Puisi: Bencana (Karya Kuntowijoyo)

Puisi "Bencana" karya Kuntowijoyo menggambarkan kehancuran fisik, tetapi juga kehancuran identitas, budaya, dan nilai-nilai yang terjadi dalam ....
Bencana

Toko-toko di kota
sudah ditutup. Anjing menjajakan gonggongnya
pada yang bergegas lewat. Tak seorang tahu
sekarang jam berapa. Hari sudah jadi kemarin.
Nyanyian sudah berhenti di night-club.
Polisi kembali ke pos, menyerahkan pestol
dan tanda pangkat pada bajingan. Yang serba
hitam mengambil alih pasar-pasar. Menawan
wali kota. Mendudukkan kucing di pos-pos
penjagaan. Mereka tahu, semua sudah jadi tikus.
Sia-sia! Rumah-rumah tertutup rapat.
Tidak peduli hari menggelap, lampu jalan
memecah bola-bolanya karena sedikit gerimis,
terdengar retaknya. Kertas-kertas koran,
coklat dan lusuh menggulung kotoran kuda.
Besi-besi berkarat memainkan sebabak silat
di jalanan, lalu diam mengancam. Terdengar
gemuruh tapak kuda di setiap muka rumah,
merebut darah dari jantung. Detak darah tidak
karena urutan, tapi diperintah ringkikan kuda.
Nyanyian sudah berhenti, dihapus dari ingatan.

Sumber: Isyarat (1976)

Analisis Puisi:

Puisi "Bencana" karya Kuntowijoyo adalah sebuah gambaran yang gelap dan mengguncangkan tentang kehancuran dan ketidakpastian dalam sebuah situasi bencana, baik itu secara harfiah maupun sebagai representasi dari kondisi sosial dan politik. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam, puisi ini menggambarkan suasana kekacauan dan kehampaan yang melanda sebuah kota yang terkena bencana.

Kehancuran Kota: Puisi dimulai dengan deskripsi yang penuh dengan kekosongan dan kekacauan di kota. Toko-toko telah ditutup, kehidupan sehari-hari terganggu, dan suasana menjadi suram. Penggambaran ini menciptakan atmosfer yang penuh dengan ketidakpastian dan ketakutan.

Kehilangan Waktu dan Identitas: Dalam suasana kekacauan, waktu kehilangan makna. Orang-orang tidak lagi tahu jam berapa, dan hari-hari terasa samar, seolah-olah semua peristiwa telah menjadi satu kesatuan yang abadi. Identitas diri juga terancam, dengan gambaran anjing menjajakan gonggongnya dan polisi menyerahkan senjata mereka, menandakan kehancuran otoritas dan struktur sosial.

Kegelapan dan Kekacauan: Penggunaan gambaran gelap dan kekacauan seperti malam yang gelap dan lampu jalan yang pecah menciptakan suasana yang menakutkan dan mencekam. Puisi ini menyampaikan pesan tentang ketidakpastian dan ketakutan yang melanda masyarakat dalam situasi bencana.

Kritik Sosial dan Politik: Puisi ini juga mencerminkan kritik terhadap kondisi sosial dan politik yang buruk. Penggambaran bahwa "bajingan yang serba hitam" mengambil alih pasar dan menguasai kota menunjukkan kekosongan moral dan otoritas yang membingungkan.

Kehancuran Budaya dan Tradisi: Besi-besi berkarat yang memainkan sebabak silat dan gemuruh tapak kuda yang mengancam menggambarkan kehancuran budaya dan tradisi yang menjadi korban dalam situasi kekacauan.

Dengan gaya yang kuat dan gambaran yang tajam, puisi "Bencana" karya Kuntowijoyo membangun suasana yang menakutkan dan penuh dengan ketidakpastian. Ini tidak hanya menggambarkan kehancuran fisik, tetapi juga kehancuran identitas, budaya, dan nilai-nilai yang terjadi dalam situasi bencana.

Puisi: Bencana
Puisi: Bencana
Karya: Kuntowijoyo

Biodata Kuntowijoyo:
  • Prof. Dr. Kuntowijoyo, M.A.
  • Kuntowijoyo lahir pada tanggal 18 September 1943 di Sanden, Bantul, Yogyakarta.
  • Kuntowijoyo meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 (pada usia 61 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.