Puisi: Ingin Kutahu di Padang Mana (Diterjemahkan oleh Amir Hamzah)

Puisi "Ingin Kutahu di Padang Mana" menggambarkan perasaan kerinduan, kehilangan, kesedihan, dan bahkan pengorbanan yang dialami oleh penyair.
Ingin Kutahu di Padang Mana

Ingin kutahu di padang mana —
Berburu bengkarung
Anakku — yang telah lalu.
Aduh, musim kemarau!
Lupa aku, bibirku berbincu.

Sumber: Setanggi Timur (1939)

Analisis Puisi:
Puisi "Ingin Kutahu di Padang Mana" adalah sebuah puisi yang diterjemahkan oleh penyair Indonesia terkenal, Amir Hamzah. Puisi ini menggambarkan kerinduan dan kehilangan yang dirasakan oleh penyair terhadap sesuatu yang telah berlalu. Dengan gaya sederhana namun penuh emosi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna di balik kata-kata yang dipilih oleh penyair.

Kerinduan dan Kehilangan: Puisi ini menggambarkan perasaan kerinduan dan kehilangan melalui dua baris pertamanya, "Ingin kutahu di padang mana — / Berburu bengkarung." Kata "berburu" menunjukkan bahwa penyair sedang mencari sesuatu yang telah hilang, seperti sedang berusaha mencari kembali kenangan atau masa lalu yang sudah berlalu. Kehadiran kata "berburu" juga mengandung konotasi usaha dan kerja keras untuk menemukan kembali hal yang telah hilang.

Hubungan Emosional: Di baris "Anakku — yang telah lalu." Kata "anakku" menunjukkan bahwa yang hilang adalah sesuatu yang memiliki hubungan emosional yang kuat dengan penyair, seperti anak atau sesuatu yang dianggap sangat berarti. Kata "yang telah lalu" menandakan bahwa apa pun yang diinginkan penyair telah pergi atau berlalu, dan ini menciptakan nuansa kerinduan yang lebih dalam.

Ekspresi Kesedihan: Baris selanjutnya, "Aduh, musim kemarau!" mengungkapkan perasaan kesedihan dan kehampaan yang dirasakan oleh penyair. Kata "aduh" merupakan ekspresi rasa sakit atau kekecewaan yang mendalam. "Musim kemarau" di sini dapat diartikan secara harfiah sebagai waktu kering yang memengaruhi alam, namun juga bisa diartikan secara metaforis sebagai masa sulit atau kekosongan yang dirasakan oleh penyair.

Rasa Lupa: Baris terakhir, "Lupa aku, bibirku berbincu," mengungkapkan perasaan penyair yang terlalu sibuk mencari sesuatu yang hilang, sehingga dia lupa dirinya sendiri. Kata "lupa" di sini mengandung makna bahwa rasa kerinduan yang mendalam telah membuat penyair mengabaikan atau lupa akan hal-hal lain dalam hidupnya. "Bibirku berbincu" adalah gambaran fisik yang mungkin menunjukkan bahwa penyair telah mengalami perubahan atau keadaan yang kurang nyaman.

Tengku Amir Hamzah
Puisi: Ingin Kutahu di Padang Mana
Diterjemahkan oleh: Amir Hamzah
Karya: Fukuda Chiyo-ni


Biodata Amir Hamzah:
  • Amir Hamzah memiliki nama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indra Putera.
  • Amir Hamzah adalah salah satu sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru (angkatan '30-an atau angkatan 1933).
  • Amir Hamzah lahir pada tanggal 28 Februari 1911 di Binjai, Langkat, Sumatra Utara.
  • Ayahnya bernama Tengku Muhammad Adil (meninggal dunia pada tahun 1933).
  • Ibunya bernama Tengku Mahjiwa (meninggal dunia pada tahun 1931).
  • Amir Hamzah menikah dengan seorang perempuan bernama Kamiliah pada tanggal 1937. Pernikahan ini tersebut dikaruniai seorang anak bernama Tengku Tahura.
  • Amir Hamzah meninggal dunia pada tanggal 20 Maret 1946.
  • Amir Hamzah adalah salah satu pendiri majalah sastra Pujangga Baru (bersama Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane) pada tahun 1932.
  • Dalam dunia sastra, Amir Hamzah diberi julukan Raja Penyair Zaman Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.