Puisi: Mirliton (Diterjemahkan oleh Chairil Anwar)

Puisi "Mirliton," yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar, menggambarkan refleksi tentang penuaan, kerentanan tubuh, dan pertimbangan terhadap .....
Mirliton

Kawan, jika usia kelak
meloncer kita sampai habis-habisan,
jika seluruh tubuh, pehong lagi bengkok,
hanya encok tinggal menentu kemudi,
menyerah: "Sampai sini sajalah",
akan menyingkirkah kita bertambur bisu
mencari jalan belakang
kawan?

Ini tersurat juga bagi pengantin pilihan:
sekeras batu laun 'kan terkikis,
dan ini karkas, barang sewaan,
meninggalkan kita, tidak lagi memaling —
Cukup! Berkeras sampai gerum penghabisan
kawan

Sumber: Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956)

Analisis Puisi:
Puisi "Mirliton," yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar, menggambarkan refleksi tentang penuaan, kerentanan tubuh, dan pertimbangan terhadap hubungan antara usia dan pengalaman manusia. Puisi ini menggunakan imaji yang kuat dan perbandingan untuk menggambarkan perjalanan hidup dan akhirnya menerima kenyataan penuaan dan kematian.

Refleksi tentang Penuaan: Puisi ini membahas tentang penuaan dan perubahan yang terjadi pada tubuh manusia seiring berjalannya waktu. Gambaran tubuh yang "pehong lagi bengkok" dan "hanya encok tinggal menentu kemudi" menggambarkan kerentanan fisik yang umum terjadi pada usia lanjut.

Pertimbangan Terhadap Akhir: Puisi ini juga mempertanyakan bagaimana manusia merespons penuaan dan akhir hayat. Kata-kata "Sampai sini sajalah" mengindikasikan penerimaan terhadap keterbatasan dan perubahan yang datang dengan penuaan, serta pengakuan akan akhir dari perjalanan hidup.

Hubungan dengan Pengantin Pilihan: Puisi ini menggunakan perbandingan dengan pengantin pilihan untuk mengilustrasikan kenyataan tentang kehidupan. Gambaran "sekeras batu laun 'kan terkikis" menggambarkan bagaimana perjalanan waktu dan pengalaman dapat mengubah individu, bahkan yang awalnya tampak kuat dan tidak tergoyahkan.

Penerimaan dan Kekerasan: Puisi ini menggambarkan perjuangan untuk menerima kenyataan tentang penuaan dan kematian. Baris terakhir, "Berkeras sampai gerum penghabisan," menunjukkan tekad dan upaya untuk tetap teguh menghadapi tantangan kehidupan, meskipun kesadaran akan ketidakmampuan dan keterbatasan.

Puisi "Mirliton" mengajak pembaca untuk merenung tentang siklus kehidupan, penuaan, dan akhir hayat. Melalui perbandingan dan imaji yang kuat, puisi ini menggambarkan kompleksitas dan kerapuhan manusia dalam menghadapi perubahan dan tantangan hidup. Puisi ini mengajak kita untuk menghargai setiap momen dalam hidup, sambil menyadari bahwa penuaan dan akhir hayat adalah bagian alami dari pengalaman manusia.

Chairil Anwar
Puisi: Mirliton
Diterjemahkan oleh: Chairil Anwar
Karya asli: E. Du Perron
Judul asli: Mirliton

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.