Puisi: Menangis (Karya Rustam Effendi)

Puisi | Menangis | Karya | Rustam Effendi | Alangkah benciku mendengar tangis/ kalau menangis karena sakit/ Alangkah marahku mendengar tangis/ kalau
Menangis

Alangkah benciku mendengar tangis
kalau menangis karena sakit.
Alangkah marahku mendengar tangis,
kalau orang disinggung barit.

Amarah hatiku mendengar tangis,
kalau orang meratapi mayat.
Mendengar menangis jantungku pedis.
Bukan menangis kujadikan sifat.

Pabila mataku melihat orang
air matanya membasah pipi,
haramlah hatiku menaruh sayang
pada lelaki berhati puteri.

Menangis itu tandanya tak jantan,
atau anak yang di bawah umur.
Menangis itu béta pantangkan
biarpun bumi luluh dan hancur.

Mengapa béta sebengis ini?
Karena tak ada 'kan jadi tangis;
Karena lah habis yang béta tangisi.
Ah, selama hidup, béta Menangis!

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Menangis" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya yang menggambarkan pandangan dan perasaan yang kuat terhadap tindakan menangis dalam berbagai konteks kehidupan.

Sikap Terhadap Menangis: Puisi ini mengeksplorasi beragam sikap terhadap tindakan menangis. Penyair mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap orang yang menangis dalam situasi-situasi tertentu, seperti karena sakit atau disinggung, namun juga mengevaluasi alasan-alasan yang dapat membenarkan tindakan menangis, seperti saat meratapi kematian seseorang.

Emosi Penyair: Penyair mengekspresikan emosi-emosi yang kuat terkait dengan tindakan menangis, termasuk kebencian, kemarahan, dan ketidaksetujuan. Puisi ini mencerminkan sikap yang teguh dan keras terhadap tindakan menangis, dengan menyatakan bahwa menangis dianggap sebagai tanda kelemahan atau ketidakjantanan.

Pertentangan Konvensional: Puisi ini menyoroti pertentangan antara pandangan konvensional terhadap menangis dan realitas emosional individu. Meskipun ada stigma terhadap menangis dalam beberapa konteks, penyair juga menyoroti kelemahan manusia dan kompleksitas emosi yang mendasari tindakan tersebut.

Pemahaman Gender: Ada unsur pemahaman gender yang kuat dalam puisi ini, di mana penyair menempatkan menangis sebagai tanda ketidakjantanan dan menunjukkan bahwa tindakan tersebut seharusnya dihindari oleh pria atau individu yang dianggap kuat.

Pertanyaan Filosofis: Puisi ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang makna dan tujuan dari tindakan menangis. Penyair mempertanyakan alasan di balik tindakan tersebut dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang kelemahan manusia dan kompleksitas emosi.

Bahasa dan Gaya Penulisan: Rustam Effendi menggunakan bahasa yang kuat dan langsung dalam puisi ini, dengan gaya penulisan yang tegas dan tanpa ampun. Pemilihan kata-kata yang tajam dan struktur yang sederhana menguatkan pesan-pesan yang disampaikan dalam puisi.

Puisi "Menangis" adalah sebuah karya yang menantang pandangan konvensional terhadap tindakan menangis dan mengeksplorasi kompleksitas emosi yang terkait dengannya. Dengan gaya penulisan yang tajam dan emosi yang kuat, penyair mengundang pembaca untuk merenungkan tentang makna dan tujuan dari tindakan tersebut dalam konteks kehidupan manusia.

Rustam Effendi
Puisi: Menangis
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.