Puisi: Negeri Nyiur Melambai (Karya Slamet Sukirnanto)

Puisi "Negeri Nyiur Melambai" bukan hanya sekadar kritik sosial terhadap keadaan politik dan moral di Nusantara, tetapi juga merupakan panggilan ....
Negeri Nyiur Melambai


Kenapa kita senang darah mengalir
Kenapa kita senang pukulan-pukulan
Negeri nyiur melambai — bukan lagi wilayah damai
Tak ada ketentraman. Tak ada pesta gembira!

Oh, Praja! Hanya duka. Hanya cemas
Seluruh tubuh ini luka! Mungkin kabar buruk juga
Gosip dari pedalaman: ancaman, pembakaran, kacau balau
Bakal datang menghadang!

Apakah kini masih bisa
Menetes air mata. Melatih diri memasuki kejadian.
Bacalah gejala! Juru telik ke mana?. Di mana anda?

Kudukku bergidik!
Ini bangsa apa?. Ini bangsa siapa?
Begitu semena-mena antara sesama
hanya karena singgasana!

Sungguh mengerikan!
Sungguh menakutkan!

Ada nyanyi begini:

"Sorak-sorak bergembira
Bergembira semua
Sudah bebas negeri kita"

Tapi bukan itu bunyinya:
"Mari membakar gedung-gedung megah
bangunan megah, toko-toko dan swalayan
juga pabrik dan pusat industri yang setiap hari
dilumuri keringat para pekerja. Musnah seketika"

Negeri ini mau dibawa ke mana?
Kalau rumput menyala api kemarahan
Kalau semak perdu menyala api kekecewaan
Akal sehat tidur nyenyak!

Kekuatan berhadapan kekuatan
Otot berhadapan otot. Kelicikan
Merajalela. Anak-anak tumpah ruah
Semarak dan keranjingan jadi penggembira
Sungguh gila lakon Nusantara!

Ternyata zaman senewen ini
Tak ada lagi orang besar!
Tak ada pemandu bangsa!
Yang ada bagai mertua culas
Dan kerumun orang-orang yang saling curiga!

Negeri nyiur melambai - tiba-tiba
Kehilangan harapan! Negeri rampokan
Hutan ludes belantaranya. Kehilangan tapak
Dan jejak sejarah! Di hadapan kita kelak
Bakal berserakan puing-puing
Moral merosot! Kebudayaan keranjang sampah
Budi luhur hanya dongeng dari kubur
Pesan leluhur dulu

Mungkin ada yang tak jujur!
Oh, Praja, ada darah berceceran di mana-mana
Durjana bersembunyi di setiap sudut! Inilah kenyataan!

"Tangan tidak percaya pada tubuh
Tubuh tidak percaya pada kepala
Kaki. Tangan. Tubuh. Kepala
Ingin berdiri sendiri-sendiri"

Inilah kita! Inilah bangsa di ambang petaka!
Aku dengar gaung Aceh
Aku dengar gaung Maluku, Kalimantan, Riau
Dan di mana-mana. Sementara Surakarta dan pedalaman lainnya
Siap bercanda dengan kekerasan
Bom waktu siap meledak!

Oh, Praja. Oh, zaman
Anyaman Nusantara
Telah retak digigit tikus-tikus
Dan disergap rengat yang rakus!

Ya Allah. Ya, Tuhan Yang Maha Esa
Lepaskan Nusantara dari bencana
Jangan biarkan keburukan semena-mena
Biarkan generasi baru menghirup hidup
Rumpun yang segar dan subur

Ya, Allah! Kudaki tangga
Aku merangkak
Aku menggeliat
Aku mengiba

Terimalah sholatku
Terimalah zikirku
Terimalah doaku
Tanganku tengadah tinggi ke angkasa
Aku ingin lebih dekat pada-Mu!
Bebaskan negeri ini dan belenggu!

