Puisi: Kehilangan Mantra Sutardji (Karya Kurnia Effendi)

Puisi "Kehilangan Mantra Sutardji" mengajak pembaca untuk merenung tentang makna eksistensial dan spiritualitas. Penggunaan mantra, tauhid, ....
Kehilangan Mantra Sutardji


Mantra yang mengucap dirinya, di luar lidah dan gegilimu.

Tak ada lagi batas antara tanah dan air, kata dan syair, pisau dan luka, jerit dan darah, cakar dan kucing, cinta dan berahi, pemuda dan telur, amuk dan kapak!.

Blues yang terlepas dari harmonica, mencari-cari improvisasi

Gairah tauhid mengalirkan listrik pada tubuhmu. Alifbata membubung melampau sumber hujan. Alifbata menggali kubur hingga ke titik hancur. Alifbata memasang perangkap di gua-gua keramat. Dari aorta: darah dan doa terus menyembur.

O, mantra merapal dirinya, menghapus seluruh permohonan. Mengeja dari kanan ke kiri.

Dan satu demi satu huruf gugur.

Jakarta, 2018

Analisis Puisi:
Puisi "Kehilangan Mantra Sutardji" karya Kurnia Effendi merupakan karya yang kaya simbol dan mendalam, menciptakan suasana yang misterius dan penuh refleksi.

Mantra sebagai Pencarian Makna: Mantra di sini tidak hanya diartikan sebagai rangkaian kata-kata yang diucapkan untuk efek spiritual, tetapi juga sebagai representasi dari upaya manusia mencari makna dalam kehidupan. Puisi membuka dengan konsep mantra yang mencoba mencapai pemahaman mendalam tentang realitas.

Peleburan Batas: Puisi ini mengekspresikan konsep peleburan batas yang sangat kuat. Tidak hanya batas fisik seperti antara tanah dan air, tetapi juga batas-batas abstrak seperti antara cinta dan berahi, jerit dan darah. Peleburan ini menciptakan suasana kekacauan dan kehancuran.

Imaginasi dan Improvisasi: Ada penekanan pada kebebasan dalam improvisasi dan eksplorasi, terutama melalui gambaran blues yang terlepas dari harmonika. Hal ini dapat diartikan sebagai seruan untuk membebaskan diri dari keterbatasan dan norma-norma yang mengikat, mencari kreativitas melalui ekspresi improvisatif.

Simbolisme Tauhid: Gairah tauhid yang mengalirkan listrik pada tubuh menciptakan dimensi spiritual dalam puisi ini. Tauhid, konsep kesatuan Tuhan dalam Islam, digambarkan sebagai sumber energi dan kehidupan yang mengalir melalui makhluk hidup.

Simbolisme Alifbata: Penggunaan Alifbata, huruf pertama dalam aksara Arab, menciptakan simbolisme dalam puisi. Alifbata di sini dapat diartikan sebagai awal dan akhir, serta melibatkan kekuatan menciptakan dan menghancurkan.

Eksplorasi Hidup dan Kematian: Puisi ini mengeksplorasi tema hidup dan kematian melalui gambaran aorta yang menyembur darah dan doa. Ada kontras antara kehidupan yang mengalir dan kehancuran yang dihasilkan oleh Alifbata.

Gugurnya Huruf-Huruf: Puisi ini mengakhiri diri dengan gambaran huruf-huruf yang gugur satu per satu. Hal ini dapat diartikan sebagai simbol kehancuran, pembubaran, atau mungkin perubahan dalam struktur dan makna.

Puisi "Kehilangan Mantra Sutardji" adalah puisi yang penuh dengan simbolisme dan kompleksitas, mengajak pembaca untuk merenung tentang makna eksistensial dan spiritualitas. Penggunaan mantra, tauhid, Alifbata, dan simbol-simbol lain menciptakan lapisan-lapisan makna yang mendalam dan memerlukan pemahaman yang mendalam untuk menggali esensi puisi ini.

Puisi: Kehilangan Mantra Sutardji
Puisi: Kehilangan Mantra Sutardji
Karya: Kurnia Effendi

Catatan:
  • Kurnia Effendi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Oktober 1960.
© Sepenuhnya. All rights reserved.