Analisis Puisi:
Puisi “Iya” karya L.K. Ara adalah salah satu puisi pendek namun sarat makna yang mengangkat tema kepedihan, keagungan, dan keheningan perjuangan orang tua. Melalui larik-larik sederhana, penyair menampilkan gambaran metaforis tentang bagaimana ayah dan ibu menempuh hidup dengan segala keterbatasan demi anak-anak mereka. Puisi ini memancarkan nada kontemplatif, mengajak pembaca berhenti sejenak untuk menatap kembali sosok orang tua dengan penuh hormat dan empati.
Tema
Tema utama puisi “Iya” adalah pengorbanan dan keteguhan orang tua dalam menjalani hidup. Penyair menempatkan ayah dan ibu sebagai figur yang tetap melangkah meskipun kondisi mereka serba kekurangan atau terbatas.
Tema pendukung lainnya mencakup:
- ketabahan hidup,
- penghormatan kepada orang tua,
- kehidupan yang penuh cobaan namun tetap dijalani,
- cinta yang tidak bersuara namun diterangi alam semesta.
Puisi ini bercerita tentang ibu dan ayah yang menjalani hidup dalam keadaan tidak sempurna—digambarkan dengan metafora “ibu terbang sebelah sayapnya” dan “bapa berjalan sebelah kakinya”. Mereka tetap melangkah, tetap berjuang, meski tubuh dan keadaan tidak mendukung.
Alam semesta—matahari, bulan, bintang—digambarkan turut menyaksikan perjuangan itu, bahkan membungkuk seakan memberi penghormatan. Frasa “iya” yang diulang memberikan penegasan, semacam persetujuan penuh keharuan atas realitas yang digambarkan.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini begitu dalam dan menyentuh, di antaranya:
- Kondisi orang tua yang tidak sempurna namun tetap berjuang. Metafora kehilangan sayap atau kaki bukan sekadar gambaran fisik, tetapi simbol perjuangan yang berat, keterbatasan yang tidak menghapus tekad.
- Pengorbanan yang tidak pernah disuarakan. Orang tua sering menanggung beban hidup dalam diam. Puisi ini menyorot betapa sunyinya perjuangan tersebut—“angkasa yang sepi”, “bumi tua”—namun tetap terus bergerak.
- Penghormatan alam kepada orang tua. Ketundukan matahari, bulan, dan bintang memperlihatkan bahwa pengorbanan orang tua begitu besar hingga alam pun memberi hormat.
- Kesadaran pembaca untuk menghargai mereka. Meski puisi tidak secara langsung berkata demikian, larik-lariknya mengajak pembaca merenung: sudahkah kita melihat perjuangan mereka sebagaimana alam melihatnya?
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi ini:
- hening,
- penuh haru,
- melankolis,
- bernuansa renungan,
- serta menghadirkan rasa hormat kepada orang tua.
Nada lembut dan kontemplatif menguat karena repetisi kata “iya”, seperti afirmasi lirih yang merangkum kesedihan dan penerimaan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat yang tersirat dalam puisi:
- Hargailah perjuangan orang tua, bahkan ketika mereka tidak lagi sempurna secara fisik atau tenaga.
- Sadari bahwa upaya mereka sering berlangsung tanpa keluhan, dalam kesunyian dan keterbatasan, namun penuh cinta.
- Jangan menutup mata terhadap pengorbanan orang tua, sebab perjuangan yang tampak kecil di mata kita adalah hal yang besar menurut alam semesta.
- Belajarlah dari keteguhan dan keikhlasan mereka, yang terus berjalan sekalipun dunia tampak berat.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji yang kuat dan simbolis:
Imaji visual:
- “ibu terbang sebelah sayapnya” → gambaran kelemahan sekaligus keteguhan.
- “bapa berjalan sebelah kakinya” → perjuangan hidup yang berat.
- “matahari, bulan, dan bintang-bintang… terbungkuk-bungkuk menerangi” → gambaran alam semesta memberi penghormatan.
Imaji alam semesta:
- angkasa, bumi tua, matahari, bulan, bintang → menghadirkan ruang luas yang sunyi, kontras dengan perjuangan manusia di dalamnya.
Imaji kesunyian:
- “angkasa yang sepi” → atmosfer perjuangan yang senyap namun bermakna.
Majas
Beberapa majas yang tampak dominan dalam puisi ini:
Metafora
- “ibu terbang sebelah sayapnya” → metafora kekurangan dan perjuangan.
- “bapa berjalan sebelah kakinya” → simbol keterbatasan fisik atau batin.
Personifikasi
- Matahari, bulan, dan bintang “terbungkuk-bungkuk menerangi”, memberikan kesan bahwa alam sedang memberi penghormatan.
Repetisi
- Kata “iya” muncul tiga kali sebagai penegas, menciptakan nada pasrah, menerima, dan mengafirmasi kenyataan pahit.
Simbol
- “Angkasa”, “bumi tua”, dan “bintang-bintang” sebagai simbol kehidupan yang luas, pergerakan waktu, serta kesaksian alam terhadap perjuangan manusia.
Puisi “Iya” karya L.K. Ara adalah potret puitik tentang pengorbanan orang tua yang penuh keheningan dan ketabahan. Dengan metafora sederhana namun menyayat, penyair menghadirkan gambaran tentang cinta yang bekerja dalam senyap, tanpa keluhan, tetapi menyentuh hingga membuat alam semesta pun menunduk hormat.