Puisi: Sepanjang Lapar (Karya Sugiarta Sriwibawa)

Puisi "Sepanjang Lapar" membawa pembaca ke dalam refleksi tentang kehidupan yang sulit dan kekecewaan yang kerap mengiringinya. Melalui penggunaan ...
Sepanjang Lapar
Buat Ramadhan


Memanglah kurasa, karena habis menanti
Adalah kata-kata budiman
Bagai rasa sayang yang terlempar
Di luar tadah penerimaan kosong
Tiada tercari mulut yang harus membohong
Senyum sia-sia karena kepala ditundukkan lapar

Ah, mengapa kelegaan tindak hanya sesaat
Bukan menggelenyar bagai penderita yang terkapar
Akankah kututup telapak tangan di kulai muka
Hanya karena tepukan bahu yang kurasa
Telah kukira terlalu manja

Akan kusebut, kata-kata aneh
Asing bagai tamu yang mati saat mengetuk pintu
Juga kutahu, berterus terang betapa sulit perihnya
Bila padaku, rasa sayang hanya ada di muka pucatku

Kita akan berjumpa di lurung-lurung sesal
Di lurung-lurung tak kenal singgah
Ketika sadar membedakan arti
Nafsu dan derita lapar


Analisis Puisi:
Puisi "Sepanjang Lapar" karya Sugiarta Sriwibawa menyuguhkan gambaran kehidupan yang dipenuhi oleh pengharapan, kekecewaan, dan kesadaran tentang penderitaan. Melalui bahasa yang puitis dan metaforis, Sriwibawa berhasil menggambarkan realitas sosial dan psikologis.

Tema Kelaparan sebagai Metafora: Puisi ini mengeksplorasi tema kelaparan sebagai simbol keadaan kehidupan yang sulit, di mana manusia merasakan kekosongan dan kekurangan baik secara fisik maupun emosional. Lapar di sini tidak hanya merujuk pada keadaan fisik tetapi juga melibatkan kekurangan akan kasih sayang dan pengakuan.

Kecewa dalam Nanti dan Harap: "Pantaslah kurasa, karena habis menanti" menggambarkan kekecewaan yang terasa setelah suatu harapan atau penantian yang lama. Puisi ini menciptakan nuansa psikologis di mana harapan yang tinggi sering kali diikuti oleh kekecewaan.

Kata-Kata Budiman yang Terlempar: Penggunaan "kata-kata budiman" yang terlempar menciptakan gambaran kebijaksanaan dan petuah yang terabaikan atau diabaikan. Hal ini dapat mencerminkan ketidakmampuan manusia untuk mengambil hikmah dari nasihat dan bijaksana.

Kesulitan Menerima Kekosongan: Istilah "tadah penerimaan kosong" menunjukkan kesulitan atau penolakan untuk menerima kekosongan atau kurangnya sesuatu dalam hidup. Ini bisa mencerminkan perasaan kehilangan dan kekosongan dalam hidup manusia.

Ketergantungan pada Pengakuan: Baris "Telah kukira terlalu manja" menyoroti ketergantungan manusia pada pengakuan atau penerimaan dari orang lain. Kesadaran tentang kekurangan dalam diri dapat memicu keinginan untuk mendapat pengakuan atau pujian dari lingkungan.

Kelegaan yang Sesaat: Penggambaran "mengapa kelegaan tindak hanya sesaat" menyoroti sifat sementara kelegaan dalam hidup. Hal ini menciptakan refleksi terhadap keinginan manusia untuk mencari kebahagiaan yang seringkali hanya bersifat sementara.

Penderitaan di Balik Senyum Sia-Sia: "Senyum sia-sia karena kepala ditundukkan lapar" menciptakan citra penderitaan di balik senyuman palsu. Lapar di sini tidak hanya mencakup kekurangan makanan tetapi juga kebutuhan akan pengakuan dan pemahaman.

Tema Kesulitan Hidup dan Derita: Baris terakhir puisi, "Nafsu dan derita lapar," menggarisbawahi tema kesulitan hidup dan derita yang seringkali tidak terpenuhi. Penggunaan kata "nafsu" menunjukkan keinginan dan hasrat manusia yang sulit dipenuhi di tengah-tengah kesulitan.

Puisi "Sepanjang Lapar" membawa pembaca ke dalam refleksi tentang kehidupan yang sulit dan kekecewaan yang kerap mengiringinya. Melalui penggunaan bahasa yang mendalam, Sugiarta Sriwibawa menggambarkan keadaan sosial dan psikologis manusia yang berjuang melawan kelaparan, baik yang bersifat fisik maupun emosional.

Puisi
Puisi: Sepanjang Lapar
Karya: Sugiarta Sriwibawa

Biodata Sugiarta Sriwibawa:
  • Sugiarta Sriwibawa lahir di Surakarta, pada tanggal 31 Maret 1932.
© Sepenuhnya. All rights reserved.