Puisi: Melati (Karya J. E. Tatengkeng)

Puisi "Melati" karya J. E. Tatengkeng menciptakan gambaran tentang pengorbanan, ketidakpuasan, dan pencarian keindahan dalam kondisi yang mungkin ....
Melati


Hai Kembang,
Biji-bijian yang suci putih,
Mengapa engkau sembunyi di situ,
Oleh daunan kau diliputi,
Mengapa tunduk di balik batu?

Takutkah engkau trang matahari?
Malukah engkau memandang siang?
Mengapa sunyi engkau cahari,
Mengapa hidup di pintu liang?

Bukan itu tempat Kembang,
Bukan pondok tempat permaisuri!
Hanya istana tempat setimbang,
Putri Melati di taman sari!

Di sini hidup menuju mati,
di sini hormat jangan dimimpi,
di sini kuning mengganti putih,
di sini duka meluka hati.

Oh, Tuan,

Tempat ini tidak kucari,
Bukan olehku tempat dipilih,
Melainkan Tuhan sudah gemari,
Saya berkembang di tempat geli!

Hatiku sungguh riang senang,
Dalam tempat yang Ia berikan,
Di sini saya pancarkan trang,
Seperti Ia sudah tentukan! .....


Analisis Puisi:
Puisi "Melati" karya J. E. Tatengkeng adalah ungkapan perasaan seorang melati yang berbicara kepada tuan atau pemiliknya.

Simbolisme Melati: Melati dalam puisi ini dianggap sebagai sosok yang suci dan putih, mewakili kemurnian dan keanggunan. Melati diibaratkan sebagai "putri Melati di taman sari," menggambarkan keindahan dan keanggunan yang sesuai dengan citra seorang putri.

Keberadaan yang Terbatas: Melati bertanya mengapa ia tersembunyi di balik batu, dan mengapa ia hidup di pintu liang. Ini menciptakan gambaran tentang keberadaan yang terbatas dan kondisi yang kurang ideal. Penyair menyampaikan pertanyaan melati terkait ketidaknyamanan dan ketidakcocokan dengan kondisi tempatnya.

Penolakan terhadap Tempat yang Diberikan: Melati menunjukkan ketidakpuasannya dengan tempat yang diberikan Tuhan. Meskipun melihat tempat tersebut sebagai tempat yang tidak diinginkan, melati mengakui bahwa Tuhan yang menentukan tempat itu dan dia berkembang di tempat yang mungkin dianggap kurang ideal oleh manusia.

Keindahan dalam Keterbatasan: Meskipun melati berada dalam kondisi yang kurang menyenangkan, dia mencoba menemukan keindahan di situasi tersebut. Meskipun warna putih melati mungkin diganti dengan warna kuning, melati tetap mencoba pancarkan keindahan dan ketenangan.

Pengorbanan dan Penderitaan: Melati menyampaikan bahwa tempat ini adalah tempat di mana hidup menuju mati, di mana hormat tidak seharusnya diharapkan, dan di mana duka melukai hati. Ini menciptakan nuansa pengorbanan dan penderitaan yang harus dijalani melati.

Pemberontakan yang Tertahan: Melalui puisi ini, melati mungkin mencoba menyampaikan pemberontakan atau ketidaksetujuan terhadap takdirnya. Meskipun ia menyadari bahwa Tuhan yang menentukan tempatnya, ia mencurahkan perasaan ketidakpuasannya melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Secara keseluruhan, puisi "Melati" membawa pembaca ke dalam dunia simbolisme yang kaya, menciptakan gambaran tentang pengorbanan, ketidakpuasan, dan pencarian keindahan dalam kondisi yang mungkin tidak ideal.

Puisi: Melati
Puisi: Melati
Karya: J. E. Tatengkeng

Biodata J. E. Tatengkeng:
  • J. E. Tatengkeng (Jan Engelbert Tatengkeng) adalah salah satu penyair Angkatan Pujangga BaruNama panggilan sehari-harinya adalah Om Jan.
  • J. E. Tatengkeng lahir di Kolongan, Sangihe, Sulawesi Utara, 19 Oktober 1907.
  • J. E. Tatengkeng meninggal dunia di Makassar, 6 Maret 1968 (pada umur 60 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.