Sumber: Impian Usai (2007)
Analisis Puisi:
Puisi "Larik Ombak" karya Wayan Jengki Sunarta adalah karya liris yang memadukan romantisme laut, mitologi, dan simbol-simbol emosional untuk menghadirkan kisah metaforis tentang cinta, kehilangan, dan kegetiran hidup. Dalam puisi ini, laut bukan hanya latar, tetapi juga cermin jiwa dan ruang memori yang terus mengaduk perasaan, menghapus batas antara kenyataan dan fantasi.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kerinduan dan pengkhianatan dalam bayangan romansa yang puitis dan mitologis. Penyair menggambarkan hubungan emosional antara tokoh liris dan sosok putri duyung—simbol dari cinta yang memikat namun membawa luka.
Puisi ini bercerita tentang tokoh liris—seorang pelaut muda—yang merasa pernah menjalin hubungan dengan makhluk mitologis (putri duyung atau peri air). Kisah itu seperti serpihan mimpi, diliputi oleh kabut romantik dan sekaligus getir. Sang pelaut mendekati daratan (yang mungkin adalah tubuh atau sosok sang putri), namun kemudian menyadari bahwa yang menyambutnya bukan cinta, melainkan ancaman dan penghakiman. Di akhir, kenangan itu tergores kembali lewat larik ombak yang mengabarkan aroma laut yang getir—“bau amis dan bau garam / menggerus biru tubuhmu.”
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa cinta kadang hadir dalam bentuk godaan atau ilusi, membuai dan menjerat, tetapi juga meninggalkan luka yang tak mudah dihapus waktu. Tokoh liris tampaknya menggambarkan pengalaman batin: jatuh cinta, dikhianati, atau ditinggalkan, yang kini hanya tinggal kenangan pahit yang terus menggerus, seperti ombak pada batu karang.
Putri duyung di sini bisa juga dimaknai sebagai simbol dari impian atau harapan besar yang tidak pernah benar-benar bisa diraih atau dimiliki, meskipun tampak dekat dan menggoda.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini mistis, melankolis, dan penuh gejolak emosional. Ada unsur magis yang dibawa oleh gambaran mitologis (putri duyung, kerajaan bawah laut), namun dibalut oleh nuansa kelabu dan getir, seperti “bau amis dan bau garam” serta suasana senja dan angin kemarau. Suasana ini menciptakan ketegangan antara keindahan dan penderitaan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan tersirat dari puisi ini adalah bahwa perjalanan hidup dan cinta sering kali penuh risiko, ilusi, dan pengorbanan. Kita bisa terpesona oleh sesuatu yang indah, tetapi keindahan itu bisa juga menyembunyikan bahaya atau kepedihan. Dalam menghadapi cinta dan kenangan, kita harus siap menerima luka sebagai bagian dari perjalanan batin.
Imaji
Puisi ini sangat kuat dalam menciptakan imaji visual dan emosional, seperti:
- “selarik ombak tertulis di anjungan” — imaji visual metaforis, ombak seolah menulis kenangan di kapal.
- “ranum bibirmu / tiram-tiram mengulum kelam” — gambaran sensual namun gelap, menyatukan cinta dan kehancuran.
- “hiu-hiu bermata biru saling terkam / ikan-ikan cahaya padam” — imaji kekacauan dan ancaman di lautan emosi.
Imaji laut yang digunakan bukan hanya deskriptif, tetapi membawa beban emosional dan simbolis yang sangat kuat.
Majas
Beberapa majas menonjol dalam puisi ini antara lain:
- Metafora: “selarik ombak tertulis di anjungan” menggambarkan kenangan yang membekas.
- Personifikasi: Ombak seolah menulis atau mengabarkan wajah kekasih.
- Hiperbola: “beribu tahun lampau / mungkin kau putri duyung”—membesar-besarkan jarak waktu untuk menekankan keabadian kenangan.
- Simbolisme: Putri duyung melambangkan godaan, hasrat, dan cinta yang tak terjangkau.
- Ironi: Kecantikan putri duyung ternyata menyimpan kegelapan (ikan cahaya padam, hiu saling terkam), menyiratkan bahwa cinta yang indah bisa berujung luka.
Puisi "Larik Ombak" karya Wayan Jengki Sunarta adalah puisi yang menyelami lautan perasaan: tentang cinta, mitos, dan kegetiran. Dengan kekuatan imaji yang tajam dan gaya bahasa yang liris, puisi ini menyuguhkan pengalaman batin yang universal: perasaan jatuh cinta dan dikhianati oleh sesuatu yang semula terlihat indah. Dalam dunia metaforanya yang khas, Wayan mengajak pembaca tidak hanya untuk memahami laut secara fisik, tetapi juga sebagai metafora jiwa yang gelisah dan penuh kenangan. Laut bukan hanya tempat berlayar, tetapi juga tempat luka-luka hati terhempas dan digerus waktu.
Karya: Wayan Jengki Sunarta
Biodata Wayan Jengki Sunarta:
- Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
