Sumber: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Menanam Pasrah" karya Kinanthi Anggraini adalah permenungan tentang perjalanan hidup yang penuh rintangan, keterbatasan, dan ujian, namun tetap dijalani dengan sikap ikhlas serta syukur. Penyair menyajikan pengalaman batin manusia yang dihadapkan pada kerasnya kehidupan, tetapi memilih untuk menanamkan kepasrahan sebagai bentuk penerimaan takdir.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kepasrahan hidup dalam menghadapi takdir dan ujian kehidupan. Penyair menegaskan bahwa meski ada penderitaan dan keterbatasan, manusia tetap bisa menerima dengan hati lapang.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan hidup yang penuh hambatan, diibaratkan sebagai benih yang jatuh di tanah keras. Ia mengalami gerimis, badai, dan ancaman kehancuran, namun tetap bertahan dengan pasrah. Di balik keterbatasan itu, muncul rasa syukur karena kehidupan tetap hadir sebagai anugerah.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hidup selalu penuh ujian, tetapi kepasrahan dan rasa syukur akan membuat manusia mampu bertahan. Tidak semua hal dalam hidup berjalan sesuai keinginan, namun penerimaan dan ketabahan justru menjadi kekuatan sejati.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini terasa melankolis, teduh, namun penuh keteguhan batin. Meski ada gambaran penderitaan, penyair menghadirkannya dengan nada yang pasrah dan bersyukur.
Amanat / Pesan yang disampaikan
Pesan yang dapat dipetik dari puisi ini adalah bahwa kepasrahan bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan untuk menerima hidup apa adanya. Dengan pasrah, manusia bisa tetap bersyukur meski menghadapi kesulitan.
Imaji
Puisi ini sarat dengan imaji alam yang memperkuat makna, antara lain:
- “tanah meretak dan resapan semakin sulit” → imaji visual yang menggambarkan kesulitan hidup.
- “riang kala gerimis menyambang” → imaji perasaan yang menghadirkan keteduhan dan harapan.
- “benih yang jatuh dari paruh di pelataran merah bercampur kerikil, pasir, dan batu-batu tambang” → imaji konkret tentang awal kehidupan yang keras.
- “langit menghitam dan badai meminta persembahan” → imaji dramatis yang melukiskan ujian kehidupan.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Metafora – “benih yang jatuh dari paruh” melambangkan awal kehidupan manusia.
- Personifikasi – “badai meminta persembahan” memberi sifat manusia pada gejala alam.
- Simbolisme – tanah, hujan, badai, dan tumbuhan menjadi simbol perjalanan hidup manusia.
- Repetisi – pengulangan kata “tak” dalam “tak kunjung hilang” dan “tak henti napas bersyukur” menegaskan sikap pasrah yang konsisten.
Puisi "Menanam Pasrah" karya Kinanthi Anggraini menyajikan refleksi kehidupan manusia yang penuh dengan cobaan, keterbatasan, serta ancaman kehancuran. Meski demikian, manusia tetap bisa bertahan dengan kepasrahan, ikhlas menerima takdir, dan mensyukuri setiap nikmat hidup. Tema yang diangkat adalah kepasrahan, bercerita tentang perjalanan hidup yang diibaratkan seperti benih di tanah keras, dengan makna tersirat bahwa sikap pasrah dan syukur adalah kekuatan sejati. Imaji alam yang kuat berpadu dengan majas metafora dan personifikasi, menghadirkan suasana melankolis namun penuh keteduhan batin. Amanat dari puisi ini adalah bahwa dalam setiap ujian, manusia sebaiknya menanam kepasrahan agar bisa menerima kehidupan sebagai anugerah.
Karya: Kinanthi Anggraini
Biodata Kinanthi Anggraini:
Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.
Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.
Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.
Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
