Percakapan
Tak sampai juga pangkal percakapan ini
Dengan diri sendiri
Dari dingin dini hari
Melayang sunyi
Pagi
Siang
Malam
Beruntunan;
Berbaur dalam riuhnya bumi
Kapankah berhenti
Sumber: Berita Yudha (Th. X, 9 Agustus 1976)
Analisis Puisi:
Puisi “Percakapan” karya Dharmadi merupakan karya yang singkat namun sarat makna filosofis. Dalam larik-lariknya yang padat, penyair menghadirkan refleksi mendalam tentang dialog batin manusia dengan dirinya sendiri — sebuah percakapan yang tak pernah tuntas dan terus bergulir sepanjang hidup.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian jati diri dan refleksi batin manusia. Puisi ini menggambarkan upaya seseorang untuk berdialog dengan dirinya sendiri, mencoba memahami makna keberadaan dan perjalanan hidup yang tak kunjung selesai.
Puisi ini bercerita tentang kegelisahan seseorang yang mencoba berbicara dengan dirinya sendiri, namun tidak pernah menemukan titik akhir dari percakapan tersebut. Dari dini hari hingga malam, waktu terus berjalan, namun pertanyaan-pertanyaan dalam hati tak pernah menemukan jawaban pasti.
Penyair ingin menunjukkan bahwa manusia hidup dalam siklus berpikir dan merasa yang terus berulang — antara sunyi dan riuh, antara keheningan batin dan hiruk-pikuk dunia.
Makna tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah keterasingan eksistensial manusia dalam menghadapi dirinya sendiri dan dunia yang bising. Percakapan yang tak sampai menandakan bahwa manusia sering gagal memahami dirinya, meski berusaha seumur hidup.
Dharmadi juga menyiratkan bahwa dalam kesunyian dan kesibukan hidup, manusia tetap mencari makna dan ketenangan, namun sering kali hanya menemukan kelelahan dan kebingungan.
Suasana dalam puisi
Suasana dalam puisi ini hening, kontemplatif, dan melankolis. Ada rasa sunyi yang pekat, namun juga kegelisahan yang samar — seperti seseorang yang terjebak dalam pikirannya sendiri, menatap waktu yang terus berjalan tanpa jawaban.
Imaji
Imaji dalam puisi ini sederhana namun kuat:
- “Dari dingin dini hari melayang sunyi” menghadirkan gambaran kesepian dan keheningan waktu yang beku.
- “Berbaur dalam riuhnya bumi” menampilkan kontras antara kesunyian batin dan keramaian dunia luar.
Imaji waktu — dari pagi, siang, hingga malam — juga menciptakan kesan siklus kehidupan yang terus berulang tanpa henti.
Majas
Beberapa majas yang digunakan antara lain:
- Personifikasi: “Percakapan ini tak sampai” menggambarkan seolah percakapan memiliki jarak dan arah.
- Metafora: “Riuhnya bumi” melambangkan hiruk-pikuk kehidupan manusia.
- Repetisi waktu (pagi, siang, malam) memperkuat kesan rutinitas tanpa akhir.
Amanat / pesan yang disampaikan
Pesan yang disampaikan Dharmadi adalah bahwa hidup adalah percakapan panjang dengan diri sendiri yang mungkin tidak pernah selesai. Manusia perlu menerima bahwa ada hal-hal dalam hidup yang tidak bisa dijawab, hanya bisa dijalani dan direnungi.
Penyair mengajak pembaca untuk menyadari nilai dari keheningan dan refleksi diri di tengah keramaian dunia — karena di sanalah, meski tak sampai, manusia menemukan makna keberadaannya.
Puisi “Percakapan” karya Dharmadi adalah refleksi puitis tentang pencarian makna hidup yang tak berujung. Dengan bahasa yang sederhana namun dalam, Dharmadi menggambarkan dialog abadi antara manusia dan dirinya sendiri — sebuah percakapan yang tak akan berhenti selama kehidupan masih berjalan.
Karya: Dharmadi
Biodata Dharmadi:
- Dharmadi lahir pada tanggal 29 September 1948 di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.