Puisi: Bernasib (Karya Rustam Effendi)

Puisi | Bernasib | Karya | Rustam Effendi | Dari manakah datangnya/ keluh yang pilu 'tu/ seperti suara si sakit/ mengadu dan mengeluh/ di tengah .....
Bernasib (1)


Dari manakah datangnya
    keluh yang pilu 'tu,
seperti suara si sakit
    mengadu dan mengeluh
    di tengah malam?

Bagi bisikan biola,
    rebab perinduku,
mengurut telinga yang lembut.
    Mencicit dan menyunu
    mendalam dalam.

Wahai marilah berlagu,
    hati yang bersunyi.
Berilah berlidah jantungku
    supaya nak bernyanyi,
    merentang nalam.

Rebab memecah biola;
    belah bak dikoyak,
rasanya hatiku yang penuh,
    karena lah menyesak
    rindu di dalam.


Bernasib (2)


Kulémparkan rebab perintang hati.
    Kulupakan luka
    berdarah parah.
Kugelangkan gelak pembujuk kanti.
    Kusenyumkan muka
    berpayah-payah!

Sesungguhpun muka kubentang jernih,           
kuhamparkan suka
    berganti-ganti,
sekalipun béta berpakai bersih
    menghamburkan mata
    berseri-seri;

Siapakah konon menduga jantung
    meratapkan rindu
    pada adinda?
Meninggalkan kanda sepotong puntung,
    dihanyutkan pilu
    tidak bermadah!

Sekalipun kawan membawa bujuk,
    menuangkan belas
    ke badan tolan;
Pebiarlah paras bersinar sejuk
    menyurukkan tadas
    alasan sedan,

Seorang sulit mengira kusut,
    yang mengacau dada
    alam di dalam.
Suatu pun tidak madahan larut,
    pendadungkan gundah
    semalam-malam.

Kubuangkan baju penutup palsu.
    Kucurahkan mata
    berlinang-linang.
Meniarap hulu ke pangku pilu
    Kutangiskan kata
    mengenang malang.


Bernasib (3)


Béta bak bagai si burung Bayan,
ditilami kelam dalam terungku.
Merumuk mata menanti mantari.
    Bila terbuka pembungkus balam,
    seketika sempat sayap disuruh,
    hilanglah akal menyulingkan nyanyi.

Sekarang rantai pelenggu hati
kuputuskan sudah dari melilit,
memberi béta kesempatan tutur.
    Sekarang baru kurasa mati
    lidah-syair. Segan, sendat, wah sulit
    mencari madah melagukan tutur!

Sekarang duduk merenung sunyi.
Menggenggami kalbu, – berombak sedih, –
di dalam kamar di lingkung duni.
    Apakah akan jadinya diri?
    Pebilakah maut mengobat letih,
    mengambil rindu, menguburkan bunyi?


Bernasib (4)


    Disawang sengit,
lengkungan biru, yang tiada cemar,
bergubal awan berbual-bual.
Berombak perak gubahan pawana,
putih pualam berarak-arak.

    Di sana sayap
kenangan lama, yang hendak mengembang
menurut ujud, sinaran Surya,
membubung ujung tepian sujana,
memeluk Zohrat berkilau-kilau.

Di tanai tepi                       
bintaran bulan, yang terpinar perak,
di situ béta bermain-main,
memetik putik kesuma Asmara
putik pertama menjelang kembang

Kupinta pintu,
pembuka taman, yang belum ditempuh.
Belum dipijak, belum disabak.
Barulah berjalan berkawan,
lalu melintas di taman aman.

Kudengar debar,
di dalam dada, seperti desiran
cerécéh cinta; berbisik-bisik
Beriak ombak, simburan sungai,
gilang gemilang berpupur habrul.

Kulihat loka
bertabur makmur, yang diserai suka
pancaran surya, di dada tuan.
Cemaslah cita, melihat tekukur
terbang terkejut di sawang lapang,

Jemputlah jiwa,
yang sedang mawang,bak terkepai-kepai.
Lah haram alam. Tiada ertinya
Dunya 'ni lagi, di mata béta!
Mengapa Puspa menghilang s'orang?

Mengapa dinda
meninggalkan sebal yang tidak layu?
Membiar béta meromok hati?
Sekarang sakit menempuh hidup!
Bak masak nyawa, 'kan gugur k'kubur.


Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)

Analisis Puisi:
Beberapa hal menarik dari puisi "Bernasib" karya Rustam Effendi adalah:
  1. Ungkapan Rindu dan Kesedihan: Puisi ini mencerminkan perasaan rindu dan kesedihan yang mendalam. Penyair merasa terhanyut dalam kesakitan dan keluh kesah yang tak terucap. Ungkapan tentang kehilangan dan kerinduan terhadap seseorang yang dicintai terasa kuat dalam puisi ini.
  2. Simbolisme Musik: Puisi ini menggunakan simbolisme musik, seperti biola, rebab, dan berlagu, untuk menggambarkan perasaan dan suasana hati penyair. Musik menjadi penghibur dan penyembuh hati yang terluka, dan melalui musik, penyair berharap dapat menyampaikan perasaannya.
  3. Pertanyaan dan Penderitaan: Penyair mengajukan pertanyaan tentang alam, keabadian, dan godaan yang mempengaruhi hati manusia. Ada juga ungkapan tentang penderitaan dan penyesalan dalam menjalani hidup. Puisi ini menggambarkan konflik emosional dan kebingungan yang dialami oleh penyair dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
  4. Perjalanan Emosional: Puisi ini menggambarkan perjalanan emosional yang kompleks. Penyair berusaha melupakan luka dan menyembunyikan kesedihannya di balik senyuman palsu. Namun, dalam renungan sunyi, penyair merasakan kehampaan dan kebingungan tentang jalan hidupnya.
  5. Gambaran Alam dan Alam Batin: Puisi ini menggunakan gambaran alam untuk menyampaikan perasaan dan suasana hati penyair. Alam digambarkan dengan kata-kata yang indah, seperti awan, perak, matahari, dan sungai, yang mencerminkan keindahan dan kebermaknaan yang terkandung di dalamnya. Alam juga menjadi cermin dari perjalanan batin dan kehidupan manusia.
Puisi "Bernasib" mengungkapkan perasaan rindu, kesedihan, dan pertanyaan yang menggelisahkan dalam kehidupan penyair. Puisi ini menyoroti kompleksitas emosi dan perjalanan jiwa manusia dalam menghadapi tantangan hidup.

Rustam Effendi
Puisi: Bernasib
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.