Puisi: Duit versus Hukum (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Duit versus Hukum" bukan sekadar puisi, tetapi juga cerminan realitas yang penuh dengan ironi, konflik, dan kompleksitas. Melalui narasi ....
Duit versus Hukum


pencopet itu sudah harus pergi
dia dipindahkan ke penjara
12 orang teman seblok melepasnya
dia tenang-tenang saja

kami membekalinya duit
seberapa pun yang ada
duit itu dilipat kecil-kecil
dibungkus pelastik lalu ditelannya

duit harus disembunyikan dalam usus
kerna bila ditemukan, duit pindah tangan
petugas penjara akan menggeledahnya
itulah nasib para tahanan

terjadi dua bulan sebelum soeharto lengser
pencopet, maling mobil pun sudah tahu
semua bisa diatur asal ada duit
hal ini sudah berlangsung lama

di tahanan polda metro jaya
aku satu blok dengan para penjahat
tidur di atas triplek yang kusam
berbantal botol yang diisi penuh air

penjahat itu manusia biasa
semuanya jadi rajin shalat
jatah makan tak kami sentuh
aku pun cuma sekilas menengoknya

kaleng bundar berisi nasi buat dua orang
ada ikan asin sepotong kecil
ada sayur pepaya muda yang bening
tak sanggup membangkitkan selera

malam hari disinari lima wat
aku tak bisa membaca
aku hanya mendengar canda para tahanan
mereka masih bisa terbahak-bahak

entah apa yang mereka tertawakan
dirinya, petugas, hukum dan pengadilan ?
tahanan di sampingku bawa lari gadis orang
dia tahu: kasus selesai bila siap sekian juta

rupanya sejak dulu kala
duit versus hukum bertarung sejak lama
pemenangnya tergantung pada kasus
serta siapnya sejumlah fulus

Jakarta, medio januari 2010

Analisis Puisi:
Puisi "Duit versus Hukum" karya Aspar Paturusi menghadirkan gambaran yang menyentuh realitas sosial dan hukum di tengah-tengah masyarakat. Melalui narasi pengalaman pribadi di balik jeruji penjara, penyair memaparkan konflik antara kekuatan finansial dan hukum.

Tema Kekuasaan, Uang, dan Hukum: Tema utama puisi ini mencuatkan konflik antara uang (duit) dan keadilan hukum. Penyair menggambarkan bagaimana seorang pencopet, meski tertangkap dan dipindahkan ke penjara, masih mampu merasakan ketenangan karena dukungan finansial dari teman-temannya. Pemberian uang menjadi kekuatan yang dapat meredakan dampak hukum.

Narasi dan Pengalaman Pribadi: Puisi ini mengambil bentuk narasi yang memaparkan pengalaman langsung penyair selama di penjara, bersama dengan berbagai karakter di dalamnya. Dengan gaya bahasa yang sederhana, penyair berhasil menyampaikan keadaan yang nyata dan penuh makna.

Simbolisme dan Metafora: Simbolisme uang yang dilipat kecil dan disembunyikan dalam usus menciptakan gambaran kiasan tentang bagaimana kekuasaan uang seringkali tersembunyi dan sulit diidentifikasi. Penggambaran tempat tidur yang kusam dan bantal botol yang diisi air memberikan kesan kehidupan yang keras dan tidak nyaman di dalam penjara.

Tanggal dan Konteks Sejarah: Puisi ini mengacu pada peristiwa yang terjadi dua bulan sebelum lengsernya Soeharto. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi hukum dan sosial dalam puisi mencerminkan periode tertentu dalam sejarah Indonesia, di mana kenyataan hukum sering kali bisa dipengaruhi oleh faktor non-legal, seperti uang dan koneksi politik.

Ironi dan Kritik Sosial: Penyair dengan cermat menghadirkan ironi dan kritik terhadap kondisi sosial dan hukum. Keseharian di penjara, diwarnai oleh kenyataan bahwa tahanan seringkali lebih peduli pada uang daripada keadilan, mencerminkan keadaan masyarakat yang korup dan sistem hukum yang belum sempurna.

Gaya Bahasa yang Sederhana: Meskipun mengangkat isu yang kompleks, puisi ini menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. Hal ini membuatnya lebih dekat dengan pembaca dan memudahkan pemahaman terhadap pesan yang ingin disampaikan.

Refleksi Sejarah dan Budaya: Dalam menyingkap kenyataan di balik jeruji besi, puisi ini menjadi suatu refleksi terhadap dinamika sosial, hukum, dan budaya pada masa tertentu. Memberikan wawasan tentang peran uang dan hukum dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia.

Puisi "Duit versus Hukum" bukan sekadar puisi, tetapi juga cerminan realitas yang penuh dengan ironi, konflik, dan kompleksitas. Melalui narasi pengalaman pribadi di dalam penjara, penyair mengajak pembaca untuk merenung tentang ketidaksempurnaan sistem hukum dan dampak uang terhadap keadilan. Puisi ini menjadi sebuah karya sastra yang mengajak pada refleksi sosial yang mendalam.

Puisi: Duit versus Hukum
Puisi: Duit versus Hukum
Karya: Aspar Paturusi

Catatan:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.