Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Penginapan El Duque (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Di Penginapan El Duque" karya Goenawan Mohamad bercerita tentang pengalaman intim dua manusia yang menolak dilihat hanya sebagai objek beku ...
Di Penginapan El Duque
– dari fragmen Don Quixote

Mereka katakan tak ada mimpi dan berahi
di kamar ksatria.
Tapi aku bukan besi tua, kau bukan pualam.
Di dekat jendela, tubuh kita merah padam.

Di pantatmu yang membiru, kuterakan gigit
dan tattoo itu menghitam.
Pada klimaks ke-1.000
aku dengar jerit: aku dengar diam.

2017

Analisis Puisi:

Puisi "Di Penginapan El Duque" yang ditulis Goenawan Mohamad dan diberi catatan – dari fragmen Don Quixote merupakan teks puitis yang padat, berani, dan penuh intensitas. Dengan bahasa yang langsung dan imaji yang sensual, puisi ini menyingkap sisi kemanusiaan yang rawan, penuh gairah, dan paradoksal antara tubuh, cinta, serta diam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah gairah dan kemanusiaan. Ia menggarisbawahi bahwa di balik citra kesatriaan atau idealisme (seperti Don Quixote), tetap ada tubuh manusia dengan hasrat, luka, dan kerentanan. Tema lain yang muncul adalah pertemuan antara cinta dan penderitaan, di mana keintiman fisik bercampur dengan rasa sakit dan keheningan.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman intim dua manusia yang menolak dilihat hanya sebagai objek beku atau lambang heroik. Mereka bukan “besi tua” atau “pualam,” melainkan manusia yang penuh darah, panas, dan keinginan. Kisahnya berpusat pada tubuh, pada pengalaman sensual—dengan bekas gigitan, tato yang menghitam, hingga klimaks berulang yang menegaskan betapa hidup juga adalah hasrat.

Makna Tersirat

Di balik gambaran sensual, puisi ini menyimpan lapisan makna lebih dalam:
  • Penolakan terhadap mitos kesatriaan yang kaku. Tokoh “ksatria” dalam Don Quixote sering dipandang mulia, namun di sini ia ditampilkan sebagai manusia biasa, penuh darah dan gairah.
  • Tubuh sebagai pusat eksistensi. Hasrat, luka, dan sensasi tubuh adalah bagian penting dari hidup, bukan hal yang harus dinafikan.
  • Diam setelah jerit. Ada paradoks: di tengah klimaks dan jeritan, yang paling terasa justru hening. Hal ini menyiratkan kesadaran bahwa setelah segala gejolak, manusia selalu kembali pada kesunyian.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang muncul dalam puisi ini adalah intens, panas, erotis, dan penuh ketegangan. Ada campuran antara gairah yang membakar, rasa sakit yang ditandai dengan “pantat membiru” dan “gigit,” serta keheningan yang muncul di ujung gejolak. Suasana ini membuat puisi terasa hidup sekaligus kontras—antara hiruk tubuh dan senyap jiwa.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditarik antara lain:
  • Manusia bukanlah patung atau simbol semata, tetapi makhluk yang hidup dengan tubuh, hasrat, dan luka.
  • Tidak ada heroisme tanpa kemanusiaan. Bahkan ksatria tetap manusia biasa yang merasakan cinta dan sakit.
  • Di balik jerit kehidupan, selalu ada diam. Hening menjadi penutup dari segala hiruk, seperti pengingat akan kefanaan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji sensual dan visual yang kuat:
  • “Tubuh kita merah padam” → imaji panas, gairah fisik.
  • “Di pantatmu yang membiru, kuterakan gigit” → imaji luka yang meninggalkan jejak hasrat.
  • “Tattoo itu menghitam” → imaji permanensi, tanda pada tubuh.
  • “Pada klimaks ke-1.000 / aku dengar jerit: aku dengar diam” → imaji auditif yang paradoks, menegangkan sekaligus menenangkan.

Majas

Beberapa majas yang digunakan Goenawan Mohamad dalam puisi ini:
  • Metafora: “Aku bukan besi tua, kau bukan pualam” menyimbolkan bahwa mereka bukanlah sosok kaku atau mati, melainkan manusia hidup dengan rasa.
  • Hiperbola: “Klimaks ke-1.000” dilebih-lebihkan untuk menegaskan intensitas pengalaman.
  • Paradoks: “Aku dengar jerit: aku dengar diam” adalah pertentangan makna yang justru menghadirkan kedalaman.
  • Imaji visual dan kinestetik: warna, gerakan, luka, hingga ekspresi tubuh dihadirkan dengan tajam.
Puisi "Di Penginapan El Duque" menghadirkan wajah Goenawan Mohamad yang lain: lugas, sensual, dan penuh keberanian. Ia menanggalkan romantisasi ksatria ala Don Quixote dan menampilkan kenyataan: manusia bukanlah mitos, melainkan tubuh yang hidup, mencinta, merasakan sakit, sekaligus diam. Lewat perpaduan imaji erotis dan paradoks filosofis, puisi ini menyampaikan pesan tentang kemanusiaan yang utuh—bahwa hidup bukan hanya tentang gagah berani, tetapi juga tentang jerit, luka, dan keheningan yang menyusul.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Di Penginapan El Duque
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.