentang kebesaran alam dan kompleksitas perasaan manusia dalam harmoni dengan alam. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang keindahan dan kelembutan cinta yang dapat diinspirasi oleh keindahan alam yang memukau.

Upita Agustine
Puisi: Antara Seribu Gunung Menjulang Seribu Rindu
Karya: Upita Agustine

Biodata Upita Agustine:
  • Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P. (nama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau nama pena Upita Agustine) lahir pada tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.