Milik Kita
kebebasan milik semua orang
jangan bermain politik yang licik
adu domba antar sesama
merebutkan kebatilan
merobohkan dinding kedamaian
tujuan kita menebar kebahagiaan
bukan berulah menempelkan keserakahan
sekali hidup selamanya bermanfaat
menyambung usia beramal yang baik
seperti halnya menanam benih kasih sayang
setiap hari menyambut penuh kehangatan
mengurus hati melahirkan simpati
saling bersinergi
menghidupi kemanusiaan
tergadai dalam program seremonial
aku generasi membawa segudang harapan
Purwakarta, 30 September 2025
Analisis Puisi:
Puisi “Milik Kita” karya Dzakwan Ali menjelma sebagai seruan moral yang sangat relevan dengan kondisi sosial masa kini. Menggunakan bahasa yang lugas tetapi penuh dorongan etis, penyair membangun refleksi tentang kebebasan, kemanusiaan, dan tanggung jawab generasi muda.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kebebasan, kemanusiaan, dan integritas moral. Tema ini tercermin dari seruan untuk tidak bermain politik licik, tidak memecah-belah, dan selalu menebar kebaikan. Penyair menegaskan bahwa kebebasan adalah milik bersama, sehingga harus dijaga secara kolektif dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Tema lain yang mendukung:
- Nilai kebajikan dan manfaat hidup;
- Etika sosial;
- Harapan generasi muda.
Puisi ini bercerita tentang ajakan untuk menjaga kebebasan dan kedamaian dengan menjauhi perilaku buruk seperti politik licik, adu domba, keserakahan, dan tindakan yang merusak hubungan antar manusia.
Pada bagian berikutnya, puisi ini menggambarkan bagaimana hidup seharusnya dijalani dengan cara yang bermanfaat: menanam kasih sayang, menyambut hari dengan kehangatan, serta mengurus hati agar melahirkan simpati.
Di bagian akhir, penyair memosisikan dirinya sebagai “generasi yang membawa segudang harapan,” penanda bahwa puisi ini juga berkisah tentang peran anak muda dalam menjaga kemanusiaan.
Makna Tersirat
Beberapa makna tersirat yang dapat ditangkap dari puisi ini:
- Kebebasan akan rusak jika disalahgunakan. Ketika kebebasan dijadikan alat untuk intrik, manipulasi, atau perebutan kepentingan, dinding kedamaian runtuh.
- Politik licik dan adu domba adalah penyakit sosial. Penyair mengkritik bentuk-bentuk perilaku yang menodai nilai kemanusiaan.
- Kebaikan adalah investasi jangka panjang. Menanam benih kasih sayang akan menghasilkan hubungan sosial yang hangat dan harmonis.
- Generasi muda memiliki peran besar dalam memperbaiki masa depan. Harapan tentang perubahan lebih banyak diletakkan pada mereka yang mewarisi masa depan bangsa.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tergambar dalam puisi ini bersifat:
- moralistik dan reflektif, karena banyak kalimat berupa ajakan dan nasihat,
- optimistis, terutama pada bagian akhir ketika penyair menegaskan dirinya sebagai generasi pembawa harapan,
- hangat dan humanis, pada bagian yang menggambarkan benih kasih sayang serta simpati antar manusia.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat puisi ini tegas dan langsung:
- Jagalah kebebasan dengan moral yang baik, jangan menyalahgunakannya untuk intrik atau keserakahan.
- Hindari politik yang memecah-belah dan merusak kedamaian.
- Jadilah manusia yang bermanfaat sepanjang hidup.
- Tebarkan kebaikan seperti menanam benih yang akan tumbuh menjadi kasih sayang.
- Kelola hati agar melahirkan simpati dan sinergi dalam kehidupan sosial.
- Generasi muda harus memikul harapan dan meneruskan nilai-nilai kemanusiaan.
Imaji dalam Puisi
Puisi ini memanfaatkan beberapa imaji yang cukup kuat dan mudah dibayangkan:
- “merobohkan dinding kedamaian”. Imaji visual tentang kedamaian yang runtuh karena keserakahan atau konflik.
- “menanam benih kasih sayang”. Imaji pertanian yang menggambarkan proses menumbuhkan kebaikan secara perlahan namun pasti.
- “menyambut penuh kehangatan”. Imaji perasaan hangat, menghadirkan sensasi emosional yang lembut dan positif.
- “mengurus hati melahirkan simpati”. Imaji abstrak yang menghubungkan proses batin dengan lahirnya perasaan kemanusiaan.
Imaji tersebut memperkuat pesan moral sekaligus memberikan kedalaman rasa bagi pembaca.
Majas dalam Puisi
Beberapa majas yang dapat diidentifikasi dalam puisi ini meliputi:
Metafora
- “dinding kedamaian” → perumpamaan untuk kondisi harmonis yang harus dijaga.
- “menanam benih kasih sayang” → metafora menumbuhkan nilai baik dalam kehidupan.
Personifikasi
- “kebebasan milik semua orang” diperlakukan seperti entitas hidup yang bisa dimiliki bersama.
- “dinding kedamaian” seolah memiliki sifat untuk roboh seperti benda fisik.
Hiperbola
- “segudang harapan” → melebih-lebihkan banyaknya harapan yang dipikul generasi muda.
Majas-majas ini memperkaya tekstur puisi yang sebenarnya sangat lugas, sehingga pesan moralnya tetap puitis.
Puisi “Milik Kita” karya Dzakwan Ali menawarkan refleksi mendalam tentang kebebasan, moralitas sosial, dan kemanusiaan. Dengan tema yang menolak politik licik dan kerusakan sosial, puisi ini bercerita tentang bagaimana manusia seharusnya memilih jalan kebaikan, bukan keserakahan. Makna tersirat, ditambah dengan suasana, amanat, imaji, dan majas yang digunakan, menjadikan puisi ini sebagai ajakan puitis bagi generasi masa kini untuk menjaga nilai-nilai luhur bersama.
Karya: Dzakwan Ali
Biodata Dzakwan Ali:
- Dzakwan Ali adalah penggagas komunitas Santri Menulis dan pendiri Latar Karya Temulawak. Ia pernah menjabat sebagai Duta Baca Kabupaten Indramayu 2023 serta terpilih sebagai Pemuda Pelopor bidang Seni dan Budaya Indramayu 2024–2025. Aktif sebagai pembaca puisi di berbagai acara, karya-karyanya bisa dijumpai di berbagai media, baik offline maupun online.
- Ia telah menerbitkan sejumlah buku, di antaranya Sejuta Rasa Cinta (J Maestro, Bandung, 2019), Berakit-rakit untuk Bangkit (Bookis, Medan, 2020), Sang Pengabdi (Boepedia, Bogor, 2020), dan Menapaki Jejak-Mu (Gapura Pustaka, Sumenep, 2021).
- Penyair bisa disapa di Instagram @pengedaraksara