Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sebuah Pertemuan (Karya Iman Budhi Santosa)

Puisi "Sebuah Pertemuan" karya Iman Budhi Santosa menggambarkan sebuah kisah tentang pertemuan yang tak pernah terwujud sepenuhnya, kerinduan yang ...
Sebuah Pertemuan (1)
: Dika Jatnika

Akhirnya kita sama-sama tahu
Cuaca dingin yang menebar angin kali ini
Adalah rindu-rindu awan kelabu:
Sebelum gerimis datang, terucaplah doa
Tentang pertemuan hujan yang tak sempat terwujud

Demikianlah
Hingga menjadi cerita di musim yang basah
Pada batas khatulistiwa yang meradang
Dan langit meratap, sebuah kebiasaan
Mendirikan kehampaan

Maka
Kau pun melebur ke dalam udara
Di musim selanjutnya, sambil menanti hujan
Membasahi tangismu yang mengering
Sedangkan aku menjadi puing-puing
Yang terombang-ambing
Oleh alam yang menjerit nyaring

6 Februari 2009
15:15 WIB


Sebuah Pertemuan (2)
: Dika Jatnika


Dan kita pun merebus pertemuan itu
Menjadi air mata yang mendidih
Menebarkan uap yang melukis perih
Menyatu dengan angin riuh nan lirih

Lantas kau putuskan untuk terbang
Agar melaju ke angkasa pilu
Raih awan-awan kelabu
Seperti harapan tanah tandus pada hujan

Sedangkan aku masih terdiam
Membeku dengan dinginnya malam
Mendurja pada kelam yang selalu bungkam
Seolah menghilangkan bising kejujuran
Mungkin hanya kicau burung hantu
Yang bisa menjelaskan
Mengapa sunyi itu penuh rahasia

10 Februari 2009
23:40 WIB

Analisis Puisi:

Puisi "Sebuah Pertemuan" karya Iman Budhi Santosa menggambarkan sebuah kisah tentang pertemuan yang tak pernah terwujud sepenuhnya, kerinduan yang tak terbalas, dan kesunyian yang datang setelah perpisahan. Melalui dua bagian puisi ini, penulis membawa pembaca untuk merenung tentang realitas yang penuh dengan ketidakpastian dan perasaan yang sulit diungkapkan. Mari kita bahas lebih lanjut tentang tema, makna tersirat, dan pesan yang dapat diambil dari puisi ini.

Tema Puisi

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan, pertemuan yang gagal, dan kesunyian setelah perpisahan. Puisi ini mengangkat sebuah pertemuan yang diharapkan, tetapi tidak pernah sepenuhnya terjadi. Ada nuansa ketidakmampuan untuk benar-benar bersatu, bahkan ketika perasaan dan harapan telah ada. Hal ini tercermin dalam gambaran tentang cuaca yang dingin, hujan yang tak sempat turun, dan perasaan yang akhirnya menjadi cerita yang hanya tinggal kenangan.

Makna Tersirat

Puisi ini memuat makna tersirat tentang sebuah hubungan atau perasaan yang tergantung pada harapan, namun pada akhirnya berakhir tanpa bisa diwujudkan secara utuh. "Rindu-rindu awan kelabu" dan "pertemuan hujan yang tak sempat terwujud" menyiratkan sebuah kerinduan yang datang tetapi tak mampu diwujudkan, membawa perasaan hampa yang mendalam. Puisi ini juga menunjukkan perasaan kesepian dan kebingungan setelah perpisahan, sebagaimana tergambar dalam kalimat "Aku menjadi puing-puing yang terombang-ambing" dan "Membeku dengan dinginnya malam."

Selain itu, ada kesan bahwa waktu dan alam menjadi saksi dari perasaan yang tak terungkap, seperti yang terlihat pada "langit meratap" dan "tanah tandus pada hujan." Alam di sini menjadi simbol dari perasaan yang dibiarkan tak terungkapkan, sebuah kebiasaan untuk merasakan kehampaan, dan penantian yang tak berujung.

Puisi ini bercerita tentang dua individu yang menginginkan pertemuan, tetapi tak mampu mewujudkannya. Hal ini bisa diartikan sebagai kisah cinta yang terhalang oleh waktu, keadaan, atau ketidaksempurnaan komunikasi. Penggunaan metafora alam seperti "awan kelabu", "hujan", dan "angin" menggambarkan ketegangan emosional yang ada antara dua pihak yang saling menginginkan pertemuan namun tak pernah bisa meraihnya. Ada juga nuansa kehilangan yang kuat, di mana satu pihak mencoba untuk melanjutkan perjalanan, sementara pihak lainnya tetap terjebak dalam kesunyian dan kehampaan.

Amanat/Pesan yang Disampaikan Puisi

Melalui puisi ini, Iman Budhi Santosa menyampaikan pesan tentang kerinduan dan kesulitan dalam mewujudkan harapan, terutama ketika perasaan tersebut terkubur oleh waktu atau keadaan. Terkadang, dalam kehidupan, kita berhadapan dengan harapan yang tak kunjung menjadi kenyataan, dan apa yang kita harapkan menjadi cerita yang hanya tinggal kenangan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang pentingnya menghargai momen yang ada, karena pertemuan atau perasaan yang terlewatkan bisa meninggalkan luka yang dalam.

Puisi "Sebuah Pertemuan" adalah puisi yang penuh dengan makna tentang kerinduan yang tak terwujud dan kesunyian yang datang setelahnya. Melalui penggunaan metafora alam yang kuat, Iman Budhi Santosa menggambarkan perasaan manusia yang penuh dengan harapan dan kekecewaan. Puisi ini mengingatkan kita tentang pentingnya pertemuan, namun juga mengajarkan kita untuk menerima kenyataan bahwa tidak semua pertemuan bisa terwujud, dan kadang-kadang kita harus menghadapi kesepian sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Iman Budhi Santosa
Puisi: Sebuah Pertemuan
Karya: Iman Budhi Santosa

Biodata Iman Budhi Santosa:
  • Iman Budhi Santosa pada tanggal 28 Maret 1948 di Kauman, Magetan, Jawa Timur, Indonesia.
  • Iman Budhi Santosa meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2020 (pada usia 72 tahun) di Dipowinatan, Yogyakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.