Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi (Karya Sulaiman Juned)

Puisi "Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi" karya Sulaiman Juned bercerita tentang seorang anak yang menyampaikan rasa kehilangan kepada ...
Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi

Mak,
sepuluh tahun kesepian menyeri di hati
lelaki yang sering duduk bersimpuh
sambil memilin rokok daun di rangkang. Kita
tak lagi menikmati omelan dan petuahnya.

Mak,
suluh di tangan semakin meredup
sendiri berjalan dalam senja
mengalirkan air bagi anak-cucu-cicit
kita pun menunggu giliran Tuhan
tentukan waktu.

Mak,
sepanjang usia melekat di jiwa
ada angin tertinggal di tumpukan
kadang meruncing menembus dada
bila mengingat peristiwa lalu. Sepanjang
usia melambai dalam nyawa-rindu menusuk
menyiksa. Bersama kita ziarahi pusara - bersihkan
hati dari luka. Alirkan doa agar tak tersiksa
- damailah di sisi-Nya, Abi!

Aceh, 2000

Catatan: Abi (bahasa Aceh) = Ayah atau bapak.

Analisis Puisi:

Puisi "Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi" karya Sulaiman Juned merupakan salah satu karya yang menyentuh hati karena berangkat dari pengalaman personal yang universal: kehilangan sosok ayah. Dalam balutan bahasa sederhana namun sarat makna, puisi ini menghadirkan kesedihan, kerinduan, dan perenungan mendalam tentang hubungan keluarga, terutama antara anak, ibu, dan ayah (abi).

Tema

Tema utama puisi ini adalah kesedihan akibat kehilangan seorang ayah dan kerinduan yang ditinggalkan setelah kepergiannya. Selain itu, tema tentang ketabahan, doa, dan penerimaan takdir juga kuat mewarnai isi puisi.

Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang menyampaikan rasa kehilangan kepada ibunya (Mak) setelah ayah mereka wafat. Penyair menggambarkan bagaimana sang ayah dulu mengisi hari-hari keluarga dengan kebiasaan sederhana, seperti merokok di rangkang, memberi petuah, dan menjadi sosok yang menuntun. Setelah kepergiannya, kehidupan terasa kosong, dan sang anak bersama ibunya hanya bisa mengenang, berdoa, dan mendoakan kedamaian untuk almarhum.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kematian tidak hanya memisahkan secara fisik, tetapi juga meninggalkan luka batin dan kerinduan yang mendalam bagi keluarga. Namun, di balik kesedihan itu tersimpan pesan tentang pentingnya mendoakan orang tua yang telah tiada agar mendapatkan tempat yang damai di sisi Tuhan. Ada juga makna keikhlasan—bahwa setiap manusia pada akhirnya akan menyusul, sehingga yang hidup harus menyiapkan hati untuk menghadapi giliran masing-masing.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini penuh dengan kesedihan, kerinduan, dan keteduhan religius. Ada nuansa murung ketika mengenang kebiasaan sang ayah, ada rasa sepi dan hampa, namun juga ada ketabahan yang dibangun dengan doa dan ziarah ke pusara. Suasana puisi mengalir antara kesedihan mendalam dan penerimaan spiritual.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Amanat yang bisa dipetik dari puisi ini adalah bahwa rasa kehilangan atas kepergian orang tercinta hendaknya diiringi dengan doa, kenangan baik, dan keikhlasan. Penyair seakan ingin mengingatkan bahwa meski duka menyakitkan, kita harus belajar merelakan kepergian orang tua, sembari menjaga warisan nasihat dan teladan mereka dalam kehidupan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji yang membangkitkan kesan visual dan emosional. Beberapa imaji yang kuat antara lain:
  • “lelaki yang sering duduk bersimpuh sambil memilin rokok daun di rangkang” (imaji visual tentang kebiasaan sehari-hari sang ayah).
  • “suluh di tangan semakin meredup sendiri berjalan dalam senja” (imaji visual sekaligus simbolis tentang usia tua dan perjalanan menuju kematian).
  • “angin tertinggal di tumpukan kadang meruncing menembus dada” (imaji perasaan yang menusuk batin karena rindu dan luka).
  • “ziarahi pusara – bersihkan hati dari luka. Alirkan doa agar tak tersiksa” (imaji religius yang menunjukkan hubungan spiritual dengan orang yang telah tiada).

Majas

Puisi ini juga menggunakan beberapa majas untuk memperkuat makna, misalnya:
  • Majas metafora: “suluh di tangan semakin meredup” melambangkan berakhirnya kehidupan.
  • Majas personifikasi: “usia melambai dalam nyawa-rindu” seakan usia dan rindu menjadi makhluk hidup yang bergerak.
  • Majas hiperbola: “nyawa-rindu menusuk menyiksa” sebagai penggambaran betapa kuatnya rasa kehilangan.
  • Majas simbolik: ziarah ke pusara melambangkan usaha membersihkan diri dari luka batin sekaligus menyambung doa untuk orang yang telah tiada.
Puisi "Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi" karya Sulaiman Juned adalah karya yang sarat perasaan, menghadirkan kerinduan mendalam pada sosok ayah yang telah tiada. Dengan tema tentang kehilangan, doa, dan keikhlasan, puisi ini bukan hanya potret duka personal, melainkan juga renungan universal bagi setiap orang yang pernah ditinggalkan oleh orang tercinta. Imaji yang kuat serta majas yang halus membuat puisi ini hidup di hati pembaca, menghadirkan kesan sedih sekaligus meneduhkan.

Sulaiman Juned
Puisi: Mak, Puisi Ini Kutulis Setelah Kematian Abi
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.