Puisi: Dongeng Hari Ini (Karya Upita Agustine)

Puisi "Dongeng Hari Ini" karya Upita Agustine menciptakan gambaran yang kuat tentang perubahan zaman, hilangnya nilai-nilai tradisional, dan ....
Dongeng Hari Ini


Cucuku
Dengar
Di antara riuh para penjilat
Berlidah kaca
Kekuasaan bersuara
Jauh dari suara hati
Mengabur kebenaran
Dalam dunia kanak-kanak

Dan nenekmu tak lagi mendongeng
Kancil cerdik harimau bodoh
Raja yang adil dan bijaksana
Anak-anak raja berbudi luhur
Tidak serakah
Tidak sombong

Dan nenekmu tak lagi berkisah
Masyitah, Khadijah dan Asyah
Ayub, Saleh, Yusuf, Musa dan Isa
Muhammad pujaan umat
Pembawa kebenaran
Sepanjang zaman
Nenek-nenek
Kini berlidah kaca
Mendongeng tak pernah lelah
Tak peduli cucunya tertidur sudah
Dan lidahnya melompat
Gaban, geogle five, dragon wong, tiger wong dan dora emon

Diiringi musik metal
Sambil ngemil
Hamburger, pizza hut, fried chicken
Kepalamu terangguk-angguk
Dalam irama yang asing

Kau tak mengenal rasa
Lepat nagasari, ketan hitam dan putih
Ongol-ongol, kolak labu dan pisang serta bubur candin
Duniamu telah berjalan jauh
Terkontaminasi tanpa immunisasi
Dunia yang lebih mementingkan bungkus dari pada isi
Dunia yang tak lagi dapat membedakan
Perampok dengan dermawan
Naik dengan turun
Bisik dengan busuk
Bisa dengan basi
Pejabat dengan penjahat
Pandai dengan pandai-pandai
Rendah hati dengan rendah diri
Merah dengan kuning
Hijau dengan merah

Dunia yang membingungkan untuk memilih
Mana yang baik dan mana yang buruk
Mana yang benar mana yang salah

Duniaku dan duniamu dibatasi
Langit dan samudera yang berbeda
Cakrawalaku bukan cakrawalamu
Kita tertidur dalam mimpi
Mimpi yang berbeda
Dalam dongeng zaman ini
Cucuku

Padang, 1997

Sumber: Proses Kreatif Jilid 4 (2009)

Analisis Puisi:
Puisi "Dongeng Hari Ini" karya Upita Agustine menciptakan gambaran yang kuat tentang perubahan zaman, hilangnya nilai-nilai tradisional, dan dampak modernisasi terhadap budaya dan moralitas. Melalui penggunaan imaji dongeng dan kisah nenek yang berubah, penyair menyampaikan pesan tentang pergeseran dalam cara kita melihat dan menghayati dunia.

Kritik Terhadap Kekuasaan dan Kehilangan Nilai Tradisional: Puisi ini dibuka dengan citra "riuh para penjilat berlidah kaca," mengkritik kebisingan dan retorika kosong yang sering kali mendominasi dunia modern. Kekuasaan yang bersuara jauh dari hati dan kebenaran mengaburkan nilai-nilai tradisional yang lekat dengan dunia kanak-kanak, seperti kisah Kancil cerdik dan raja yang adil. Ini mengeksplorasi pergeseran dari cerita-cerita moral menuju kebisingan dan kekosongan dalam dunia modern.

Ketidakpedulian Terhadap Warisan Budaya dan Moralitas: Puisi ini menyentuh pada hilangnya tradisi dongeng nenek yang mengajarkan nilai-nilai moral seperti kebijaksanaan, keadilan, dan kesederhanaan. Penggunaan nama-nama tokoh sejarah dan agama seperti Muhammad, Khadijah, dan Yusuf menggambarkan kehilangan identitas dan nilai-nilai agama yang mendasari budaya tradisional.

Dunia Modern yang Terkontaminasi: Penyair menggunakan istilah "terkontaminasi tanpa immunisasi" untuk menggambarkan dunia modern yang tidak dilindungi dari pengaruh luar dan tanpa perlindungan nilai-nilai moral. Penggunaan istilah-istilah makanan dan musik modern seperti hamburger, pizza, dan musik metal menunjukkan perubahan dalam selera dan kebiasaan hidup yang dapat merusak tradisi dan budaya.

Ketidakmampuan Membedakan Antara Baik dan Buruk: Puisi ini menggambarkan kebingungan dalam membedakan antara yang baik dan buruk dalam dunia yang semakin kompleks. Seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, nilai-nilai moral tampak kabur dan sulit dipahami. Penggunaan kata-kata yang bertentangan seperti "perampok dengan dermawan" dan "bisik dengan busuk" menyoroti kebingungan dan ambiguitas moral dalam masyarakat modern.

Kesedihan atas Perbedaan dan Pilihan: Penyair mengekspresikan kesedihan atas perbedaan dalam mimpi dan dunia antara generasi yang lebih tua dan muda. "Langit dan samudera yang berbeda" merujuk pada perbedaan pandangan dan nilai antara nenek dan cucu. Kesedihan ini tampaknya mencuat dari kenyataan bahwa generasi muda mungkin kehilangan koneksi dengan warisan budaya dan moral yang berharga.

Pilihan dan Keberagaman Dunia Modern: Puisi ini menggambarkan dunia modern sebagai tempat yang membingungkan dan penuh pilihan yang sulit. Penyair merinci kebingungan dalam memilih antara yang baik dan buruk, benar dan salah, yang mencerminkan kompleksitas moralitas dalam era modern yang serba cepat dan bergejolak.

Pemisahan Antar-Generasi: Penutup puisi menciptakan gambaran bahwa nenek dan cucu tertidur dalam mimpi yang berbeda, menyoroti pemisahan dan ketidakpahaman antar-generasi. Dunia dongeng yang dulu diwariskan, kini telah berubah menjadi dunia yang terdistorsi dan tak dikenali.

Dengan demikian, "Dongeng Hari Ini" menggambarkan kompleksitas dan perubahan dalam budaya, moralitas, dan pandangan hidup seiring berjalannya waktu. Upita Agustine menggunakan puisi ini sebagai sarana untuk merenungkan perubahan yang terjadi di masyarakat dan menunjukkan kekhawatiran terhadap kehilangan nilai-nilai yang mendasari kehidupan kita.

Upita Agustine
Puisi: Dongeng Hari Ini
Karya: Upita Agustine

Biodata Upita Agustine:
Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P., (nama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau nama pena Upita Agustine) lahir pada tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.