Puisi: Kwatrin Seorang Wartawan (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kwatrin Seorang Wartawan" memberikan pandangan yang dalam tentang profesi wartawan, menggambarkan pengorbanan dan dedikasi yang diperlukan ...
Kwatrin Seorang Wartawan

kutulis reportase dan berita
tentang orang-orang terdepak ke pinggiran
kutulis opini dan tajuk akhir pekan
kulupakan gaji sedikit tapi tetap bergaya

2019

Analisis Puisi:

Puisi "Kwatrin Seorang Wartawan" karya Gunoto Saparie menggambarkan pandangan yang mendalam tentang profesi wartawan dan pengorbanan yang mungkin diperlukan dalam menjalankan tugas-tugas mereka.

Kebenaran dan Pemberitaan: Puisi ini mencerminkan pentingnya kebenaran dalam pemberitaan, yang merupakan inti dari profesi wartawan. Wartawan diwakili oleh tokoh Kwatrin yang menulis berita dan reportase. Tugasnya adalah untuk melaporkan kejadian-kejadian, baik itu tentang orang-orang yang terdepak ke pinggiran atau opini yang relevan dengan situasi saat itu.

Tantangan Profesi Wartawan: Wartawan sering dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk pengorbanan dalam hal gaji yang kecil. Meskipun demikian, mereka tetap setia pada pekerjaan mereka, menuliskan berita dengan gaya yang menarik dan informatif.

Pengorbanan dan Gaya Hidup: Pengorbanan yang disebutkan dalam puisi, terutama dalam hal gaji yang sedikit, menyoroti bahwa wartawan sering kali harus menghadapi kondisi finansial yang sulit demi menjalankan tugas mereka. Meskipun demikian, gaya hidup yang mereka pilih tetap bergaya dan profesional.

Tulisan dan Identitas Profesi: Puisi ini menekankan bahwa tulisan wartawan adalah cerminan dari identitas profesi mereka. Mereka melaporkan, mengomentari, dan mempertahankan standar kebenaran serta gaya dalam penulisan mereka, bahkan jika hal itu memerlukan pengorbanan.

Kritik Sosial: Secara tersirat, puisi ini juga memberikan kritik sosial terhadap perlakuan terhadap wartawan, terutama dalam hal penghormatan terhadap pekerjaan mereka dan pengakuan atas pengorbanan yang mereka lakukan.

Puisi "Kwatrin Seorang Wartawan" memberikan pandangan yang dalam tentang profesi wartawan, menggambarkan pengorbanan dan dedikasi yang diperlukan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Melalui gaya yang sederhana namun kuat, Gunoto Saparie berhasil menyampaikan pesan tentang pentingnya integritas, pengorbanan, dan keberanian dalam dunia jurnalisme.

Gunoto Saparie
Puisi: Kwatrin Seorang Wartawan
Karya: Gunoto Saparie


Biodata Gunoto Saparie:

Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri. Tinggal di Jalan Taman Karonsih 654, Ngaliyan, Semarang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.