Tes Kemampuan Akademik (TKA) menjadi salah satu topik yang paling banyak dibahas siswa SMA pada 2025. Berdasarkan rilis Kemendikdasmen, TKA diikuti sekitar 3,13 juta peserta dari 34.948 sekolah dan berlangsung pada 1–9 November 2025. Tes ini dirancang untuk mengukur penalaran, literasi, dan numerik berbasis higher order thinking skills (HOTS) sebagai nilai tambahan untuk SNBP. Nilai rapor yang dikirim sekolah ke sistem SNPMB dicek kewajarannya melalui perbandingan dengan skor TKA, karena standar penilaian antar sekolah sangat beragam dan rawan dimanipulasi.
Budaya Katrol Nilai Rapor: Masalah Lama di Jalur Prestasi
Sebelum TKA diterapkan, jalur prestasi sudah menghadapi berbagai persoalan mengenai praktik manipulasi nilai. Rapor sebagai alat pencatatan perkembangan belajar sering berubah fungsi menjadi instrumen seleksi PTN. Tekanan sekolah untuk menunjukkan prestasi, tuntutan orang tua, dan bobot rapor yang besar dalam SNBP menciptakan insentif untuk menaikkan nilai. Sekolah memoles angka, menyusun ulang ranking siswa, atau membuat beberapa versi rapor untuk kepentingan seleksi.
Sekretaris Eksekutif SNPMB 2025, Bekti Cahyo Hidayanto, berulang kali memperingatkan sekolah agar tidak mengubah nilai rapor. Ia menegaskan sanksinya yaitu sekolah bisa dilarang ikut SNBP, dan kelulusan siswa yang memakai nilai palsu dapat dibatalkan. Ia juga mengungkap adanya sekolah yang membuat beberapa rangkap rapor dan tidak menyinkronkan e-rapor agar nilai bisa diatur menjelang SNBP. Dalam situasi seperti ini, TKA diposisikan sebagai alat koreksi: jika rapor tinggi tetapi skor TKA sangat rendah, ada indikasi ketidakwajaran penilaian.
Petisi Penolakan dan Sikap DPR
Penolakan TKA mulai menguat sejak 26 Oktober 2025, ketika akun bernama Siswa Agit membuat petisi “Batalkan Pelaksanaan TKA 2025” di Change.org. Pada 30 Oktober 2025, petisi ini telah mencapai 233.612 tanda tangan. Kritik utamanya terkait kebijakan yang dianggap mendadak, persiapan singkat (sekitar 3,5 bulan), beban materi yang luas, kesenjangan kesiapan sekolah, dan tekanan psikologis siswa.
Pada 3–6 November 2025, muncul petisi kedua “Selamatkan Integritas Pendidikan: Hapus Nilai TKA Validator SNBP”, yang menyoroti kebocoran soal, ketimpangan akses, serta kekhawatiran penggunaan nilai TKA yang bermasalah. Setelah dua petisi tersebut ramai, anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyampaikan bahwa nilai TKA tidak layak dijadikan validator rapor. Ia menyinggung perbedaan antara kisi-kisi dan soal, durasi 45 menit untuk 25 soal, serta materi yang belum diajarkan di beberapa sekolah.
Kecurangan TKA 2025
Kemendikdasmen mendeteksi 71 konten pelanggaran selama pelaksanaan TKA melalui pemantauan di TikTok, WhatsApp, X, dan platform lainnya. Kasus paling mencolok adalah live TikTok yang menampilkan situasi ruang ujian dan soal TKA. Media Pendidikan dan blog kampus juga menyoroti peserta yang dengan mudah merekam layar.
Pelanggaran melibatkan bukan hanya siswa, tetapi juga 6 pengawas atau teknisi yang kedapatan melakukan live streaming atau tidak menghentikan penggunaan smartphone. Selain itu, ada 3 kasus pelanggaran oleh lembaga bimbingan belajar yang memakai soal bocor sebagai konten promosi. Temuan ini menunjukkan bahwa kecurangan melibatkan peserta, orang dewasa, dan institusi.
Menurut kerangka John W. Kingdon, isu TKA mencuat menjadi pembahasan nasional karena tiga arus kebijakan bertemu pada saat yang sama. Dari sisi masalah, muncul keluhan mengenai pelaksanaan yang dianggap terburu-buru, kasus kecurangan digital, serta persoalan manipulasi rapor dan PDSS yang sudah lama mengganggu jalur prestasi. Di arus kebijakan, pemerintah menawarkan TKA sebagai alat pengecekan rapor, sementara berbagai kelompok mendorong penghapusan peran validator atau pengetatan pengawasan penilaian sekolah. Sementara itu, arus politik diperkuat oleh petisi dengan ratusan ribu tanda tangan serta kritik terbuka dari Komisi X DPR. Bertemunya ketiga arus ini membuat TKA tidak lagi dipandang sebagai isu teknis, tetapi berkembang menjadi perdebatan kebijakan publik di tingkat nasional.
Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah terhadap Kebijakan TKA
1. Memperkuat tata kelola dan pengawasan TKA
Pengawas dan teknisi harus dilatih khusus menghadapi kecurangan digital dengan sistem pemantauan online untuk mendeteksi penggunaan smartphone, live streaming, dan Benahi desain dan jadwal TKA
Umumkan kerangka materi dan kisi-kisi jauh hari, sesuaikan jadwal dengan progres Kurikulum Merdeka, dan tinjau ulang jumlah soal dan durasi.
2. Pembenahan sistem penilaian di sekolah
Wajibkan memasukkan nilai siswa ke e-rapor agar sistem penilaian lebih transparan dan latih guru dalam asesmen yang obyektif.
Biodata Penulis:
Risang Rajendraresdo Endiyatmo lahir pada tanggal 29 September 2006 di Bekasi. Penulis bisa disapa di Instagram @risangrajendra._