Puisi: Latar (Karya Upita Agustine)

Puisi "Latar" menggambarkan perjalanan panjang suatu keluarga dan komunitas melalui berbagai peristiwa sejarah, bencana alam, dan perubahan zaman.
Latar Satu

(1)

Kutulis latar ini
Setelah keris Curik Simalagiri
Pusaka keluargaku tersimpan
Enam abad yang lalu
Setelah pedang jenawi hilang hulu
Dimakan api
Setelah kain Sang Saheto tinggal benang
Dilulur waktu
Setelah Si Katimuno terpancung
Pedang sakti
Setelah cap kayu kamat dari Turki
Tinggal arang
Setelah payung kuning kusam
Dikuncung zaman

(2)

Kutulis latar ini
Saat Gumarang tak menerjang
Saat Binuang tak melenguh
Saat Kinantan tak berkokok
Bundo Kanduang hilang dalam waktu
Cindua Mato mengais takdir
Puti Bungsu menitis darah turunan

Latar Dua

(1)

Kutulis latar ini
Ketika
Yang Dipertuan Malewar
Dijemput ke rumah gadangku
Untuk dirajakan di Negeri Sembilan
Ketika
Yang Dipertuan Beringin kemudian datang
Menobatkan Radin Yang Dipertuan

(2)

Kutulis latar ini
Ketika
Muningsyah dengan cucunya Reno Sori
Luput dari maut dalam pengkhianatan di Kototangah
Menghindar ke Lubuk Jambi

(3)

Kutulis latar ini
Ketika
Rumah Gadangku terbakar
Dalam perang saudara

(4)

Kutulis latar ini
Ketika
Yang Dipertuan Hitam dibuang ke Betawi
Kain cintai selempangnya
Lambaian perpisahan
Tanah kelahiran
Pulanglah!
Takkan kujejak lagi Pagaruyung

(5)

Kutulis latar ini
Saat Yang Dipertuan Sembahyang
Terus berjuang di Kuantan

(6)

Kutulis latar ini
Ketika Yang Dipertuan Sembahyang
Menikahi Reno Sori
Menurunkan Reno Sumpu

(7)

Kutulis latar ini
Ketika
Yang Dipertuan Sembahyang
Dari Lubuk Jambi ke tanah suci
Singgah di Negeri Sembilan
Kembali dan bermakam di Cerenti

Latar Tiga

(1)

Kutulis latar ini
Ketika
Yang Dipertuan Gadis Reno Sumpu bergegas
Pulang ke Pagaruyung
Di atas puing perjuangan
Mamaknya Yang Dipertuan Hitam
Ayahnya Yang Dipertuan Sembahyang
Didirikan lagi rumah gadang
Di tanah yang dipilihnya
Dikembangkannya payung kuning
Kebesaran keluarga
Yang diwariskan dari bunda
Dari adat dan sejarah yang panjang
Diangkatnya Penghulu Nan Tujuh
Dibangkitkannya kembali Basa Nan Ampek
Disusunnya anak kemenakan
Sebagaimana dulu
Sebelum perang
Dalam hatinya yang tegar
Dalam jiwanya yang lembut
Dalam rasanya yang dalam
Hulu Jenawi di tangannya
Menitiskan darah turunan
Sendiri dia!

(2)

Kutulis latar ini
Saat saat
Reno Sumpu di perjalanannya
Ditunggu di setiap gerbang
Salamnya menghangatkan kecintaan
Di ubun-ubun kanak kanak

Latar Empat

(1)

Kutulis latar ini
Rumahku. Rumah
Yang didirikan di atas puing
Rumah yang dulu terbakar
Yang didirikan nenek dari nenekku
Di rumah itu nenek dari ibuku lahir
Di rumah itu ibu dari ibuku dilahirkan
Di rumah itu ibuku dipersalinkan
Di rumah itu juga aku diturunkan

Rumah itu dinamakan rumah gadang
Alang Babega dipanggilkan
Tujuh gonjongnya
Sembilan ruangnya
Luas halamannya puding emas pagarnya
Kami bermain di bawahnya

Di rumah itu kami
Diasuh dan dibesarkan kasih sayang
Dipayungi saudara saudara ibu yang laki-laki
Yang kami panggilkan mamak

(2)

Kutulis latar ini
Saat musim panen
Kusaksikan
Sanak saudara, orang-orang kampung
Menuai bersama, bercanda dan berpantun