Tubuh berjalan gontai
Namun lurus menatap ke depan
Karena Engkau
Ya, Allah
Sesungguhnya:
Aku tidak sendiri!


Yogyakarta, 29 Juli 1999

Sumber: Gergaji (2001)

Analisis Puisi:
Puisi "Negeri Nyiur Melambai" karya Slamet Sukirnanto menciptakan gambaran yang mendalam dan penuh dengan kritik sosial terhadap kondisi politik dan moral di Nusantara. Melalui ekspresi yang kuat dan nada puisi yang menggugah, penyair menyampaikan keprihatinan atas situasi bangsa dan mengajak untuk introspeksi.

Kritik terhadap Kekacauan Politik: Puisi mencerminkan kekacauan politik yang terjadi di Nusantara. Menggunakan gambaran darah, pukulan, dan kegembiraan palsu, Slamet Sukirnanto menyampaikan pesan bahwa keadaan politik di negeri ini bukan lagi wilayah damai. Ketidakstabilan politik dan kekacauan tampaknya mendominasi, menciptakan ketidakpastian dan kegelisahan di antara rakyat.

Kritik terhadap Pembakaran dan Kacau Balau: Penyair mengecam tindakan merusak dan kekerasan dalam bentuk pembakaran gedung-gedung megah dan industri. Puisi menggarisbawahi bahwa tindakan ini hanya akan merugikan masyarakat sendiri, terutama pekerja dan ekonomi nasional.

Tema Kekerasan dan Kebangsaan: Puisi membahas tema kekerasan antara sesama bangsa, yang terjadi karena persaingan untuk singgasana atau kekuasaan. Ketidakadilan dan kebencian antarwarga bangsa menjadi sumber penderitaan dan kekacauan.

Penggambaran Kerusuhan dan Kemarahan: Puisi menciptakan gambaran kerusuhan dan kemarahan melalui gambarkan rumput yang menyala dan semak perdu yang penuh kekecewaan. Ini mencerminkan kemarahan masyarakat terhadap kondisi sosial dan politik yang tidak adil.

Kehilangan Identitas dan Moral: Penggunaan "Negeri nyiur melambai" sebagai metafora menyoroti kehilangan identitas dan moral di Nusantara. Bangsa ini tampak kehilangan jejak sejarah dan kebudayaannya, dan moralitas merosot hingga ke tingkat yang mengkhawatirkan.

Kritik terhadap Pemimpin dan Elite Politik: Puisi mengejek pemimpin dan elit politik yang tidak dapat dipercaya, serta yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan singgasana daripada kesejahteraan rakyat. Mereka digambarkan seperti mertua culas yang tidak memperhatikan nasib rakyat.

Desakan untuk Perubahan: Penyair menyampaikan desakan untuk perubahan melalui penggunaan ungkapan "Kekuatan berhadapan kekuatan." Ada pemahaman bahwa tantangan dan perubahan memerlukan upaya kolektif dan solidaritas di antara rakyat.

Ucapan Doa dan Keterhubungan dengan Tuhan: Puisi diakhiri dengan doa dan upaya untuk keterhubungan dengan Tuhan. Ini menciptakan suasana harapan dan memperlihatkan bahwa, meskipun berada dalam keadaan sulit, masih ada ruang untuk memperbaiki keadaan dengan bantuan Tuhan.

Puisi "Negeri Nyiur Melambai" bukan hanya sekadar kritik sosial terhadap keadaan politik dan moral di Nusantara, tetapi juga merupakan panggilan untuk introspeksi dan perubahan. Melalui penggunaan gambaran yang kuat dan ungkapan yang mendalam, Slamet Sukirnanto mengajak pembaca untuk merenung tentang tanggung jawab bersama dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi negeri ini.

Puisi Slamet Sukirnanto
Puisi: Negeri Nyiur Melambai
Karya: Slamet Sukirnanto

Biodata Slamet Sukirnanto:
  • Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
  • Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
  • Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.