Analisis Puisi:
Puisi "Tembang Tengah Hari" karya Abdul Wachid B. S. adalah karya yang sarat makna historis, emosional, sekaligus reflektif. Melalui sosok seorang petani yang melamun di pematang sawah, penyair menghadirkan kisah tentang kehilangan, cinta tanah air, dan nilai pengorbanan yang abadi. Puisi ini tidak hanya menampilkan gambaran kehidupan dusun yang sederhana, tetapi juga menghubungkannya dengan sejarah perjuangan bangsa.
Tema
Tema utama puisi ini adalah cinta tanah air dan penghormatan terhadap pengorbanan. Penyair menekankan bahwa cinta pada negeri bukanlah sebatas ucapan, melainkan diwujudkan dalam kerja nyata, ketulusan, serta kesediaan mempertahankan harkat kemanusiaan meskipun harus menanggung duka dan kehilangan.
Puisi ini bercerita tentang seorang petani yang tengah melamun di pematang sawah pada tengah hari. Ia mengenang sosok istri yang gugur secara tragis akibat kekejaman sekelompok orang. Sosok istri yang bernama Pertiwi itu tidak hanya dimaknai sebagai pasangan hidup, melainkan juga sebagai simbol tanah air, Indonesia. Dalam lamunannya, sang petani mengaitkan kenangan pribadi dengan semangat perjuangan bangsa, mengingat pengorbanan para syahid, serta menegaskan bahwa jiwa yang berkorban demi kemerdekaan akan tetap hidup sebagai cahaya abadi.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa pengorbanan demi kebenaran dan tanah air tidak pernah sia-sia. Meski tubuh jasmani dapat binasa, semangat dan jiwa para pejuang akan terus hidup dalam sejarah dan ingatan kolektif bangsa. Selain itu, puisi ini juga menyampaikan pesan bahwa cinta pada negeri sejatinya diwujudkan melalui kerja keras, kepedulian sosial, dan keteguhan hati untuk menjaga nilai-nilai kemanusiaan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini bernuansa melankolis, khidmat, sekaligus heroik. Ada rasa duka ketika mengenang seorang istri yang gugur muda, tetapi juga ada kebanggaan dan semangat ketika mengenang perjuangannya yang abadi. Suasana menjadi reflektif ketika tokoh utama berbicara tentang kerja nyata, serta berubah haru ketika cucunya bertanya polos tentang nenek yang sudah tiada.
Amanat / pesan yang disampaikan puisi
Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa cinta tanah air dan cinta keluarga adalah dua hal yang saling melengkapi. Keduanya menuntut pengorbanan, ketulusan, dan kesetiaan. Pengorbanan seorang ibu yang bernama Pertiwi dilambangkan sebagai simbol bahwa tanah air adalah sesuatu yang harus terus dijaga, meski harus ditebus dengan darah dan air mata. Selain itu, penyair juga menekankan bahwa kerja keras dan kebersamaan dalam membangun dusun adalah wujud nyata cinta pada negeri.
Imaji
Imaji yang ditampilkan dalam puisi ini begitu kuat, misalnya:
- Visual: "angin pegunungan nyebar wangi kembang kopi", "dusun yang disuburkan tumpahan darah dan airmata", "bangau terbang, seribu yang lain mengikut melanglang". Imaji ini menghadirkan pemandangan pedesaan sekaligus atmosfer perjuangan.
- Auditif: "gumamnya", "mata sejarah membacanya", memberikan kesan suara batin dan refleksi mendalam.
- Kinestetik: "memasang bambu-bambu itu", "kaum dusun cuma memandang, tapi setelah tahu hasilnya mereka pun turut", menggambarkan gerak nyata dalam kehidupan masyarakat dusun.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “dusun yang disuburkan kenangan”, “mata sejarah membacanya”, memberi sifat hidup pada benda tak bernyawa.
- Metafora: Sosok istri yang bernama Pertiwi jelas dimetaforakan sebagai simbol tanah air Indonesia.
- Hiperbola: “Jiwanya nyala abadi sebagai cahaya Indonesia” — melebih-lebihkan untuk menekankan keabadian semangat perjuangan.
- Simbolisme: “Merah Putih dinaikkan” melambangkan perjuangan dan kemerdekaan.
Puisi "Tembang Tengah Hari" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah karya yang memadukan antara kisah personal dan sejarah kolektif bangsa. Ia menampilkan duka seorang petani, sekaligus harapan dan semangat perjuangan yang abadi. Melalui simbol Pertiwi, penyair menegaskan bahwa tanah air adalah bagian dari jiwa yang tak pernah padam, meski tubuh jasmani telah kembali ke tanah. Puisi ini bukan hanya refleksi personal, tetapi juga seruan moral agar kita memahami cinta tanah air sebagai kerja, pengorbanan, dan ketulusan.
Karya: Abdul Wachid B. S.