(3)

Kutulis latar ini
Saat kusaksikan
Penghulu Nan Tujuh
Basa Nan Ampek
Penyangga tugas nenek
Dalam adat dan istiadat
Dari Sungai Tarab Panitahan
Dari Sumanik Makhudumsyah
Indomo dari Saruaso
Tuan Kadhi Padang Gantiang
Dan Tuan Gadang dari Batipuh
Datuk Bandaro Kuniang dari Lima Kaum
Datang
Berbincang
Mengadukan hal kaum dan nagari
Dan nenek memberi
Kata putus

(4)

Kutulis latar ini
Saat kusaksikan
Nenek
Memasangkan destar
Menobatkan
Datuk Bandaro Kuniang di Lima Kaum
Panitahan di Sungai Tarab

(5)

Kutulis latar ini
Saat kami pindah ke kota
Dan aku mulai sekolah
Tiap pekan dia datang
Dibawanya manggis, jambu, duku dan durian
Rendang kesukaanku
Beras putih yang ditumbuk kincir

(6)

Kutulis latar ini
Saat pulang ke rumah gadang
Bermain di halaman
Berlari berkejaran
Di padang rumput yang luas
Menangkap belalang di embun pagi
Berkhayal setinggi langit
Terbang dalam cakrawala kanak kanak

(7)

Kutulis latar ini
Saat orang berburu
Bersorak sorai
Mengejar buruan
Aku senang dan ingin berburu
Diantarkannya aku pada tua pemburu
Bahkan sejak itu diajarinya aku bersilat
Memancing dan main layang layang
Bukan permainan perempuan?

(8)

Kutulis latar ini
Saat aku pergi diam diam
Berjualan buah buahan yang kuambil dari ladang
Dia marah sekali
Aku tidak boleh pulang
Empat pekan lamanya
Kenapa begitu aku tak mengerti

(9)

Kutulis latar ini
Saat menyimak dongeng dongengnya menjelang tidur
Melambungkanku jadi Bundo Kanduang, Puti Galang Banyak,
Gadih Rantih dan Puti Bungsu
Dan cerita dua kakak beradik yang tersesat
Si adik menangis lapar
Seekor burung menjatuhkan diri
Dan berkata: “Hai anak anak, makanlah aku
Yang memakan kepalaku akan jadi raja
Yang memakan ekorku hidupnya kan susah
Tapi bila ia tabah kan mendapat kehormatan.”
Kakak memberikan kepala burung pada si adik
Adik memang menjadi raja
Akhirnya mereka bertemu di istana

(10)

Kutulis latar ini
Di usiaku yang kesebelas
Perang saudara pecah
Kami kembali ke rumah gadang
Ayah dan semua laki laki ikut berperang
Sedang mamak jauh di rantau
Dia jadi ayah dan mamak bagi kami
Sejak itu neneklah segalanya

Perang pun usai
Ayah bekerja di tempat lain
Kami tinggal di rumah gadang
Tiap tiga purnama ayah pulang

Latar Lima

(1)

Kutulis latar ini
Saat kemarau panjang
Tiga bulan hujan tak turun
Sungai menyusut air
Sawah mengering
Rumput menguning
Jalan berdebu
Burung gagak terbang berbondong ke selatan
Bunga bunga padi tak jadi buah
Paceklik!

(2)

Kutulis latar ini
Tengah hari
Saat lengang di kampung
Saat terinjak bayang-bayang
Sejarah berulang
Rumah gadang kami dimakan api
Kata orang dibakar komunis
Padi di lumbung pirang
Berubah warna karena panas
Gong pusaka menyembur cahaya
Terbang ke Gunung Bungsu
Sapiah balahan, kuduang karatan
Dari luhak dan rantau
Datang menyembahkan duka

(3)

Kutulis latar ini
Tujuh malam lamanya
Tujuh harimau putih
Pelan merangkaki sandi

(4)

Kutulis latar ini
Kini
Ketika Gumarangku tak meringkik lagi
Ketika Binuangku tak melenguh lagi
Ketika Kinantanku tak berkokok lagi
Ketika tabuh larangan Gaga Bumi
Tak berdentam lagi
Mainan kanak kanakku
Tersimpan dalam debu
Masa lalu rumah gadangku
Kecintaan dan kebanggaan
Hilang dan raib
Semua habis!
Bersama kami mengais
Sasok jerami hangus

(6)

