Bulan Sekerat di Marpangat 468
Sebuah elegi buat pak piek
Duduk di beranda rumah tua
Kursi, taplak meja, potret dinding
Termangu sendiri
Seperti masih menyimpan angin
Kicau burung, suara daun,
Dan hati yang lama
Adakah tersisa di situ
Getar-getar lagu yang dulu
Dulu sekali
Ketika kita sama-sama pernah menyanyi
Ingin rasanya itu kini kembali
Tapi hari-hari tak bisa ditarik lagi
Jauh angin dari kenangan
Setelah sebegitu lama kita terbang
Dan selalu pernah ada waktu bertemu
Rasanya ingin kita ulang bayang-bayang
Saat-saat kita bersama tertawa
Saat kita bicarakan bintang
Kita lukis wangi bunga
Kita pahat bulatnya bulan
Tenang langit, gemericik sungai, suara lautan
Atau apa saja yang pernah kita risaukan
Dan sekarang tinggal catatan
Lembaran-lembaran lama yang panjang itu
Biar sekarang kita balik-balik kembali
Ingat Marpangat ingat sekerat bulan
Jangan sampai keratan hidup itu
Terhapus dari lukisan milik siapa-siapa
Yang sedang mengenangkannya
Di sini
Saat angin, kicau burung, suara daun
Masih juga terasa seperti yang dulu
Hari ketika kita sedang sama-sama menunggu
Ternyata tinggal bayang-bayang.
Catatan:
Puisi ini masih tergantung pada dinding depan pintu masuk Rumah Sastra Gang Marpangat 468 (sekarang Jalan Ciremei) Tegal kediaman, base camp Piek Ardijanto Soeprijadi tempat mampir banyak pecinta sastra dari segala penjuru nusantara.