Aku Lebih Suka Dagelan
di radio aku mendengar berita
katanya partisipasi politik rakyat kita
sangat menggembirakan
tapi kudengar dari mulut seorang kawanku
dia diinterogasi dipanggil gurunya
karena ikut kampanye PDI
dan di kampungku ibu RT
tak mau menegor sapa warganya
hanya karena ia GOLKAR
ada juga yang saling bertengkar
padahal rumah mereka bersebelahan
penyebabnya hanya karena mereka berbeda
tanda gambar
ada juga kontestan yang nyogok
tukang-tukang becak
akibatnya dalam kampanye banyak
yang mencak-mencak
di radio aku mendengar berita-berita
tapi aku jadi muak karena isinya
kebohongan yang tak mengatakan kenyataan
untunglah warta berita segera bubar
acara yang kutunggu-tunggu datang: dagelan!
Solo, 1987
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Lebih Suka Dagelan" karya Wiji Thukul menghadirkan pandangan kritis terhadap situasi politik yang berputar di sekitar kampanye dan partisipasi politik di dalam masyarakat. Puisi ini menyuarakan perasaan kekecewaan terhadap retorika politik dan ketidakseragaman yang muncul dalam tatanan sosial.
Kritik terhadap Politik Populis: Dalam baris "di radio aku mendengar berita, katanya partisipasi politik rakyat kita sangat menggembirakan," puisi ini menggambarkan pandangan ironis terhadap klaim bahwa partisipasi politik rakyat sangat positif. Hal ini mengindikasikan bahwa klaim semacam ini mungkin hanya sebatas retorika tanpa dasar yang kuat.
Kontras Realitas di Masyarakat: Puisi ini menggambarkan kontras antara gambaran positif dalam berita dengan realitas yang lebih kompleks dan sering kali bertentangan. Misalnya, meskipun berita menggambarkan partisipasi yang gembira, kenyataannya orang-orang dalam komunitas masih terlibat dalam pertentangan politik dan perpecahan.
Politik Berdasarkan Gambar Simbolik: Puisi menggambarkan perpecahan yang muncul hanya karena perbedaan tanda gambar yang mewakili partai politik tertentu. Hal ini mencerminkan ironi bahwa orang-orang yang hidup bersebelahan dan seharusnya bersatu, justru saling bertengkar hanya karena simbol-simbol politik.
Penggambaran Korupsi dan Ketidakjujuran: Puisi juga menyoroti perilaku yang korup dan tidak jujur dalam politik, seperti kontestan yang "nyogok tukang-tukang becak." Ini menggambarkan bagaimana uang dan kekuasaan bisa mempengaruhi proses politik dan menghasilkan konsekuensi negatif dalam kampanye politik.
Kesimpulan dengan Humor Dagelan: Puisi ini mencapai puncaknya dengan baris terakhir "acara yang kutunggu-tunggu datang: dagelan!" yang menunjukkan bahwa orang-orang cenderung lebih menikmati hiburan yang ringan, seperti dagelan, daripada terjebak dalam kecemasan dan ketidakjujuran yang seringkali terjadi dalam dunia politik.
Puisi "Aku Lebih Suka Dagelan" karya Wiji Thukul menggambarkan ketidakcocokan antara gambaran politik yang disajikan dalam berita dengan realitas yang rumit dan kontradiktif di dalam masyarakat. Puisi ini menciptakan nuansa ironi dan ketidakpuasan terhadap politik, serta menggambarkan perlunya humor sebagai pelarian dari dunia politik yang kadang-kadang kacau.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
