Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang" karya Gunoto Saparie menggambarkan pengalaman seorang individu yang merenung tentang kehidupan di ....
Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang

halte demi halte kulalui dengan mata hampa
jakarta tak dapat lagi kunikmati keindahannya
hanya mobil dan motor, lalu gedung, gedung...
di manakah cinta dan puisi bisa bersenandung?

mesin bus pun terus menderu entah membawa siapa
mereka yang berlarian sejak subuh dingin menjelang
mereka yang acuh tak acuh, bermain ponsel, tidur pura-pura
mereka yang menggapai impian dan asa sia-sia

halte demi halte kutandai dalam gerah panas siang
dari ujung ke ujung mencoba mencari surga yang hilang
sungguh aku tak tahu, apa yang dibangun di ibukota
kemacetan lalu lintas menjadi-jadi di luar jendela

apakah hidup harus terus begini sampai ajal tiba
menghabiskan usia menggelandang dari jalan ke jalan                
menunda kantuk memberat dengan basa-basi percakapan
sampai senja mengendap di halte terakhir, terbata-bata

2021

Analisis Puisi:

Puisi "Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang" karya Gunoto Saparie menggambarkan pengalaman seorang individu yang merenung tentang kehidupan di tengah keramaian dan hiruk-pikuk kota Jakarta. Puisi ini mengangkat tema urbanisasi, kehilangan makna, dan kesepian di tengah kerumunan, dengan menggunakan pengalaman di dalam bus Transjakarta sebagai latar belakang.

Lanskap Kota dan Kehilangan Makna: Puisi ini dengan lugas menggambarkan lanskap kota Jakarta yang penuh dengan kendaraan dan gedung-gedung tinggi. Namun, di balik kemegahan visual ini, terdapat kesunyian emosional dan kehilangan makna. Baris "hanya mobil dan motor, lalu gedung, gedung..." mencerminkan kesibukan yang mengaburkan aspek-aspek humanitas dan kemanusiaan.

Keterasingan dalam Keramaian: Puisi ini menunjukkan paradoks keterasingan dalam keramaian kota. Meskipun banyak orang bergerak dan beraktivitas, masih ada perasaan kesepian dan kehampaan. Orang-orang di dalam bus terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, terlihat dari adegan "mereka yang acuh tak acuh, bermain ponsel, tidur pura-pura."

Rasa Tidak Berdaya dan Pencarian Makna: Puisi ini mencerminkan rasa tidak berdaya individu dalam menghadapi rutinitas dan tuntutan kota besar. Pencarian akan arti hidup ("cinta dan puisi") menjadi tertutup oleh kesibukan dan keramaian kota. Hal ini tercermin dalam baris "di manakah cinta dan puisi bisa bersenandung?" yang menyoroti hilangnya ruang bagi refleksi dan pencarian makna.

Pesan dan Makna: Puisi ini menggambarkan efek negatif urbanisasi terhadap kualitas hidup dan hubungan antarmanusia. Puisi ini mendorong pembaca untuk merenungkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan perkotaan yang sibuk dengan hubungan sosial dan pencarian makna. Puisi ini mengajak kita untuk lebih peduli terhadap aspek-aspek kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari di tengah keramaian kota.

Bahasa dan Imaji: Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas. Imaji-imaji seperti "halte demi halte kulalui dengan mata hampa" dan "sungguh aku tak tahu, apa yang dibangun di ibukota" memberikan gambaran visual yang kuat dan mengundang pembaca untuk merenungkan situasi yang digambarkan.

Puisi "Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang" karya Gunoto Saparie adalah sebuah refleksi yang menggambarkan kehilangan makna, kesepian, dan keterasingan dalam kehidupan perkotaan yang sibuk. Puisi ini mendorong kita untuk merenungkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dan makna dalam rutinitas keseharian di tengah keramaian kota.

Gunoto Saparie
Puisi: Di dalam Bus Transjakarta, Suatu Siang
Karya: Gunoto Saparie


BIODATA GUNOTO SAPARIE

Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.  Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif  (Jakarta).

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah. 

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.