Puisi: Kudengar yang Tidak Mereka Dengar (Karya Rayani Sriwidodo)

Puisi "Kudengar yang Tidak Mereka Dengar" membuka jendela ke dunia komunikasi yang lebih dalam, yang seringkali terabaikan dalam keramaian kata ...
Kudengar yang Tidak Mereka Dengar

Kudengar yang tidak mereka dengar
akar rambut, bulu-bulu bergetar
gumamku: agaknya demikianlah bermulanya
percakapan diam urat antara urat di wajahku
di sekujur tubuh
betul gaduh
sebentar
        : sejauh mana cara keterikatan mengajak.

Kudengar yang tidak mereka dengar
ajakan lugu jantung yang mendadak berdebar
aku menunduk. senyum
ada yang dibisikkan. lama
        : tapi selesai juga
1969

Sumber: Horison (Februari, 1974)

Analisis Puisi:
Puisi "Kudengar yang Tidak Mereka Dengar" karya Rayani Sriwidodo membuka jendela ke dunia komunikasi yang lebih dalam, yang seringkali terabaikan dalam keramaian kata-kata. Dengan penggunaan bahasa yang simbolis, puisi ini merayakan keindahan percakapan diam dan makna-makna tersembunyi yang dapat terdengar di tengah kegaduhan kehidupan.

Komunikasi Tanpa Kata-Kata yang Terdengar: Puisi ini mengeksplorasi dimensi komunikasi yang tidak memerlukan kata-kata. "Akar rambut, bulu-bulu bergetar" menggambarkan komunikasi di tingkat yang lebih primal, lebih dekat dengan keberadaan dan kehidupan. Ini menjadi suara yang terabaikan namun memiliki kehadiran yang kuat.

Percakapan Diam di Seluruh Tubuh: "percakapan diam urat antara urat di wajahku di sekujur tubuh" menciptakan citra komunikasi yang melibatkan seluruh keberadaan fisik. Ini bukan hanya bicara bibir, tetapi juga bicara dari dalam, dari akar rambut hingga ujung kaki, menciptakan suatu keharmonisan dan keutuhan.

Gaduh dan Keterikatan: Penyair menyinggung kegaduhan, namun sebentar. Ini bisa merujuk pada kegaduhan dalam kehidupan sehari-hari yang seringkali mengganggu komunikasi yang lebih dalam. Namun, "sejauh mana cara keterikatan mengajak" menunjukkan bahwa kegaduhan itu sendiri bisa menjadi bagian dari sebuah keterikatan.

Ajakan Lugu dan Keseimbangan Emosi: "Ajakan lugu jantung yang mendadak berdebar" membawa pembaca ke tingkat emosi yang lebih dalam. Senyum yang muncul setelahnya bisa diartikan sebagai respons terhadap keajakan lugu tersebut. Puisi menyoroti keseimbangan antara kesederhanaan (lugu) dan kekompleksan (debar jantung).

Bisikan yang Lama dan Kesudahan yang Damai: "Ada yang dibisikkan. lama: tapi selesai juga" merujuk pada suatu rahasia atau makna yang diungkapkan melalui bisikan. Kata "tapi selesai juga" menciptakan kesan damai dan penyelesaian, memberikan arti pada perjalanan komunikasi yang terjadi.

Penggunaan Bahasa Simbolis dan Kiasan: Penggunaan bahasa simbolis dan kiasan memberikan kedalaman pada puisi ini. "Kudengar yang tidak mereka dengar" bukan hanya pernyataan harfiah, tetapi juga simbol dari pengalaman dan komunikasi yang sering kali terabaikan.

Puisi "Kudengar yang Tidak Mereka Dengar" mengundang pembaca untuk merenung tentang arti komunikasi di luar kata-kata. Rayani Sriwidodo menggunakan kepekaan bahasanya untuk mengeksplorasi percakapan diam yang terjadi di dalam dan di sekitar kita. Puisi ini merayakan keindahan komunikasi yang bersifat universal, tak terkekang oleh kata-kata, dan merayakan makna-makna tersembunyi di balik kegaduhan kehidupan.

Rayani Sriwidodo
Puisi: Kudengar yang Tidak Mereka Dengar
Karya: Rayani Sriwidodo

Biodata Rayani Sriwidodo:
  • Rayani Lubis lahir di Kotanopan, Tapanuli Selatan, pada tanggal 6 November 1946.
  • Rayani Lubis meniadakan marga di belakang nama setelah menikah dengan pelukis Sriwidodo pada tahun 1969 dan menambahkan nama suaminya di belakang namanya sehingga menjadi Rayani Sriwidodo.
© Sepenuhnya. All rights reserved.