Puisi: Tanah Air (Karya S. Rukiah Kertapati)

Puisi "Tanah Air" karya S. Rukiah Kertapati mengajak kita untuk merenungkan pentingnya menjaga alam dan kekayaannya serta memiliki harapan untuk ...
Tanah Air (1)

 
Hanya senyumanmu saja
suram mendalam.
Selainnya masih gelap berselubung
tak kenal bintang.
Sedang hari baru tiba kepada senja!
 
Ini aku tidak tahu
haruskah aku nantikan Engkau
dengan bercermin di langit mendung melalui malam kelam
yang belum tentu ia berbulan?!

 
Tanah Air (2)

 
Lihat! Alam tiada semarak lagi
Langit tinggal bayangnya saja
melengkung curam! Di situ rupanya penuh bertimbun kekayaan.
Surga! Begitu tiap manusia bilang
tapi bila datang kebinasaan
dari kedahsyatan benci dan pembunuhan
di situ, di situ pula kita terpelanting
ke dalam jurang!
 
Jika begini
tak ada lagi yang tampak menguak harapan
hanya itu senyumanmu saja
yang suram mendalam.
sedang hari baru tiba kepada senja!

 
Tanah Air (3)

 
kekasihku,
di sini, di antara bunga-bunga kuncup yang belum tahu
warna serta wanginya ini
dengan bercermin di kabut mendung ini
akan kunantikan Engkau
sampai hariku satu-satu berlepasan!

Kapan itu selubung gelap pecah terbuka
dan kapan lagi itu
bayangan bulan yang kecut muram jadi ketawa
menyentakkan layar malam bertemu dengan matari
mengulur pagi bercinta?
 
Dalam kemestian melalui malam ini
aku tidak peduli kepada jam mati
yang lupa akan detikan,
Cuma itu saja: senyumanmu!
suram mendalam
bayang kurban kebengisan kubuat jadi pedoman!


Analisis Puisi:
Puisi "Tanah Air" karya S. Rukiah Kertapati adalah kumpulan puisi yang menggambarkan perasaan kegelapan, kekecewaan, dan harapan yang terkait dengan tanah air. Dalam artikel ini, kita akan menganalisis setiap puisi dalam kumpulan ini untuk memahami pesan-pesan yang tersirat.
  1. Hanya Senyumanmu Saja: Puisi pertama mengekspresikan kegelapan dan kebingungan yang dirasakan penyair terhadap situasi tanah air. Penyair merasa bahwa hanya senyuman satu-satunya yang menyinari situasi suram ini. Pernyataan "sedang hari baru tiba kepada senja" menciptakan gambaran bahwa ada harapan baru di tengah kegelapan, meskipun masih dihadapkan pada banyak ketidakpastian. Puisi ini mencerminkan perasaan kebingungan dan ketidakpastian terhadap masa depan tanah air.
  2. Lihat! Alam Tiada Semarak Lagi: Puisi kedua menggambarkan kondisi alam dan kekayaan alam yang terabaikan. Penyair menciptakan kontras antara kecantikan alam dan pembunuhan manusia terhadap alam itu sendiri. Penyair mengkritik manusia yang seringkali hanya memikirkan surga, tetapi mereka sendiri menciptakan kebinasaan melalui tindakan benci dan pembunuhan. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam dan kekayaannya.
  3. Kekasihku: Puisi ketiga menggambarkan perasaan cinta terhadap tanah air dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Penyair menyebut tanah air sebagai kekasihnya, dan dia bersedia menantikannya. Puisi ini menciptakan gambaran tentang perubahan yang diharapkan dalam situasi saat ini, di mana "selubung gelap" akan pecah, dan kebahagiaan akan kembali. Kata-kata seperti "bayangan bulan yang kecut muram jadi ketawa" menciptakan gambaran tentang perubahan yang mungkin terjadi dalam masa depan yang lebih baik. Penyair menegaskan bahwa meskipun berada dalam kegelapan, satu-satunya yang tetap menginspirasi adalah "senyumanmu."
Puisi "Tanah Air" karya S. Rukiah Kertapati adalah ekspresi perasaan penyair terhadap tanah airnya. Melalui gambaran kegelapan, kekecewaan, dan harapan, penyair menggambarkan kompleksitas perasaan terhadap tanah air yang selalu ada dalam sejarah dan perjuangan bangsa. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan pentingnya menjaga alam dan kekayaannya serta memiliki harapan untuk masa depan yang lebih baik.

S. Rukiah Kertapati
Puisi: Tanah Air
Karya: S. Rukiah Kertapati

Biodata S. Rukiah Kertapati:
  • S. Rukiah lahir pada tanggal 25 April 1927 di Purwakarta.
  • S. Rukiah menikah dengan Sidik Kertapati pada tanggal 2 Februari 1952 di Purwakarta.
  • S. Rukiah meninggal dunia pada tanggal 6 Juni 1996 di Purwakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.