Fragmen
Di bawah bulan atau mentari, buat apa peduli?
Sorga pun tak dimimpikan lagi. Sudah dilampaui
Hanya tinggal mengusapkan minyak wangi di pipi
Angin menari riang menebarkan aroma dan tanda-tanda
Para fakir dan gelandangan mengeja tanda itu, di sini
Di balik kaca gelap mobil angkuhnya bayangan
Hak untuk mati suci dan indah
Tak siapa pun dapat merampas
Anak jalanan menyanyi sambil memukul botol kosong
Hatinya sekelam aspal mendidih
Dari kejauhan sana terdengar tanda, - tanpa bahasa
Warga dan satwa berhamburan, anjing hutan melolong
Gagak-gagak mencium wangi bau bangkai. Huklaaa
Jerit dan kepak sayapnya badai hasrat haus mangsa
Bulan dan bintang pagi tampak suram
Tenggelam dalam gelombang kabut hitam
Perawan hutan digunduli, perutnya terbusai
Ditebas dan dikuras. Kebakaran bikin langit melolong
Kuda-kuda menyeret punggungnya dalam lautan api
Si dungu dan si rakus berjingkrak dengan dengkul di kepala
Diiringi jazz dan musik rock mereka tulis undang-undang
Di atas lembaran mata uang asing
Demi mimpi-mimpi mereka di seberang sana, sayangku
Pabrik-pabrik kita didorong ke dalam jurang
Tinju para pekerja mengepal kaku dalam rantai
Bagaimana kita harus bersaksi
Tentang sebuah masa dengan beribu tanda seru
Tanpa bahasa kecuali perkilahan semata?
Dangdut dan keroncong melantun kian sayup
Menghibur pencinta malam di pinggiran kota
10 Februari 2010
Puisi: Fragmen
Karya: Leon Agusta
Catatan:
- Leon Agusta lahir di Sigiran, Nagari Tanjung Sani Maninjau, Sumatra Barat, 5 Agustus 1938.
- Leon Agusta meninggal dunia di Kota Padang, 10 Desember 2015 (pada umur 77 tahun).
Baca juga: Sajak Alif