Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bulan Madu (Karya Beni Setia)

Puisi "Bulan Madu" karya Beni Setia bercerita tentang fenomena badai petir yang terjadi di langit, digambarkan seolah-olah sebagai sebuah pertemuan ..
Bulan Madu

Kerabat bledek berkumpul 
di aula awan istana langit serentak. Di sepanjang petang bermain bowling dan bilyard gemuruh - menggelundung. Berdetuk menyebarkan kristal bening di bumi semenjak pagi matahari itu malu-malu muncul bertabirkan tipis burkah kabut.

Analisis Puisi:

Puisi "Bulan Madu" karya Beni Setia menghadirkan pengalaman membaca yang berbeda. Berbeda dari gambaran bulan madu pada umumnya yang berkaitan dengan asmara atau romansa manusia, puisi ini justru menggunakan lanskap alam — kilat, petir, kabut, dan awan — sebagai metafora besar. Penyair membangun suasana lewat simbol-simbol langit dan cuaca, membangkitkan imaji kuat dan makna mendalam yang tersembunyi di balik kesederhanaan katanya.

Tema

Tema utama dalam puisi "Bulan Madu" ini adalah pertemuan dan harmoni alam semesta, yang mungkin juga menjadi lambang dari pertemuan dua kekuatan besar: seperti pertemuan dalam cinta, bulan madu, atau bahkan awal dari sebuah perubahan besar dalam kehidupan.

Meski secara eksplisit tidak berbicara tentang manusia, pilihan kata seperti "kerabat bledek" dan "aula awan istana langit" menyiratkan sebuah upacara atau perayaan besar yang bersifat agung dan universal — seperti bulan madu dalam makna simbolisnya: sebuah awal persekutuan yang megah dan penuh harapan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini bisa dilihat dari penggunaan citra cuaca: pertemuan kerabat bledek yang bermain bowling dan biliar di langit adalah metafora untuk badai petir yang ramai. Ini bisa dibaca sebagai lambang dari sebuah fase transisi, misalnya fase baru dalam hidup seseorang, dengan segala gejolak dan kegembiraannya.

Bulan madu yang biasanya diasosiasikan dengan kebahagiaan di sini diterjemahkan ke dalam suasana gegap gempita alam. Mungkin Beni Setia ingin menyampaikan bahwa setiap permulaan, seindah apapun, tetap membawa gemuruh, ketegangan, dan kegembiraan sekaligus.

Puisi ini bercerita tentang fenomena badai petir yang terjadi di langit, digambarkan seolah-olah sebagai sebuah pertemuan keluarga besar para bledek (kilat/petir) yang merayakan sesuatu. Mereka berkumpul di aula awan, bermain, dan menimbulkan suara gemuruh yang bergulung-gulung. Di bumi, fenomena itu tampak sebagai kabut dan matahari yang tertutup malu-malu.

Dalam pembacaan metaforis, puisi ini bisa juga bercerita tentang momen besar dalam hidup manusia — bulan madu bukan hanya tentang cinta manusiawi, melainkan juga tentang bulan madu alam: tentang saat-saat dunia bergetar menyambut sesuatu yang baru.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah ramai, megah, dan penuh keajaiban. Ada keriuhan dari kerabat bledek yang bermain di aula awan, menciptakan bunyi-bunyi besar yang merayap hingga ke bumi. Namun di saat yang sama, ada juga kelembutan: matahari yang muncul malu-malu di balik kabut tipis.

Imaji

Imaji dalam puisi ini sangat hidup dan kuat:
  • "Kerabat bledek berkumpul di aula awan" menciptakan bayangan tentang sekelompok makhluk langit yang bersuka ria.
  • "Bermain bowling dan bilyard gemuruh" menghadirkan suara dan gerakan: bola menggelundung, dentuman keras, melukiskan bunyi petir.
  • "Kristal bening di bumi" memberikan gambaran hujan, atau embun yang turun sebagai akibat dari perayaan di langit.
  • "Matahari itu malu-malu muncul bertabirkan tipis burkah kabut" adalah imaji yang lembut dan indah, memperhalus suasana setelah gegap gempita badai.
Imaji dalam puisi ini bermain di dua kutub: kekuatan dahsyat dan kelembutan halus — menciptakan keseimbangan yang memikat.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: Petir digambarkan sebagai "kerabat" yang berkumpul dan bermain, memberikan sifat manusiawi kepada fenomena alam.
  • Metafora: "Aula awan istana langit" menggambarkan langit badai sebagai sebuah istana megah.
  • Hiperbola: Permainan bowling dan bilyard di langit adalah pembesaran imajinatif terhadap suara gemuruh petir.
  • Simile tersirat: Tidak secara eksplisit menggunakan kata "seperti" atau "bagai", tetapi membandingkan badai dengan pesta keluarga besar secara kiasan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Amanat dari puisi ini adalah bahwa alam dan hidup memiliki irama mereka sendiri, yang penuh gegap gempita, pertemuan, perayaan, sekaligus keindahan. Bahkan badai sekalipun bisa dipahami sebagai bagian dari keindahan besar: sebagai sebuah "bulan madu" bagi dunia.

Puisi ini juga bisa dibaca sebagai ajakan untuk melihat dunia dengan rasa syukur: bahwa dalam setiap kegaduhan, selalu ada keajaiban; dalam setiap ketidakpastian, selalu ada keindahan yang terselubung.

Puisi "Bulan Madu" karya Beni Setia adalah contoh bagaimana seorang penyair dapat membalik ekspektasi kita: membicarakan bulan madu bukan lewat gambaran cinta manusia, melainkan lewat tarian badai di langit. Sebuah perayaan megah tentang kehidupan itu sendiri.

Beni Setia
Puisi: Bulan Madu
Karya: Beni Setia

Biodata Beni Setia:
  • Beni Setia lahir pada tanggal 1 Januari 1954 di Soreang, Bandung Selatan, Jawa Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.