Puisi: Hujan (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Hujan" karya Bakdi Soemanto menggambarkan ironi dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan alam.
Hujan


Hujan tak turun
Ketika petani memerlukan air
Tetapi air tetap mengucur
Dari pori-pori tubuhnya
Membasah pada kaos
Yang sudah tiga hari
Tak dicuci air

Sekali air disuntak dari langit
Dan di sawah dan ladang
Terjadi banjir-bandang
Matahari menyengat
Tapi hidup tak hangat
Sebab air setinggi leher
Hampir mengubur kehidupan

Ini siklus alam
Atau ulah "kebudayaan"
Tak pernah ada jawab
Apalagi tindakan
Untuk menjaga peradaban.


Illinois 1986

Sumber: Kata (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Hujan" karya Bakdi Soemanto menggambarkan paradoks dan ironi dalam kehidupan di tengah dinamika alam dan tindakan manusia. Melalui gambaran hujan dan air, penyair mengkritisi kondisi masyarakat yang tidak selalu memahami atau mengatasi kebutuhan dasar dengan tepat.

Ketidakpastian Alam dan Kehidupan: Puisi ini memulai dengan menyoroti kontradiksi antara keinginan petani yang membutuhkan air hujan untuk pertumbuhan tanaman dan kenyataan bahwa air malah mengucur dari pori-pori tubuhnya sendiri. Ini menciptakan citra ketidakpastian dan ironi dalam alam yang terkadang berjalan di luar kendali manusia.

Kontras Antara Kebutuhan dan Kelimpahan: Penyair menampilkan perbedaan antara kebutuhan dan kelimpahan air. Di satu sisi, ada petani yang mengharapkan hujan agar tanaman tumbuh subur. Namun, di sisi lain, air ada dalam jumlah yang melimpah, tetapi terjadi banjir-bandang yang merugikan dan bahkan membahayakan kehidupan. Kontras ini menyoroti kurangnya keseimbangan dalam memahami dan mengelola sumber daya alam.

Tidak Ada Jawaban dan Tindakan: Puisi ini menyiratkan rasa ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam siklus alam dan kehidupan manusia. Penyair menciptakan sebuah pertanyaan retoris mengenai apakah kondisi tersebut adalah bagian dari siklus alam atau ulah manusia. Tidak ada jawaban yang pasti, dan bahkan tindakan untuk menjaga kelestarian alam dan masyarakat juga terlihat meragukan.

Kritik terhadap Peradaban: Puisi ini juga mengandung elemen kritik terhadap ketidakseimbangan antara perkembangan peradaban manusia dan pengelolaan alam. Dalam kondisi di mana kebutuhan dasar seperti air masih terancam atau tidak terpenuhi dengan baik, penyair mengajukan pertanyaan tentang kemajuan peradaban dan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan.

Puisi "Hujan" karya Bakdi Soemanto menggambarkan ironi dalam kehidupan dan hubungan manusia dengan alam. Melalui gambaran hujan dan air, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan tantangan dan pertanyaan etis mengenai pengelolaan sumber daya alam, pertumbuhan peradaban, dan keseimbangan dalam hidup manusia.

Bakdi Soemanto
Puisi: Hujan
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.