Puisi: Museum Volkenkunde (Karya Kurnia Effendi)

Puisi "Museum Volkenkunde" karya Kurnia Effendi merenung tentang identitas, kebijaksanaan, dan realitas kehidupan manusia dalam konteks yang lebih ...
Museum Volkenkunde

Kutemukan Durga dan Ganesha, jauh
dari reruntuhan Singhasari
Bebatu itu masih menyimpan tilas juru pahat
Dan kepingan ingatan

Mungkin Mahisa Agni dan Empu Bojong Santi
pernah ada. Dalam gulita. Tertera samar di daun lontar
Atau terlempar dari pergunjingan para pendekar

Di sini, masa lalu mendapat tempat
Bukan hanya dalam laci terkunci
Para dewa masih mengisap udara
empat musim. Di antaranya penuh warna tulip

Kutemukan sosok tipis dari epos yang panjang
Meski hanya Sri Kresna atau Samiaji yang bijak
Aku dengar perang Kuru berdencing-dencing
mengadu logam dan batu
Di tempat asalnya: tinggal debu
Dan suara yang tak merdu

Aku mencatatkan nama
Agar sekali-dua boleh anjangsana
Menciumi makam titimangsa

Leiden, 2017


Catatan:
Mahisa Agni dan Empu Bojong Santi adalah tokoh cerita dalam roman sejarah karya SH Mintardja, Pelangi di Langit Singosari.

Analisis Puisi:

Puisi "Museum Volkenkunde" karya Kurnia Effendi adalah sebuah karya sastra yang menghadirkan gambaran tentang pengalaman seorang individu di sebuah museum etnografi, di mana ia menyaksikan artefak-artefak dari masa lalu yang tetap hidup dalam koleksi museum. Puisi ini menyajikan refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan masa lalu, budaya, dan warisan sejarah mereka.

Kehadiran Arca dan Mitos: Puisi ini dimulai dengan pengamatan tentang kehadiran arca-arca dewa Hindu, Durga dan Ganesha, yang jauh dari reruntuhan kerajaan Singhasari. Arca-arca ini menjadi simbol keberadaan budaya dan spiritualitas yang masih hidup meskipun berada di tempat yang terpisah dari asalnya. Penggunaan kata "tilas juru pahat" dan "kepingan ingatan" menunjukkan bahwa artefak-artefak tersebut masih menyimpan jejak sejarah dan membangkitkan memori masa lalu.

Kehadiran Figur Epos dan Perang: Puisi ini juga mencatat kehadiran figur-figur dari epos Hindu seperti Sri Kresna atau Samiaji. Mereka menjadi bagian dari narasi panjang yang mencerminkan kebijaksanaan dan perjuangan dalam cerita mitologis. Namun, di samping kebijaksanaan, puisi juga menyampaikan realitas perang yang keras, seperti perang Kuru yang diungkapkan melalui "berdencing-dencing mengadu logam dan batu". Ini menyoroti ketegangan antara kebijaksanaan dan kekerasan dalam sejarah manusia.

Hubungan Manusia dengan Masa Lalu: Puisi ini juga mengeksplorasi hubungan antara manusia dengan masa lalu mereka melalui pengalaman di museum. Meskipun masa lalu tampak jauh dan berdebu, arca-arca dan artefak-artefak tersebut masih memiliki kehadiran yang kuat dan mengisahkan kisah-kisah yang melekat dalam sejarah dan budaya. Dengan mencatat nama-nama dan mencatatkan kehadiran mereka, penutur puisi mencoba untuk mengabadikan dan menghormati warisan budaya mereka.

Pencarian Identitas dan Kenyataan Kehidupan: Puisi ini juga menyiratkan pencarian identitas dan makna kehidupan dalam konteks budaya dan sejarah. Meskipun figur-figur mitologis dan artefak-artefak tersebut mungkin jauh dari keseharian, kehadiran mereka masih memengaruhi dan meresapi pengalaman hidup manusia. Ini mencerminkan keinginan manusia untuk menyelami akar-akar budaya mereka dan memahami makna keberadaan mereka dalam konteks yang lebih luas.

Puisi "Museum Volkenkunde" karya Kurnia Effendi adalah sebuah karya yang kaya akan makna dan refleksi tentang hubungan manusia dengan masa lalu, budaya, dan warisan sejarah mereka. Melalui pengamatan terhadap artefak-artefak dalam museum etnografi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang identitas, kebijaksanaan, dan realitas kehidupan manusia dalam konteks yang lebih luas dari waktu dan ruang.

Puisi: Museum Volkenkunde
Puisi: Museum Volkenkunde
Karya: Kurnia Effendi

Biodata Kurnia Effendi:
  • Kurnia Effendi lahir di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Oktober 1960.
© Sepenuhnya. All rights reserved.