Puisi: Gerimis yang Diam-Diam (Karya Apip Mustopa)

Puisi "Gerimis yang Diam-Diam" karya Apip Mustopa menggambarkan sebuah realitas yang mendalam di tengah keheningan subuh. Melalui metafora ...
Gerimis yang Diam-Diam

Pada suatu temaram subuh
Yang dingin oleh perjalanan musim
Adakah kau lihat di atas atap rumah-rumah
Gerimis yang menyebar diam-diam
Datang dari kelam langit?

Pada saat itu
Adakah kau cair-pikirkan
Bahwa Sang Maha Durjana
Fitnah yang merajalela dimana-mana
Merasuki tiap jengkal tanah di bumi
Dari kelam kehidupan diam-diam
Seperti desir gerimis?


Analisis Puisi:
Puisi "Gerimis yang Diam-Diam" karya Apip Mustopa menciptakan suatu suasana yang penuh makna dan memprovokasi pemikiran pembacanya. Puisi ini tidak hanya menggambarkan fenomena alam, tetapi juga menyampaikan pesan filosofis tentang kehidupan dan keadaan sosial.

Latar Suasana Subuh yang Temaram dan Dingin: Penyair menciptakan latar belakang pada "suatu temaram subuh yang dingin oleh perjalanan musim." Deskripsi ini memberikan warna pada suasana pagi yang sunyi dan dingin, menciptakan gambaran visual bagi pembaca tentang ketenangan dan keheningan yang umumnya terjadi pada waktu subuh.

Imaji Gerimis yang Menyebar Diam-Diam: Penyair menggunakan imaji gerimis sebagai elemen yang menyebar "diam-diam" di atas atap rumah-rumah. Ini menciptakan gambaran gerimis yang halus dan tidak mencolok, seolah-olah bergerak tanpa diketahui oleh banyak orang. Gerimis di sini dapat diartikan sebagai simbol perubahan atau pengaruh yang terjadi secara halus, seringkali tidak disadari oleh banyak orang.

Pertanyaan Filosofis tentang Kehidupan dan Fitnah: Puisi mengajukan pertanyaan filosofis dengan mencermati kondisi saat itu. Penyair menanyakan apakah pembaca melihat fitnah yang merajalela seperti gerimis yang datang dari "kelam langit." Penggunaan fitnah sebagai metafora untuk sesuatu yang meresap dan merajalela menciptakan koneksi antara fenomena alam dengan kehidupan sosial.

Sang Maha Durjana dan Fitnah yang Merasuki Tanah: Dalam konteks puisi ini, Sang Maha Durjana digunakan untuk merujuk pada kekuatan atau kejahatan yang merasuki tanah dan kehidupan. Fitnah dianggap merajalela dan merasuki setiap jengkal tanah, menciptakan gambaran tentang bagaimana pengaruh buruk dapat menyelinap dan merusak, seperti desir gerimis yang datang "diam-diam."

Perbandingan Antara Desir Gerimis dan Pengaruh Negatif: Penyair menyusun perbandingan antara gerimis yang datang diam-diam dan pengaruh negatif yang merasuki kehidupan. Hal ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang bagaimana pengaruh buruk dapat muncul secara perlahan, tanpa disadari oleh banyak orang, hingga akhirnya merasuki setiap aspek kehidupan.

Penegasan Terhadap Desakan Keheningan: Puisi ini memberikan penegasan terhadap desakan keheningan pada saat subuh, menciptakan kesan ketenangan yang berkontras dengan makna yang lebih dalam tentang gerimis yang datang "diam-diam." Ini bisa diartikan sebagai undangan untuk lebih peka terhadap perubahan dan pengaruh negatif yang mungkin terjadi di sekitar kita.

Puisi "Gerimis yang Diam-Diam" karya Apip Mustopa menggambarkan sebuah realitas yang mendalam di tengah keheningan subuh. Melalui metafora gerimis, penyair menciptakan keterhubungan antara fenomena alam dan kondisi sosial, menyampaikan pesan tentang perubahan yang tidak selalu terlihat secara nyata namun dapat merasuki kehidupan sehari-hari. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam di balik keheningan pagi.

Puisi
Puisi: Gerimis yang Diam-Diam
Karya: Apip Mustopa
    Biodata Apip Mustopa:
    • H. Apip Mustopa lahir di Limbangan, Garut, 23 April 1938.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.