Puisi: Terminal Akhir (Karya Fridolin Ukur)

Puisi "Terminal Akhir" karya Fridolin Ukur menggambarkan kehidupan sebagai sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan, kegembiraan, dan ...
Terminal Akhir (1)
Seuntai sajak pisah atas nama kami yang pergi:
Herman Pooroe, Dick Maitimoe, Ed. Lalisang,
Ardi Soeyatno, Fridolin Ukur

Inilah terminal akhir
ujung jumpa
awal pisah

di sini
kusampaikan ucap pamit
dalam puisi terpatah
terukir di wajah langit
terhempas di dada tanah

sepuluh tahun dua bulan sekian hari
aku ikut menanam cinta
sepanjang perjalanan ini
dengan tangis dan keringat
diantar tawa dan canda
diseling geram gerutu
dikawal gelak dan pijar setia

kadang terpanggang di api ungu
pembakaran bakti
seperti habis daya
keberanian pun bisu!

Kadang gemetar di embun subuh
benahan mimpi
seperti kelahiran syair baru
bunga wangi

Terminal Akhir (2)

Inilah terminal akhir

tanpa dalih kutempuh jalan itu
tanpa pamrih kujelajahi kembara ini

lewat jerih dan juang
kupetik bunga mimpi di jalan lengang,
seperti semarak hiasan pesta
melepas nestapa,
dalam hangat unggun api
dalam genggam setia kawan

dan ketika kini
aku terpaku pada musim akan berganti
dibayangi detik waktu dingin berdetak,
ingin kulagukan segala yang terpendam
sebelum buntu malam
sebelum siang tenggelam

segala telah kucoba
apa yang bisa
hanya sampai di sini saja;

semua telah tercatat pada wajah
gurat-gurat luka sejarah

Terminal Akhir (3)

Inilah terminal akhir

kulambai sepasang tangan
yang melahirkan puisi
di denyut jantung urat nadi
mendebur melepas angan
terbang, enggan disapa dalam dusta
puisi ini mengangkat sayap, terbang
lewat gurun gersang, sepi senggang
menembus kefanaan terentang panjang
meraih ufuk harap samar terpampang

Terminal Akhir (4)

Inilah terminal akhir

wajah-wajah merapung dalam bayang kenang
napas tertahan menunggu waktu, menjamah
usap darah, bulan menatap ramah

kuulur tangan mesra padamu
ingin jarak tiada lagi
walau pisah membuka batas senja

kutoreh butir-butir kenang
kesan hangat menggenggam tangan
biar tidak sunyi langkah ini
menutup sisa waktu
sebelum tungku api
meratapi debu dan abu!

Terminal Akhir (5)

Inilah terminal akhir

aku harus pamit di sini
di sini
inilah aku
hatiku tak pernah hambar

aku harus mohon diri
di sini
inilah aku
seperti dulu
di dada cinta terbakar

Salemba Raya 10, 18 Maret 1982

Analisis Puisi:

Puisi "Terminal Akhir" karya Fridolin Ukur adalah serangkaian sajak yang melibatkan pembaca dalam refleksi tentang akhir sebuah perjalanan, baik fisik maupun emosional.

Tema dan Motif: Puisi ini menggambarkan sebuah perpisahan atau akhir yang melibatkan sejumlah motif yang kuat, termasuk tema perjalanan, pengalaman cinta, dan refleksi tentang kehidupan.

Simbolisme Terminal: Terminal dalam puisi ini tidak hanya mencerminkan akhir sebuah perjalanan fisik, tetapi juga mewakili akhir dari suatu fase dalam kehidupan atau hubungan. Ini adalah titik di mana seseorang menghadapi keputusan penting atau perubahan yang mendalam.

Pengalaman Perjalanan: Penyair mengekspresikan perjalanan hidupnya dengan metafora perjalanan fisik, di mana dia menanam cinta dan mengalami berbagai tantangan dan kegembiraan. Perjalanan ini mencerminkan proses tumbuh dan belajar yang terjadi dalam hidup setiap individu.

Konflik Emosional: Puisi ini mengeksplorasi konflik emosional yang terjadi selama perjalanan hidup, termasuk rasa takut, keraguan, keberanian, dan kehilangan. Penyair dengan jujur ​​menggambarkan berbagai perasaan yang dialaminya selama perjalanan.

Pencarian Makna dan Kebenaran: Penyair mencari makna dan kebenaran dalam pengalaman hidupnya, mencoba mengungkapkan kedalaman dan kompleksitas manusia melalui metafora dan imajinasi.

Akhir yang Bersifat Reflektif: Puisi ini ditutup dengan refleksi penyair tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan dunia di sekitarnya. Ini adalah momen introspeksi yang kuat di mana penyair memperhitungkan perjalanan hidupnya dan memohon pengampunan serta memperkuat tekad untuk melanjutkan perjalanan.

Puisi "Terminal Akhir" adalah sebuah pengalaman sastra yang mendalam yang memperkenalkan pembaca pada refleksi tentang perjalanan hidup, perpisahan, dan pencarian makna. Melalui metafora yang kuat dan gambaran emosional yang mendalam, penyair menggambarkan kehidupan sebagai sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan, kegembiraan, dan pengalaman yang mengubah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti hidup dan akhir dari suatu fase, sambil menginspirasi untuk melanjutkan perjalanan dengan tekad dan keberanian yang baru ditemukan.

Puisi
Puisi: Terminal Akhir
Karya: Fridolin Ukur

Biodata Fridolin Ukur:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.