Kutulis latar ini
Sapiah balahan
Kuduang karatan
Luhak dan rantau
Bersusun jari membincang
Antara keturunan
Batali darah
Batali adat
Batali emas
Untuk menegakkan kembali
Rumah Gadang pengganti
Tak lekang dalam kenangan

Latar Enam

(1)

Kutulis latar ini
Saat
Nenek berpulang
Petir tunggal
Pandam menggegar
Langit mendung
Gerimis!
Pohon kelapa tumbang ditebang

Semua lelaki berdestar
Dan perempuan berkain sandang
Janur kuning
Jasadnya diusung dalam upacara duka
Dipayungi payung kuning kebesaran
Menginjak kain jejak
Sampai ke pandam pekuburan
Dan uang penghibur ditabur
Perempuan perempuan meratap dalam pantun
Mamang dan gurindam
Laki laki merunduk
Larut dalam kenangan kasih sayang

Latar Tujuh

(1)

Kutulis latar ini
Dalam lengang sejarah
Dalam galau kebenaran
Dalam sirnanya kejujuran

(2)

Kutulis latar ini
Ketika nama-Mu tak disebut lagi
Dari rumah ke rumah
Ketika kasih sayang dan kebencian
Kebur batas

Ketika kedermawanan dan keserakahan
Bermuka dua

(3)
Kutulis latar ini
Dalam sujudku
Ketika aku menemui-Mu

(4)

Kutulis latar ini
Ketika aku menatap
Diriku di rumahku
Di rumah-Mu

Latar Delapan

Kutulis latar ini
Latar penulisanku

1991/1992

Sumber: Nyanyian Anak Cucu (2000)

Catatan:
  1. Si Katimuno = patung kecil dari Tiongkok warisan sejarah Pagaruyung.
  2. Cap kayu kamat = salah satu stempel kerajaan Pagaruyung terbuat dari kayu.
  3. Bundo Kanduang = nama raja Pagaruyung dalam kaba Cindua Mato.
  4. Cindua Mato = nama seorang bujang dalam kerajaan Pagaruyung.
  5. Puti Bungsu = nama istri Dang Tuanku putra mahkota.
  6. Yang Dipertuan Malewar = anak raja Pagaruyung yang dirajakan di Negeri Sembilan, Malaysia.
  7. Yang Dipertuan Beringin = anak raja Pagaruyung yang mewakili raja Pagaruyung menobatkan raja Negeri Sembilan yang ke IV.
  8. Radin Yang Dipertuan = Raja kerajaan Negeri Sembilan ke IV.
  9. Muningsyah = nama raja Pagaruyung.
  10. Reno Sori = cucu Muningsyah, raja Pagaruyung.
  11. Yang Dipertuan Hitam = Raja Pagaruyung yang dibuang Belanda ke Betawi dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
  12. Reno Sumpu = anak Reno Sori yang menjadi raja Pagaruyung menggantikan mamaknya Yang Dipertuan Hitam.
  13. Yang Dipertuan Gadis = gelar raja Pagaruyung yang perempuan.
  14. Penghulu Nan Tujuh = perangkat raja Pagaruyung di Pagaruyung.
  15. Basa Nan Ampek = perangkat raja Pagaruyung setingkat menteri pada kelarasan Koto Piliang.
  16. Mamak = saudara laki-laki dari ibu.
  17. Sungai Tarab = wilayah, kedudukan bagi Panitahan.
  18. Datuk Bandaro Kuniang = Gajah Gadang Patah Gadian Petinggi dari kelarasan Bodi Caniago.
  19. Lima Kaum = wilayah, kedudukan Datuk Bandaro Kuniang.
  20. Panitahan = salah seorang dari Basa Nan Ampek bergerak Datuk Bandaro Putih.
  21. Sumanik = wilayah, kedudukan bagi Makhudumsyah.
  22. Indomo = salah seorang dari Basa Nan Ampek.
  23. Saruaso = wilayah, kekdukan Indomo.
  24. Padang Gantiang = wilayah, kedudukan Tuan Khadi.
  25. Tuan Gadang = Panglima perang kerajaan Pagaruyung.
  26. Batipuh = wilayah, kedudukan Tuan Gadang.
  27. Puti Galang Banyak = nama perempuan dalam cerita rakyat.
  28. Sapiah balahan = keturanan dari hubungan saudara perempuan dalam tatanan kerajaan Pagaruyung.
  29. Kuduang Karatan = keturunan dari hubungan saudara laki-laki dalam tatanan kerajaan Pagaruyung.
  30. Luhak = wilayah inti Minangkabau.
  31. Rantau = wilayah perluasan Minangkabau.
  32. Gaga Bumi = nama salah satu tabuh (bedug) kerajaan Pagaruyung.
  33. Batali Darah = pertalian hubunga darah.
  34. Batali adat = pertalian hubungan secara adat.
  35. Batali emas = pertalian hubungan perdagangan.
  36. Kain jejak = kain putih yang dibentangkan untuk dilewati jenazah raja-raja Pagaruyung sejak dari tangga sampai ke pemakamannya.
Analisis Puisi:
Puisi "Latar" karya Upita Agustine merupakan sebuah karya sastra yang menggambarkan sejarah, perubahan, dan kehidupan suatu keluarga atau komunitas. Puisi ini terdiri dari delapan latarnya yang membentuk narasi melalui berbagai kejadian dan peristiwa yang dialami oleh nenek dan keluarga besar.

