Analisis Puisi:
Puisi "Mengaji" karya Dodong Djiwapradja membawa pembaca dalam perjalanan introspektif tentang keberagaman bahasa dan kebijaksanaan spiritual.
Bahasa dan Kebijaksanaan Budaya: Puisi ini dimulai dengan pertanyaan mengapa puisi tidak ditulis dalam bahasa Jawa atau Sunda agar nenek bisa membacanya. Ini menggarisbawahi pentingnya mempertahankan keberagaman budaya dan bahasa dalam mengekspresikan diri.
Makna Dibalik Kata-Kata: Penyair kemudian mengeksplorasi kompleksitas bahasa dan kebijaksanaan spiritual. Dia menunjukkan bahwa terlalu kejelasan dalam puisi bisa menjadi kurang menarik. Keindahan puisi, menurutnya, terletak dalam kemampuannya untuk menyelinap, merayap, dan mengendap, seperti bayangan ajaib yang mengintip dari bukit.
Pelajaran dari Kitab Suci: Puisi menyentuh pada tema spiritualitas, menyoroti bahwa dalam kitab suci, semua orang, termasuk yang dianggap keji, disayangi. Namun, sifat keji mesti dijauhi, sementara tenung dan sihir bukanlah ciri seorang penyair yang sejati.
Pesan Akhir: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna keberagaman bahasa, kebijaksanaan spiritual, dan makna dari puisi itu sendiri. Penulis menggambarkan bahwa puisi seharusnya mengandung kebijaksanaan dan spiritualitas yang membawa pemahaman mendalam tentang kehidupan.
Puisi "Mengaji" adalah refleksi tentang keberagaman bahasa, kebijaksanaan spiritual, dan makna dari puisi itu sendiri. Dengan pertanyaan awal yang menantang dan penjelajahan tentang keindahan bahasa dan makna spiritual, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan esensi kehidupan dan kebijaksanaan yang terkandung dalam kitab suci serta dalam karya seni seperti puisi.