Puisi: Jalan Raya Ibu Kota (Karya Leon Agusta)

Puisi "Jalan Raya Ibu Kota" karya Leon Agusta menggambarkan perasaan ketegangan, kecemasan, dan kehilangan. Puisi ini merujuk pada berbagai ....
Jalan Raya Ibu Kota


Kudengar topan menggertak dan angin menerjang
"Apakah malam sedang melalap mereka?"
Aku belum lagi siap; aku tak akan pernah siap
Bahkan untuk tidur
Tapi aku tertidur juga
Diayunkan deru cemas
Dinyanyikan jeritan badai
Sampai pagi yang pucat
Membangunkanku

"Dalam tidur, mimpi buruk selalu mengejarku"

Pagi hari
Musim tampak memanjang oleh cahaya yang rebah
Dari timur
Dan kabut masih kental mendekap jendela

Kutatap Koran pagi yang terhantar lemas di atas meja
"Cinta kekasihku lenyap di jalan raya"
"Dendam kekasihku berkeliaran di jalan raya"

Aku cemas sebab aku belum kemas untuk menyempatnya
Di senja penghabisan; di jaringan jalan raya ibu kota
Berdebaran aku menunggu sambil mendoa
Di tempat aku selalu begitu gairah
mendengar nyanyian dan bisikannya
Walau mimpi buruk selalu mengejar


1981

Sumber: Horison (Oktober, 1982)

Analisis Puisi:
Puisi "Jalan Raya Ibu Kota" karya Leon Agusta adalah karya yang menggambarkan perasaan ketegangan, kecemasan, dan kehilangan. Puisi ini merujuk pada berbagai elemen alam, seperti topan, angin, malam, pagi, dan kabut, untuk menciptakan atmosfer yang memperkuat perasaan yang diungkapkan dalam puisi.

Topan dan Angin: Puisi ini dimulai dengan penggambaran topan yang menggertak dan angin yang menerjang. Ini menciptakan atmosfer ketegangan dan kecemasan yang menggambarkan suasana hati yang tidak stabil.

Tidak Siap dan Ketidakpastian: Penyair menyatakan bahwa dia tidak pernah siap bahkan untuk tidur, yang mencerminkan ketidakpastian dan kecemasan dalam hidupnya. Ini bisa menjadi representasi perasaan ketidakmampuan menghadapi perubahan tak terduga dan tantangan dalam kehidupan.

Mimpi Buruk: Penyair merujuk pada mimpi buruk yang selalu mengejarnya selama tidur. Ini dapat diartikan sebagai perasaan kekhawatiran dan tekanan yang terus-menerus menghantuinya, bahkan dalam mimpi.

Pagi Hari dan Kabut: Puisi ini menciptakan perubahan suasana dari malam yang cemas menjadi pagi yang penuh kehilangan. Kabut yang masih kental mendekap jendela menciptakan atmosfer kesendirian dan ketidakjelasan.

Koran Pagi: Koran pagi yang berita-beritanya tentang cinta yang hilang dan dendam yang berkeliaran di jalan raya menghadirkan elemen tragis dan penuh kehilangan dalam puisi.

Kemas di Jaringan Jalan Raya Ibu Kota: Puisi ini merujuk pada "senja penghabisan" dan menunjukkan ketidakmampuan penulis untuk menyempatkan diri dalam situasi yang mungkin terlambat. "Jaringan jalan raya ibu kota" bisa menjadi simbol kehidupan yang sibuk dan rumit yang menyertai kehilangan dan kecemasan.

Nyanyian dan Bisikan: Penyair merasa terhubung dengan nyanyian dan bisikan yang mungkin menjadi kenangan cinta atau kebahagiaan masa lalu. Namun, mimpi buruk dan ketidakpastian yang terus mengganggunya.

Secara keseluruhan, puisi ini menciptakan atmosfer ketegangan dan kecemasan yang diimbangi dengan elemen-elemen alam seperti topan, angin, kabut, dan perubahan waktu. Ini menciptakan gambaran yang kuat tentang perasaan penulis yang dipenuhi dengan ketidakpastian dan kehilangan dalam kehidupan dan hubungan cintanya.

Leon Agusta
Puisi: Jalan Raya Ibu Kota
Karya: Leon Agusta

Biodata Leon Agusta:
  • Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.