Puisi: Pegadaian (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Pegadaian" karya Aspar Paturusi memberikan gambaran tentang kondisi hidup yang sulit dan perjuangan seseorang untuk bertahan.
Pegadaian


kau kumpulkan keping harapan yang terserak
walau tinggal kepingan kecil tetap kau simpan
“aku tak mungkin hidup bila tak punya sekeping”
kau berbicara kepada dirimu sendiri

saat kau lapar dan tak menemukan sesuap nasi
kau bawa harapanmu itu ke kantor pegadaian
“pak, ini harapan berharga” katamu pasti
“berilah aku duit sesuai nilainya”

sekeping harapan tak bisa ditukar sebungkus nasi
kau kunyah lapar saat baring di kolong jembatan
kau sangat terlatih berhadapan dengan kecewa

pagi sekali kau sudah di gerbang pegadaian
di kantongmu ada dua keping harapan

Jakarta, 8 Desember 2010

Analisis Puisi:
Puisi "Pegadaian" karya Aspar Paturusi menggambarkan realitas hidup sehari-hari yang penuh tantangan dan kesulitan ekonomi.

Keping Harapan Sebagai Simbol: Penyair menggunakan metafora "keping harapan" sebagai simbol dari aspirasi dan harapan hidup. Kepingan-kepingan ini mewakili upaya untuk membangun masa depan yang lebih baik, meskipun dalam keadaan sulit.

Keadaan Sulit dan Kehidupan Penuh Tantangan: Puisi menggambarkan keadaan sulit yang dihadapi oleh pelaku puisi, terutama dalam konteks keuangan dan pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan. Kondisi ini merefleksikan realitas hidup sehari-hari banyak orang yang harus berjuang untuk bertahan.

Dialog Internal: Melalui kata-kata "aku tak mungkin hidup bila tak punya sekeping," puisi membawa pembaca ke dalam dialog internal pelaku puisi. Ini menciptakan nuansa kesendirian dan keputusasaan, di mana pelaku puisi berbicara kepada dirinya sendiri untuk mencari solusi dan harapan.

Harapan sebagai Modal Hidup: Penyair menjelaskan bahwa harapan yang dipegangnya begitu berharga, hingga dia rela membawa ke kantor pegadaian untuk ditukar dengan uang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa harapan bisa menjadi modal atau aset penting dalam menghadapi kesulitan.

Kondisi Sosial yang Sulit: Puisi mencerminkan kondisi sosial yang sulit di mana seseorang harus berhadapan dengan kelaparan dan keterbatasan ekonomi. Keberadaan kantor pegadaian menjadi representasi dari tempat yang menjadi harapan terakhir untuk memperoleh bantuan keuangan.

Kehadiran Kolong Jembatan: Gambaran "kau kunyah lapar saat baring di kolong jembatan" menggambarkan tingkat keputusasaan dan ketidakpastian hidup. Kolong jembatan menjadi tempat baring yang tidak layak, menunjukkan bahwa pelaku puisi telah mencapai titik terendah dalam hidupnya.

Pelatihan Berhadapan dengan Kecewa: Penyair menyebutkan bahwa pelaku puisi sangat terlatih berhadapan dengan kecewa. Ini mencerminkan ketangguhan dan keuletan pelaku puisi dalam menghadapi rintangan hidup, sekaligus menyoroti beban psikologis yang mungkin dihadapi dalam kondisi sulit.

Keinginan untuk Bertahan: Puisi mencerminkan semangat bertahan hidup dan kemauan untuk terus berusaha meskipun dalam kondisi sulit. Pagi-pagi pelaku puisi sudah berada di gerbang pegadaian, menunjukkan tekad untuk mencari jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi.

Pengulangan Kata "Pegadaian": Pengulangan kata "pegadaian" memberikan tekanan pada peran institusi ini dalam kehidupan pelaku puisi. Pegadaian menjadi tempat yang memainkan peran penting dalam mengatasi kesulitan ekonomi dan mempertahankan harapan.

Puisi "Pegadaian" karya Aspar Paturusi memberikan gambaran tentang kondisi hidup yang sulit dan perjuangan seseorang untuk bertahan. Melalui penggambaran harapan sebagai modal hidup, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kekuatan manusia dalam menghadapi kesulitan dan mencari jalan keluar dari situasi yang sulit.

Aspar Paturusi
Puisi: Pegadaian
Karya: Aspar Paturusi

Biodata Aspar Paturusi:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.