Puisi: Sajak Beranak jadi Ibu (Karya Upita Agustine)

Puisi "Sajak Beranak jadi Ibu" menghadirkan gambaran yang kuat dan intim tentang perjalanan seorang perempuan dalam peran ibu. Dengan kata-kata ...
Sajak Beranak jadi Ibu


Sajak beranak tak bersajak
Sajak dari rahimku
Sajak kanak-kanak

Sajak beranak jadi ibu
Terbenam aku dalam rumah
Terbenam aku dalam langkah
Terbenam aku dalam sepi
Terbenam aku dalam dunia
Terbenam aku dalam hidup

Sajak jadi ibu
Tali meretas darah
Rasa meretas kasih
Budi meretas adat
Turunanku

Sajak jadi ibu
Meniti waktu
Pematang nasib
Turunanku

Sajak jadi ibu
Resah menetas sunyi
Sangsi diri di ujung
Turunanku

1986

Sumber: Nyanyian Anak Cucu (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Beranak jadi Ibu" karya Upita Agustine merangkum perjalanan seorang perempuan dalam peran sebagai ibu. Dengan penggunaan bahasa yang sederhana, namun sarat makna, puisi ini mengeksplorasi dimensi emosional dan pengorbanan yang terkandung dalam peran ibu.

Metafora Sajak sebagai Anak: Penggunaan kata-kata seperti "Sajak beranak tak bersajak" membuka puisi dengan metafora sajak sebagai anak. Ini dapat diartikan sebagai penciptaan karya-karya yang berasal dari pemikiran dan perasaan penulis, seperti anak-anak yang lahir dari ibu.

Pergeseran dari Kanak-Kanak ke Ibu: Puisi ini mencerminkan perjalanan dari "Sajak kanak-kanak" menjadi "Sajak beranak jadi ibu." Perubahan peran ini menandakan transformasi perempuan dari masa kanak-kanak hingga menjadi seorang ibu, dan sekaligus mengeksplorasi dinamika kompleks dari peran tersebut.

Terbenam dalam Berbagai Aspek Kehidupan: Ekspresi "Terbenam aku dalam rumah, langkah, sepi, dunia, hidup" merujuk pada imersi ibu dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ia menggambarkan pengorbanan dan dedikasi seorang ibu yang sepenuhnya terlibat dalam tugas dan tanggung jawabnya.

Tali Meretas Darah, Rasa, dan Budi: Penggunaan metafora "Tali meretas darah, rasa, budi" menggambarkan keterikatan emosional antara ibu dan anak. Ini mencerminkan hubungan yang erat dan mendalam yang terbentuk melalui keturunan, perasaan, dan nilai-nilai moral yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Meniti Waktu dan Pematang Nasib: Frasa "Meniti waktu" dan "Pematang nasib" menciptakan citra perjalanan hidup yang panjang dan penuh tantangan. Ibunya menciptakan jalannya sendiri dalam hidup, menyeimbangkan antara waktu dan nasib, seiring dengan tanggung jawab sebagai seorang ibu.

Resah dan Sangsi di Ujung: Penggambaran "Resah menetas sunyi" dan "Sangsi diri di ujung" menciptakan perasaan keragu-raguan dan kegelisahan yang mungkin dirasakan oleh seorang ibu. Meskipun memilih peran ibu dengan penuh cinta, ada momen-momen ketidakpastian dan kekhawatiran.

Kesimpulan Reflektif tentang "Turunanku": Akhir puisi yang menekankan kata "Turunanku" merangkum pengalaman seorang ibu sebagai warisan yang terus berlanjut melalui keturunannya. Ini menciptakan gambaran siklus kehidupan yang terus berputar, dengan nilai-nilai dan cinta yang ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Puisi "Sajak Beranak jadi Ibu" menghadirkan gambaran yang kuat dan intim tentang perjalanan seorang perempuan dalam peran ibu. Dengan kata-kata yang sederhana namun dalam, puisi ini memperlihatkan kompleksitas dan keindahan peran seorang ibu dalam kehidupan sehari-hari serta kedalaman hubungan antara ibu dan anak.

Upita Agustine
Puisi: Sajak Beranak jadi Ibu
Karya: Upita Agustine

Biodata Upita Agustine:
  • Prof. Dr. Ir. Raudha Thaib, M.P., (nama lengkap Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib atau nama pena Upita Agustine) lahir pada tanggal 31 Agustus 1947 di Pagaruyung, Tanah Datar, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.