Latar Satu: Keteladanan Pusaka Keluarga

  • Menggambarkan keris Curik Simalagiri, pedang jenawi, kain Sang Saheto, dan cap kayu kamat yang merupakan pusaka keluarga.
  • Menunjukkan bahwa nilai-nilai kehidupan dan kearifan lokal diwariskan melalui benda-benda bersejarah.

Latar Dua: Perubahan pada Masa Pemerintahan Yang Dipertuan

  • Menyajikan peristiwa seputar masa pemerintahan Yang Dipertuan Malewar dan Yang Dipertuan Beringin.
  • Menyoroti kejadian-kejadian politik dan perubahan pada struktur kekuasaan.

Latar Tiga: Pembangunan Kembali dan Kesejahteraan

  • Menceritakan usaha nenek dalam membangun kembali rumah gadang dan memperjuangkan kebesaran keluarga.
  • Pergulatan nenek dalam mempertahankan tradisi dan adat.

Latar Empat: Kenangan Indah di Rumah Gadang

  • Menggambarkan kehidupan sehari-hari di rumah gadang yang penuh kehangatan keluarga.
  • Pergantian musim, kebersamaan keluarga, dan penghormatan terhadap adat dan leluhur.

Latar Lima: Krisis dan Bencana Alam

  • Menghadirkan krisis kemarau, kebakaran rumah gadang, dan ancaman harimau putih.
  • Menceritakan ketahanan keluarga dalam menghadapi bencana alam dan krisis ekonomi.

Latar Enam: Runtuhnya Rumah Gadang dan Usaha Kembali Bangkit

  • Menunjukkan usaha keluarga dalam mengembalikan kejayaan rumah gadang yang terkena musibah.
  • Menceritakan keteguhan hati keluarga dalam menghadapi perubahan.

Latar Tujuh: Kematian dan Duka Cita

  • Menggambarkan perasaan duka cita saat nenek berpulang.
  • Upacara pemakaman dan kerjasama keluarga dalam menghadapi kematian.

Latar Delapan: Refleksi Diri Penulis

  • Menampilkan latar yang lebih personal, melibatkan penulis dalam narasi.
  • Menghadirkan suasana introspeksi dan perenungan tentang perubahan dan perjalanan hidup.

Tema Keseluruhan

Puisi ini secara keseluruhan membahas tema-tema kompleks seperti warisan budaya, perubahan, ketahanan keluarga, dan pengaruh alam terhadap kehidupan manusia. Penekanan pada nilai-nilai adat dan kearifan lokal juga terlihat dalam setiap latar, menciptakan narasi epik keluarga yang turun-temurun.

Gaya Bahasa dan Pemilihan Kata

Upita Agustine menggunakan gaya bahasa yang padu dan simbolisme yang kuat untuk menyampaikan cerita ini. Pemilihan kata yang indah dan mengena membuat puisi ini menggugah perasaan pembaca.

Puisi "Latar" menggambarkan perjalanan panjang suatu keluarga dan komunitas melalui berbagai peristiwa sejarah, bencana alam, dan perubahan zaman. Dengan gaya bahasa yang kaya dan penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan, keberlanjutan tradisi, dan arti dari sebuah keluarga yang kuat.

Upita Agustine
Puisi: Latar
Karya: Upita Agustine

Biodata Upita Agustine:
  • Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P., (nama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau nama pena Upita Agustine) lahir pada tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.