Puisi: Catatan Jakarta (Karya Hartojo Andangdjaja)

Puisi "Catatan Jakarta" karya Hartojo Andangdjaja mengingatkan pembaca akan kekayaan sejarah dan semangat perjuangan yang masih hidup di tanah ...
Catatan Jakarta
buat mendiang Ch. A.

Di sini dulu kau jalan
di lorong-lorong Jakarta, jantung tanah tercinta
di sini dulu tanganmu memahatkan
dalam baris syair
bangsa muda lahir
baru bisa berkata:
merdeka, merdeka
Kita punya tanah air

Chairil. Berjuta suara padamu memanggil
di sini dulu ketika kau jalan
di hari-hari pertama kemerdekaan

Berjuta suara padamu memanggil
ketika rakyat bangkit, tanah air dibebaskan
ketika merdeka diserukan, mengawang di atas bunyi bedil

Dan kini aku berada di sini, di Jakarta
di sini juga kudengar suara
tapi kini ialah deru berjuta
rakyat yang bekerja

Aku di sini bersama mereka
yang bekerja
di panas matahari katulistiwa
bersama rakyat
aku memahat
puisi hitam coklat
puisi debu, batu dan keringat

Aku berada di sini, bekerja dan menyaksi
segala yang berjalan, yang tumbang, yang tumbuh berkembang
Aku berada di sini, bekerja dan menyaksi
di tanah tercinta suatu bangsa sedang berjuang

Sumber: Buku Puisi (1973)

Analisis Puisi:
Puisi "Catatan Jakarta" karya Hartojo Andangdjaja membawa pembaca dalam perjalanan melalui lorong-lorong Jakarta yang penuh makna sejarah. Dengan penuh semangat, penyair mengeksplorasi jejak kemerdekaan dan perjuangan rakyat di tanah tercinta.

Lorong-Lorong Jakarta sebagai Saksi Sejarah: Puisi dibuka dengan gambaran lorong-lorong Jakarta yang menjadi saksi sejarah perjalanan bangsa. Lorong-lorong ini diakui sebagai jantung tanah tercinta, tempat di mana tangan-tangan mencatatkan syair-syair perjuangan, dan di mana bangsa muda pertama kali mengucapkan kata "merdeka."

Chairil dan Panggilan Berjuta Suara: Penyair merujuk pada Chairil Anwar, ikon sastra Indonesia yang memainkan peran penting dalam gerakan kemerdekaan. Berjuta suara memanggil, mengingatkan kita pada momen-momen kritis di hari-hari pertama kemerdekaan, di mana suara-suara ini menciptakan semangat dan semarak semangat perjuangan.

Deru Berjuta Rakyat yang Bekerja: Puisi melukiskan suasana Jakarta saat ini dengan deru berjuta rakyat yang bekerja. Suara ini menciptakan citra kehidupan sehari-hari yang sibuk dan produktif, melukiskan semangat dan kegigihan rakyat Jakarta yang bekerja di bawah matahari panas khatulistiwa.

Puisi Hitam Coklat: Warna-warna Jakarta yang Realistis: Penyair menggunakan ungkapan "puisi hitam coklat" untuk menggambarkan warna-warna kota Jakarta yang realistis. Warna hitam mencerminkan ketidakpastian dan tantangan, sementara warna coklat menciptakan citra debu, batu, dan keringat, menggambarkan kehidupan yang keras dan penuh perjuangan.

Bekerja dan Menyaksikan Perjalanan Bangsa: Puisi menunjukkan kehadiran penyair di Jakarta sebagai saksi dan pekerja. Ia berada di sana, memahat puisi dalam realitas hitam coklat, menyaksikan segala yang berjalan, tumbang, dan tumbuh berkembang. Ini menciptakan citra seorang penyair yang aktif berkontribusi pada perjalanan dan perjuangan bangsanya.

Puisi "Catatan Jakarta" karya Hartojo Andangdjaja merupakan puisi yang memadukan sejarah, semangat perjuangan, dan realitas Jakarta saat ini. Melalui penggambaran lorong-lorong Jakarta yang penuh makna dan perjalanan rakyat yang bekerja, puisi ini mengingatkan pembaca akan kekayaan sejarah dan semangat perjuangan yang masih hidup di tanah tercinta. Sebagai catatan yang diukir dengan kata-kata, puisi ini mempersembahkan penghormatan kepada Jakarta dan rakyatnya yang tak pernah berhenti berjuang.
Puisi Hartojo Andangdjaja
Puisi: Catatan Jakarta
Karya: Hartojo Andangdjaja

Biodata Hartojo Andangdjaja:
  • Edjaan Tempo Doeloe: Hartojo Andangdjaja.
  • Ejaan yang Disempurnakan: Hartoyo Andangjaya.
  • Hartojo Andangdjaja lahir pada tanggal 4 Juli 1930 di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja meninggal dunia pada tanggal 30 Agustus 1990 (pada umur 60 tahun) di Solo, Jawa Tengah.
  • Hartojo Andangdjaja adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.