Sumber: Gergaji (2001)
Analisis Puisi:
Puisi "Jalanan Macet Juga" karya Slamet Sukirnanto adalah sebuah karya yang mencerminkan realitas urban dan kehidupan sehari-hari di perkotaan.
Gambaran Kota: Puisi ini membawa pembaca ke dalam suasana kota yang penuh dengan kebisingan dan kesibukan. Gambaran matahari yang menderas dan jalanan yang macet menciptakan gambaran yang jelas tentang kehidupan perkotaan yang padat dan panas.
Aspek Kebudayaan: Puisi ini mencakup sejumlah referensi ke budaya dan industri. Kata-kata seperti "Walang Kekek," "Waljinah," "Korea Selatan," dan "Samsung" menggambarkan keberagaman budaya dan perkembangan industri di dalam kota.
Ketidaknyamanan Hidup Kota: Puisi ini mencerminkan ketidaknyamanan kehidupan perkotaan seperti kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan suhu panas. Hal ini tercermin dalam deskripsi getah Walang Kekek dan bara yang menderas.
Kritik Sosial: Meskipun puisi ini tidak secara langsung mengajukan kritik sosial, ia menciptakan gambaran tentang ketidaksetaraan dan kesenjangan sosial. Referensi terhadap harga-harga yang berbeda-beda, orang yang mengungsi, dan kredit macet adalah petunjuk tentang kesulitan ekonomi yang dihadapi beberapa orang dalam kota ini.
Makna Simbolis: Puisi ini juga dapat diinterpretasikan secara simbolis. Jalanan yang macet dapat mewakili kebingungan dalam mencari makna hidup, sementara kemacetan juga bisa menjadi metafora dari kehidupan yang penuh tekanan dan kacau.
Pertanyaan Eksistensial: Puisi ini menggambarkan pengalaman manusia yang mencari arti dalam kehidupan yang sibuk dan kompleks. Pertanyaan seperti "di mana dijual mimpi" dan "di mana beli dolanan" menggambarkan kebingungan dan keinginan manusia untuk menemukan makna.
Bahasa yang Cepat dan Padat: Penyair menggunakan bahasa yang singkat dan padat dalam puisi ini, menciptakan ritme yang cepat dan memberikan kesan kebingungan dan kegaduhan, mencerminkan suasana perkotaan yang sibuk.
Dengan demikian, "Jalanan Macet Juga" adalah puisi yang menciptakan gambaran yang hidup tentang kehidupan perkotaan yang penuh dengan keramaian, kompleksitas, dan pertanyaan eksistensial. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna di balik kehidupan sehari-hari yang seringkali terasa monoton dan padat.
Karya: Slamet Sukirnanto
Biodata Slamet Sukirnanto:
- Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
- Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
- Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.