Puisi: Orang-Orang Hukuman setelah Senja (Karya Leon Agusta)

Puisi "Orang-Orang Hukuman setelah Senja" karya Leon Agusta penuh dengan kritik sosial dan politik, serta refleksi tentang keadaan manusia dan ...
Orang-Orang Hukuman setelah Senja

Sepi itu kembali hinggap ke bumi
Sepi yang berlanjut
Ke pusat larut

Sementara itu awan-awan merah menggamit
Dalam gigil bendungan pemusnah, hingga
Debu-debu terakhir menghilang di kegelapan
Marapatkan daun pintu

Denyut jemu kemerdekaan mengetuk-ngetuk tembok
Beserpihan di bawah palu teror demi teror
Menggemakan maha sayupnya utopia
Berlatarkan nyanyian Eros dan nostalgia
yang tertekan; sedang Engkau pun yang datang
tak menembus jaringan yang menjerat
nafas terputus-putus

Orang-orang hukuman setelah senja
Membaca mengatas aksara
Menulis hidup jelaga
Di dasar sepinya sendiri
Atas segala janji: dimungkiri.

Juli, 1970

Sumber: Horison (Desember, 1970)

Analisis Puisi:
Puisi "Orang-Orang Hukuman setelah Senja" karya Leon Agusta adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan citra visual dan emosional yang menggambarkan keadaan manusia dan masyarakat pada suatu masa yang sulit.

Kesepian dan Hampa: Puisi ini dibuka dengan gambaran sepi yang kembali menjangkiti bumi. Kesepian ini tidak hanya fisik, tetapi juga mencakup kesepian emosional dan spiritual yang melanda masyarakat. Ketidakhadiran kehadiran yang bermakna dan makna kehidupan memenuhi suasana puisi, memberikan kesan hampa dan suram.

Kegelapan dan Kehancuran: Gambaran awan-awan merah menggamit dan debu-debu terakhir yang menghilang menunjukkan suasana kegelapan dan kehancuran. Puisi ini mencerminkan suasana ketidakpastian dan kekacauan yang melanda masyarakat, dengan teror dan pemusnahan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kritik Sosial dan Politik: Puisi ini juga mengandung kritik sosial dan politik yang kuat. Denyut jemu kemerdekaan dan palu teror demi teror mencerminkan ketidakpuasan terhadap situasi politik yang otoriter dan represif. Penyair mengekspresikan kekecewaan terhadap janji-janji yang tidak ditepati oleh penguasa dan kegagalan untuk mencapai utopia yang dijanjikan.

Kehidupan yang Hampa: Orang-orang hukuman setelah senja menggambarkan manusia yang hidup dalam kondisi hampa dan kekecewaan. Mereka membaca dan menulis hidup jelaga di dasar sepinya sendiri, menunjukkan keadaan ketidakberdayaan dan keputusasaan yang melingkupi masyarakat. Janji-janji yang diucapkan dan diharapkan ternyata hanya dimungkiri.

Bahasa yang Kuat dan Simbolisme yang Mendalam: Puisi ini menggunakan bahasa yang kuat dan simbolisme yang mendalam untuk menyampaikan pesan-pesan yang kompleks. Citra visual seperti awan merah, debu-debu terakhir, dan denyut jemu kemerdekaan memberikan warna dan kedalaman pada puisi, sementara penggunaan alegori seperti orang-orang hukuman setelah senja menyampaikan gambaran tentang kehidupan dan keadaan manusia.

Puisi "Orang-Orang Hukuman setelah Senja" karya Leon Agusta adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan kritik sosial dan politik, serta refleksi tentang keadaan manusia dan masyarakat pada suatu masa yang sulit. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan simbolisme yang mendalam, penyair berhasil menggambarkan kehampaan, keputusasaan, dan ketidakpuasan yang melanda masyarakat. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi manusia dan dunia di sekitarnya, serta untuk mempertanyakan nilai-nilai dan arah kehidupan yang ada.

Leon Agusta
Puisi: Orang-Orang Hukuman setelah Senja
Karya: Leon Agusta

Biodata Leon Agusta:
  • Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
  • Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.