Puisi: Di Negeri Asing (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Di Negeri Asing" karya Subagio Sastrowardoyo mengeksplorasi berbagai tema seperti kehilangan, ketidakpastian, dan harapan, yang menciptakan ...
Di Negeri Asing


(I) Rindu


Janganlah berjalan ke daerah utara
di mana hari makin sempit dan udara telah
sebak oleh layap burung mati. Tanah hitam
terkubur dalam salju sepuluh malam
Daerah bisu di mana bahasa hanya senjata
untuk membunuh cinta
kekasih yang tidur semalam di sisi.

Di sini berakhir segala sejarah
segala kenikmatan dan kehormatan
yang tertumpah dalam darah putih.

Di atas salju segala membeku
Matahari mati.

Malam panjang menutup jalan
akan pulang ke kampung.

Rindu terkungkung. 


(II) New York


Kita harus punya pulisi sendiri
untuk menjaga keselamatan kita
waktu melalui lorong gelap kota
ini. Sebab nyawa tak berharga
dan individu hilang lenyap
di bawah arus keserakahan yang
membikin tempat ini begitu sempit
buat doa dan suara manusia.

Di atas himpitan sampah basah
cakar-langit menjerit sia-sia ke angkasa.

Ini New York. Pusat kesenian
dan segala dosa. Di mana subuh hari
di muka gedung komedi bisa bertemu
tubuh lelaki diam terbaring dengan belati
di dada. 


(III) Hari Natal


Ketika Kristos lahir 
Dunia jadi putih 
Juga langit yang semula gelap oleh darah dan jinah 
jadi lembut seperti tangan bayi sepuluh hari.

Manusia berdiri dingin sebagai patung-patung mesir 
dengan mata termangu ke satu arah.

Tak tumpah darah. Kain yang membunuh 
saudaranya belum lagi lahir.

Semua putih. Salju jatuh
Sssst, diamlah. Kristos hadir.


Sumber: Daerah Perbatasan (1970)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Negeri Asing" karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan perasaan kerinduan dan kebingungan dalam suasana yang asing dan dingin. Tiga bagian puisi ini mengeksplorasi berbagai tema seperti kehilangan, ketidakpastian, dan harapan, yang menciptakan gambaran tentang pengalaman hidup di negeri asing.

Rindu (Bagian I): Puisi ini dimulai dengan bagian yang menceritakan keadaan geografis di daerah utara yang kering dan dingin. Penggunaan gambaran seperti "hari makin sempit" dan "udara telah sebak" menciptakan suasana kelam yang menggambarkan kehampaan dan kematian. Tanah yang terkubur dalam salju sepuluh malam memberikan kesan isolasi dan kehilangan.

Bahasa yang hanya menjadi senjata untuk membunuh cinta menunjukkan konflik dan ketidakmampuan untuk menyampaikan perasaan dengan jujur. Kesunyian dan rindu terkungkung di atmosfer puisi, menciptakan suasana yang suram dan penuh kekosongan.

New York (Bagian II): Bagian kedua membawa pembaca ke New York, sebuah tempat yang dijelaskan sebagai pusat kesenian dan dosa. Pembentukan kepolisian pribadi untuk menjaga keselamatan menunjukkan bahwa kota ini memiliki tingkat kekerasan yang tinggi dan meresahkan. Kondisi kota yang sempit karena keserakahan menciptakan suasana ketidakpastian dan kehilangan nilai manusiawi.

Gambaran tentang tubuh lelaki terbaring dengan belati di dada menunjukkan kekerasan dan kematian yang melibatkan individu. Kesannya, New York diceritakan sebagai tempat yang penuh dengan bahaya dan ketidakpastian.

Hari Natal (Bagian III): Bagian terakhir membawa pembaca ke momen Natal, di mana lahirnya Kristos dihubungkan dengan keputihan salju. Puisi menciptakan gambaran keajaiban dan kebersihan, di mana dunia menjadi putih dan langit bersih dari darah dan jinah. Meskipun terdapat ketenangan, ada juga rasa tegang dan kaku di mana manusia berdiri sebagai patung, menunggu sesuatu yang belum lahir.

Puisi "Di Negeri Asing" menciptakan gambaran tentang pengalaman hidup di tempat yang asing dan penuh ketidakpastian. Penggunaan gambaran alam, kota, dan momen keagamaan menghasilkan karya yang penuh dengan rasa kerinduan, kehilangan, dan kehampaan. Penyair berhasil menciptakan suasana yang gelap dan melankolis, memaksa pembaca untuk merenung tentang eksistensi dan arti hidup di tengah lingkungan yang asing.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Di Negeri Asing
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.