Analisis Puisi:
Puisi "Surabaya Empat Lima" karya Aspar Paturusi adalah sebuah karya yang mencerminkan semangat dan kepedulian terhadap sejarah perjuangan rakyat Surabaya pada tanggal 10 November 1945.
Pendahuluan yang Membangkitkan Nostalgia dan Semangat Perlawanan: Puisi dimulai dengan kata-kata yang membangkitkan kenangan dan semangat perlawanan. Penggunaan kata "kudaratkan kaki" menciptakan kesan kesungguhan dan tekad untuk mengingat serta menghormati peristiwa bersejarah.
Citra Heroik dan Pengabdian Rakyat: Penyair menciptakan citra heroik dan pengabdian rakyat Surabaya dalam melawan penjajahan. Kata-kata seperti "jiwaraga sepenuh pengabdian" menyiratkan keberanian dan pengorbanan yang luar biasa dari rakyat Surabaya.
Pertanyaan Retoris yang Menyentuh Hati: Penyair menyampaikan pertanyaan retoris yang menyentuh hati, menanyakan apakah semangat kemerdekaan masih tetap hidup di tengah-tengah kehidupan sehari-hari Surabaya. Pertanyaan ini membangkitkan rasa kepedulian terhadap nilai-nilai luhur perjuangan bangsa.
Kritik terhadap Penghianat Bangsa: Puisi mencakup kritik terhadap penghianat bangsa yang berkeliaran di berbagai lapisan masyarakat, termasuk di kantor pemerintahan. Ini mencerminkan kekecewaan terhadap kondisi sosial dan politik yang mungkin dianggap mengkhianati semangat kemerdekaan.
Ekspresi Kesedihan: Penyair menyampaikan ekspresi kesedihan terhadap kondisi yang tidak sesuai dengan semangat perjuangan yang dulu. Penggunaan kalimat "kami sangat sedih" menciptakan suasana hati yang mendalam dan terpengaruh oleh ketidaksetiaan terhadap cita-cita kemerdekaan.
Perbandingan Antara Jasad dan Ruh yang Abadi: Puisi menggambarkan perbandingan antara jasad yang telah tiada namun ruh yang tetap hidup dan membayangi. Hal ini menciptakan konsep keabadian semangat kemerdekaan dan perjuangan yang tak terlupakan.
Puisi "Surabaya Empat Lima" adalah puisi yang menggugah kesadaran akan nilai-nilai sejarah dan semangat perjuangan. Aspar Paturusi berhasil menggambarkan suasana hati yang penuh semangat, kekecewaan, dan kesedihan terhadap kondisi zaman yang berubah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kemerdekaan dan menilai apakah semangat perjuangan masih hidup di tengah-tengah masyarakat.